Politik Energi Global

Oleh: Hendri Kurniawan

Hingga saat ini, meskipun beragam langkah dan terobosan dilakukan untuk menggantikan peran  minyak dan gas bumi (migas) dalam memenuhi kebutuhan energi dunia. Keduanya masih menjadi indikator bagi rumusan agenda politik global. Hal itu terjadi karena pertumbuhan kebutuhan terhadap pasokan energi, terutama migas tidak lagi balance dengan energi yang mampu diproduksi.

Fenomena ini selanjutnya memengaruhi konstelasi dan rumusan kebijakan politik global. Pengaruh tersebut utamanya terjadi pada negara-negara Barat yang merupakan Negara industri maju dengan kebutuhan dan konsumsi energi besar.

Selain itu, migas juga menjadi senjata paling ampuh dalam pertarungan politik dunia. Meskipun saat ini menunjukkan tren kenaikan harga, anjloknya harga minyak dunia yang terjadi dalam dua tahun belakangan bukan sekedar fenomena ekonomi semata. Terdapat skenario besar yang dilakukan oleh produsen minyak dunia untuk menjegal beberapa Negara yang menjadi rival politik dan ekonominya. Pasar minyak yang terdepresi digunakan untuk menghancurkan musuh.

Embargo terhadap minyak mampu menjadi senjata paling menakutkan sekaligus ancaman bagi negara importir minyak dan negara-negara industri yang sangat bergantung pada pasokan minyak dari luar negeri. Dengan posisi yang strategis dalam politik ekonomi global tersebut, dalam mengamankan posisinya, tidak jarang suatu Negara menggunakan instrumen militer dan perang dalam upaya menjaga keamanan pasokan minyak dan gas bumi.

Peran Rusia dalam Politik Energi Global

Rusia merupakan salah satu aktor besar dalam politik energi global. Rusia merupakan Negara dengan cadangan energi terbesar di dunia. Berdasarkan laporan dari Rystad Energy, negara ini memiliki 256 miliar barel cadangan minyak dan 1.680 triliun kaki kubik cadangan gas (versi kontan.co.id). selain itu, disamping cadangan energi yang melimpah, kendali atas penguasaan dan pengelolaan migasnya berada di tangan Negara. Rusia merupakan mitra strategis dalam sektor energi.

Pada musim panas tahun 2003, skema dalam bidang energi ditandatangani oleh Vladimir Putin yang menempatkan energi sebagai pusat diplomasi yang dijalankan oleh Rusia. Skema tersebut dijalankan untuk memperkuat penguasaan pasar migas internasional dan menjadi tekanan politik bagi Negara lain.

Rusia menerapkan kebijakan energinya dengan metode yang sangat ketat, yakni mengamankan suplai energi dalam negerinya terlebih dahulu. Pertama kali yang dilakukan adalah dengan cara menasionalisasikan beberapa perusahaan energi yang dimiliki oleh swasta dan menggencarkan eksplorasi terhadap cadangan-cadangan energi baru.  

Selanjutnya, setelah pasokan energi dalam negeri terpenuhi, Rusia kemudian melakukan ekspansi keluar negeri dengan menjalin kemitraan dengan pihak-pihak asing. Hingga saat ini, Rusia masih menjadi produsen utama dan pengekspor minyak dan gas bumi, bahkan, menjadi pemasukan utama dalam pertumbuhan ekonominya.

Salah satu faktor pendukung  dalam produksi minyak dan gas alamnya adalah kebijakan dan strategi pemerintah Rusia terkait pengadaan jalur pipa untuk menyalurkan minyak dan gas. Hampir sebagian Negara-negara di Eropa menjadi konsumen dan sangat tergantung pada gas yang disalurkan oleh Kremlin (Rusia). Jaringannya tersebar dari wilayah Eropa hingga Samudera Atlantik. Bahkan, untuk kawasan timur, jaringan tersebut sudah mencapai China, Jepang, dan Korea.

Tahun 2006 Rusia sudah membangun East Siberian Pasific Ocean Pipeline Project (ESPO) yang merupakan proyek pembangunan pipa gas dari Siberia hingga China sampai ke Semenanjung Korea dan Jepang. Bahkan, melalui ESPO, Rusia juga akan menyediakan sumber daya migas untuk Negara-negara Asia Pasifik dan Asia Tenggara dikarenakan cadangan migas di kawasan tersebut sudah mulai menipis dimasa mendatang.

Maka dari itu, Rusia memiliki peran yang sangat penting dalam politik energi dunia. selain cadangan migas yang masih sangat melimpah, Rusia mampu membangun fasilitas pipa yang tersebar hampir diseluruh belahan dunia. bahkan, banyak Negara yang masih sangat bergantung pada pasokan minyak dan gas dari Rusia.

Ketergantungan tersebut membuat Rusia mampu menjadi poros alternatif kekuatan ekonomi dunia selain Amerika Serikat. Kekuatan militer, teknologi persenjataan, hingga kemajuan ilmu pengetahuan mampu dibangun oleh Rusia dengan memanfaatkan kekayaan sumber energi yang dimilikinya.

Kerjasama-kerjasama kemitraan yang dibangun oleh Rusia tidak akan pernah jauh dari politik energi yang menjadi intstumen diplomasi dan sumber pendapatan utamanya. Rusia berkepentingan untuk memperluas pasar migas dan jaringan pipanya. [col]

Bersambung…

*Sekretaris Jenderal Eksekutif Nasional-Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (EN-LMND)