Selamat Datang di Fire Rooster Year

Oleh: Muhammad A. Qohhar*

blokBojonegoro.com - Tahun 2016 baru beberapa jam kita lalui, dan 2017 sebagai tahun penggantinya sudah mulai dijelajahi. Banyak harapan pastinya yang tertambat di hati untuk tahun baru yang bagi "pecinta" shio adalah tahun ayam api atau Fire Rooster Year. Menurut perhitungan orang Tiongkok, Elemen Api (Yin) menjadi unsur dominan di tahun ini yang menunjukkan kehangatan serta ketenangan batin di dalam menjalin hubungan antar pribadi dan keluarga.

Benarkah? Jika mengaca pada tahun 2016 yang begitu riuh mengenai "caci dan maki" rasanya perlu untuk berbaik-baik di tahun 2017. Sebab, sudah waktunya menyadari jika keberadaan teknologi sebenarnya untuk membantu menatap masa depan lebih indah.

Sejumlah teman pernah berdiskusi hangat atau lebih tepatnya "panas", jika mengingat-ingat dirinya "keluar paksa" dari group media sosial (Medsos) yang diikuti. Sebab, ia merasa sudah tidak tahan dengan kondisi sahabat-sahabatnya yang saling serang, hina, bahkan menjurus melecehkan. Awalnya cuma sepele, karena saling dukung dan mengunggah tautan dari media cyber yang tidak diketahui sumber valid-nya.

Banyak masalah memang, walaupun tidak penuh, sumbu utama karena faktor teknologi. Dicontohkan, sesama alumni tingkat SMA untuk menyambung tali silaturahmi menggunakan group WhatsApp (WA), ada pula yang melalui BBM, Facebook, Twitter dan aplikasi lain sebagainya. Awalnya, kangen-kangenan berlangsung, saling sapa, menyambung kenangan lama yang sempat terputus dan saling mengingatkan. Satu hingga beberapa hari berjalan, awalnya mulus-mulus saja. Tetapi, tanpa disangka ada seorang anggota group mengunggah dan sekaligus membagi atau share tautan halaman dari media online.

Isinya sebenarnya biasa-biasa, tapi share tersebut berulang disebar dan selalu diperbaharui dengan nafas yang sama, menyulut kebencian. Akhirnya, diantara group ada yang protes, mulai timbul saling debat, olok dan bahkan hujat. Lambat laun, group yang awalnya baik, menyambung silaturahmi yang sempat terputus, malah sebaliknya, membuat luka baru. Lebih menganga dan akan sulit untuk disembuhkan jika tidak segera diobati.

Teknologi yang maksudnya baik, belakangan ini tidak jarang membuat makin runyam jika tidak dimanfaatkan dengan benar. Internet melalui jaringan Medsos yang cepat viral, seakan jadi "virus" yang sulit terkendali. Masyarakat yang awalnya belum seberapa mengetahui terkait dengan perbedaan berita yang berlatarbelakang fakta dengan tulisan "hoax" yang mengambil nafas opini dan bahkan terkadang menjerumuskan.

Harus pandai memilah dan memilih intinya. Tidak semua yang diambil di online bagus. Karena, membuat halaman, sebut saja lebih familiar adalah website, seperti membeli kacang di kedai kopi. Murah dan bahkan bisa ditambah meriah. Apalagi jika sudah dipakai untuk "bisnis" adu domba orang yang tidak bertanggungjawab, maka lebih tidak ternilai lagi harganya. Seperti contohnya membuat halaman di Facebook dengan nama anonim atau bukan sebenarnya, pada prinsipnya adalah sama.

Saling Menjaga

Apa yang didiskusikan teman di atas, pernah dialami kebanyakan orang. Jika merunut berbagai kasus atau peristiwa di tahun 2016 yang menggegerkan Medsos, mulai kasus sianida, teror bahkan dugaan penistiaan agama, tidak sedikit yang saling dukung dan tidak mengetahui ujung, akhirnya saling menyalahkan sesama teman di group aplikasi ponsel. Kalau tidak saling berhati-hati, Medsos akan menambah banyak "korban", bukan hanya teman yang tersakiti, sebab bisa juga berurusan dengan hukum karena ada Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Media massa, baik online maupun cetak, yang kebanyakan di share beritanya oleh pengguna Medsos dianggap turut mempengaruhi perilaku pembacanya. Bahkan tidak hanya cukup sampai di situ saja, lebih-lebih mengarahkan, walaupun kadang pula banyak yang sudah dimodifikasi secara "culas" oleh tangan jahil, mulai judul atau terkadang isinya. Jadi, sebelum membagikan tautan, foto berita dan lain sebagainya, lebih bijak jika pengguna Medsos lebih dulu mengecek kebenarannya dan tidak langsung percaya. Tambah parah lagi langsung disebar lagi ke group lain tanpa diverifikasi.

Mengutip Teori Komunikasi Massa Elihu Katz, Jarum Hipodermik (Hypodermic Needle Model) yang sebenarnya sudah sangat lampau, tapi bisa jadi rujukan teori-teori setelahnya karena sudah berkembang sejak tahun 1930-an. Teori ini mengasumsikan bahwa komunikator atau penyampai, yakni media massa digambarkan lebih pintar dan juga lebih segalanya dari penerima. Media juga memiliki peranan yang kuat dan dapat mempengaruhi afektif, kognisi dan behaviour dari penerimanya.

Bisa dilihat, jika pembaca mendapat sharing berita dari anggota group WA misalnya, apalagi informasi tersebut dari media nasional, terkadang jika sesuai dengan ide dan keyakinan, tanpa harus dibaca dan dipahami, serta dicek kebenarannya, langsung saja dibagikan ke group lain. Padahal setelah menjalar bagai wabah, ternyata yang tadinya dishare beritanya telah dimodifikasi menjadi hoax oleh tangan jahil. Beberapa media online nasional bahkan sempat harus membuat jawaban atas gambar penggalan judul yang telah diganti oleh netizen.

Oleh karena itu, sudah sepatutnya pengguna Medsos untuk lebih hati-hati dan menggunakannya dengan bijak dan santun. Sebab, sekecil apapun media massa yang disebar ke khalayak akan menjadikan viral dan terkadang pintu untuk menebar benih kebencian jika sudah dicampur oleh orang yang tidak bertanggungjawab. Tetaplah menjadikan elemen api atau Yin di tahun 2017 yang menunjukkan kehangatan dan ketenangan batin, bukan sebaliknya. Pemicu yang akan bisa membakar siapa saja. (*)

Patut untuk direnungkan bersama dan, "Selamat Tahun Baru 2017". Salam.

*Reporter blokTuban.com