Oleh : Ahmad Nawaf Timyati Fandawan
blokTuban.com - Dusun Trembul terletak di Desa Mulyorejo, Kecamatan Singgahan, Kabupaten Tuban. Dusun ini merupakan salah satu dari 2 dusun yang berada di Desa Mulyorejo yakni yang bernama Dusun Pandean.
Dengan luas wilayah Desa Mulyorejo sekitar 7,59 Km persegi, wilayah ini dihuni oleh kurang lebih sekitar 2702 Jiwa.
Di samping itu ada sebuah sejarah unik mengenai salah satu dusun yang terletak di Desa Mulyorejo ini, yakni Dusun Trembul.
Dusun Trembul sendiri dulunya adalah sebuah desa yang mana kemudian digabung dengan Dusun Pandean yang dahulunya juga menjadi sebuah desa, dan kemudian terjadilah sebuah penggabungan menjadi Desa Mulyorejo.
Sejarah Dusun Trembul seperti yang dipaparkan oleh Mbah Sumar selaku Juru Kunci Punden Tunggon Dusun Trembul yang mana pemaparan tersebut disampaikan langsung kepada Didik Sutikno (26) selaku Kaur Tata Usaha dan Umum Desa Mulyorejo.
Sebelum itu pria yang akrab disapa Didik ini juga memberikan penjelasan sedikit mengenai sejarah Dusun Trembul, ia menjelaskan bahwa sejarahnya memiliki beberapa versi.
Salah satu yang diketahui yakni dahulu konon ada seorang bernama Mbah Kusumo yang merupakan akar dari sejarah Dusun Trembul ini yang merupakan pelarian dari kerajaan pajang yang datang ke daerah Trembul dengan seorang perempuan bernama Mbah Raminah yang belum diketahui dia saudara kandung atau saudara seperguruan Mbah Kusumo.
“Nah disana (Trembul) beliau babat alas disana membuat tempat, istilahnya beliau disana juga punya kayak tempat perkumpulan. Kalau sekarang mungkin ya tempat mengajar agama” Ujar Didik.
Selain dari penjelasan tersebut adapun pemaparan menurut Mbah Sumar selaku Juri Kunci Punden Tunggon Dusun Trembul yang mana dalam sejarahnya pada zaman dahulu ada dua orang petapa yang memiliki nama Mbah Sumo dan Mbah Raminah.
Keduanya merupakan saudara kakak beradik yang merupakan satu perguruan. Beliau mendapat sebuah wangsit untuk disuruh bertapa ke arah barat.
Pertama kali mereka datang di Dusun Trembul, tepatnya yaitu di Krepyak, di Krepyak mereka membuat sebuah tempat perkumpulan dan melakukan pertapaan di sana suatu hari Mbah Sumo memita Mbah Raminah untuk mencari kutu di kepala Mbah Sumo.
Saat mencari kutu posisi Mbah Raminah berada di belakang pungguh dari Mbah Sumo, akan tetapi anehnya Mbah Sumo merasa ada yang menendang punggungnya dan berasal dari perut Mbah Raminah.
Dikira Mbah Raminah hamil yang mana tanpa basa – basi kemudian Mbah Sumo menancapkan pusaknya yang bernama patrem ke perut Mbah Raminah yang akhirnya membuat Mbah Raimah Meregang nyawa.
Setelah Mbah Raminah meninggal tergeletak tak lama kemudian muncul sebuah belalang (walang gambuh) yang berasal dari ikat pinggang kain (udet) Mbah Raminah yang mana setelah melihat hal tersebut Mbah Sumo sangat menyesal telah membunuh Mbah Raminah tanpa melihat yang sebenarnya terjadi.
Ternyata yang menendang – nendang punggung Mbah Sumo tadi yang berasal dari perut Mbah Raminah adalah belalang yang disimpan di dalam ikat pinggang kain (udet) dan bukan bayi yang Mbah Sumo sangka.
Untuk menebus dosanya akhirya Mbah Sumo bersumpah untuk menunggui (nunggoni) sampai pada akhirnya Mbah Sumo Meninggal.
Lalu, untuk menghormati jasa dari Mbah Sumo dan Mbah Raminah dibuatlah sebuah punden yang diberi nama Punden Tungggon yang berasal dari kata nunggono atau dalam Bahasa Indonesianya yang berarti menunggu. (*)