Reporter : Ali Imron
blokTuban.com - Yayasan Abdi Negara Tuban resmi melaporkan dua warga kurang mampu, yaitu Cadra Wijaya dan Noet Soepattoen, ke pihak kepolisian dengan tuduhan tindak pidana menempati tanah tanpa izin.
Pelapor atas nama Joko Sarwono, yang saaat ini juga sebagai bakal calon wakil bupati Tuban. Pasangan dari bakal calon bupati Aditya Halindra Faridzky di Pilkada 2024 ini, melaporkan kedua warga itu pada 7 Agustus 2024 saat masih menjabat sebagai Ketua Yayasan Abdi Negara Tuban.
Yayasan Abdi Negara Tuban mengklaim bahwa dua warga tersebut menempati tanah milik yayasan yang telah dijual kepada RSUD dr. Koesma untuk pembangunan gedung Instalasi Perawatan Intensif Terpadu (IPIT).
Pihak yayasan juga menyatakan telah mencoba berdialog dengan kedua warga tersebut agar segera meninggalkan lokasi, namun tidak berhasil, sehingga tindakan itu dianggap sebagai tindak pidana.
Kepada media, Joko Sarwono membenarkan bahwa ia telah melaporkan dua warga tersebut ke Satreskrim Polres Tuban. "Benar, ini adalah upaya hukum setelah proses mediasi tidak diindahkan," kata Joko pada Selasa (3/09/2024).
Joko menegaskan bahwa laporan tersebut dilakukan atas nama Yayasan Abdi Negara Tuban, bukan pribadi, dan ia sudah tidak aktif sebagai ketua yayasan sejak sekitar 20 Agustus.
"Laporan itu atas nama yayasan, bukan pribadi. Saya sudah nonaktif sekitar 20 Agustus, kalau tidak salah," ungkapnya.
Sementara itu, Candra Wijaya (39), salah satu terlapor, menyatakan bahwa ia telah memenuhi panggilan kepolisian pada 30 Agustus 2024 atas laporan dari Yayasan Abdi Negara Tuban.
"Kami sangat menyayangkan laporan ini. Seharusnya ada komunikasi dulu, tapi pihak yayasan langsung melaporkan ke Polres Tuban," ujar Candra.
Candra menjelaskan bahwa sejak awal ia sudah siap untuk meninggalkan tanah yang kini digunakan untuk proyek pembangunan gedung IPIT RSUD dr. Koesma.
Menurutnya, sejak Januari 2024, ia sudah mulai memindahkan barang-barang rumahnya ke rumah mertua sambil mencari tempat tinggal baru, namun terkendala biaya.
Karena penghasilannya sebagai pengemudi ojek online hanya cukup untuk biaya hidup sehari-hari, ia butuh waktu lebih lama untuk membeli tempat tinggal baru.
"Pihak yayasan meminta kami untuk membongkar bangunan, tapi saya belum menemukan lahan baru karena harganya tinggi, sekitar Rp 65 juta, sedangkan bantuan yang kami terima hanya Rp 42 juta. Jadi masih kurang banyak," keluhnya.
Sementara itu, Ema, anak Noet Soepattoen, juga menyayangkan langkah Yayasan Abdi Negara Tuban yang melaporkan warga kurang mampu demi kepentingan pemerintah daerah.
"Saya sudah generasi kedua yang tinggal di sini. Dulu kami berjualan di depan RSUD, lalu pemerintah merelokasi kami ke sini. Tapi sekarang kami dilaporkan karena dianggap menyerobot," tegas Ema, yang sehari-hari berjualan es pada usia 60 tahun. [Ali/Rof]