Berbagai Istilah Unik Dalam Festival Slikasan Desa Pugoh Tuban

Penulis : Nurul Mu’affah 

blokTuban.com - Tak hanya menjadi daerah yang dikenal dengan julukan Bumi Wali, namun Kabupaten Tuban juga memiliki beraneka ragam wisata kebudayaan. Misalnya di daerah paling ujung barat Jatim yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Rembang Jawa Tengah, tepatnya di Desa Pugoh, Kecamatan Bancar ini memiliki wisata budaya yang unik.

Masyarakat Desa Pugoh menyebutnya Festival Slikasan. Festival ini merupakan ritual adat yang biasa digelar masyarakat Desa Pugoh untuk mengakhiri masa tanam padi dan biasanya diadakan di hari kamis. 

Kusyanti, Kepala Desa Pugoh juga mengungkapkan bahwa pemerintah Desa Pugoh telah merencanakan untuk melaksanakan Festival Slikasan di bulan Januari 2024 mendatang.

Festival ini diawali acara kirab bersama warga dengan memakai baju adat membawa sesaji berupa umbul-umbul, cangkul, buah-buahan dan makanan lain, serta padi untuk dibawa ke sendang desa dengan tujuan untuk disucikan dan didoakan, termasuk padi yang akan ditanam. Kemudian dibawa ke sawah untuk diadakan prosesi tandur atau menanam padi.

“Sebelum kita laksanakan tandur itu kita ada prosesi adat di sendang, namanya ngobong umpet sama minta doa restu lah dari situ, terus kami membawa nginangan juga, ada jambe, mbako, suruh kaya gitu, setelah izin dan membawa nginangan tadi di situ kita menyerahkan selendang ke kedua jago tersebut sekalian untuk memula tandur tadi, sekalian menyerahkan bibit padi terus kemudian dilaksanakan tandur,” jelas Kusyanti, Jumat (8/12/2023). 

Proses menanam diawali diawali Jago Tandur atau ketua kelompok tani yang dituakan terdiri dari 4 orang laki-laki dan 2 perempuan. Mereka menanam padi yang telah diarak dan disucikan di sisi pinggir sawah. Selanjutnya, disusul oleh seluruh petani setempat. Setidaknya lebih dari 300 petani mengikuti “tandur” di lahan sawah seluas 1 hektare yang telah disiapkan.

Kusyanti menambahkan, Fetival Slikasan ini bertujuan untuk melestarikan adat yang sudah diwariskan oleh leluhur mereka, sehingga dengan melaksanakan adat tersebut tujuannya agar tidak hilang seiring berkembangnya zaman.

“Jangan sampe adat kita ini yang sudah dilaksanakan sejak zaman dulu hilang begitu saja dimakan waktu, terus kita itu pengennya nguri-uri budaya, adate adewe jangan sampe hilang,” tegasnya.

Festival ini juga memiliki sejarah tersendiri, di mana asal kata Slikasan bermula dari kata “likasan” yang merupakan alat pemintal benang. 

“Likasan itu kan alat pemintal benang, la itu dulu kalau tandur itu likasan selalu dibawa, kenapa kok sekarang bertambah modern-moderen terus likasane kok ga dibawa? Itu kami siasati untuk di masukkan ke sajen itu berupa benangnya itu saya ganti lawe. Tapi festivalnya itu kami juga membawa likasan, membuat likasan," imbuhnya. 

Selanjutnya, karena tempo dulu diceritakan yang menjadi kepala desa pertama dari luar Desa Pugoh yang mengabdi di desa ini. Yang putri itu pemintal benang, terus yang laki-laki pekerjaannya neres bogor. Kemudian di suatu saat dia sudah lelah menjadi orang kekurangan, dan kedua orang tersebut menyepi di sendang tersebut.

"Yang laki-laki nggak kuat terus digantikan ibunya, terus mendapat wangsit, kemudian ibu tersebut ada ikrar juga, sok nek aku dadi kepala desa, sawah iki ape tak nggo pesta, seperti itu katanya. Di sawah itulah yang di deket sendang itulah yang dinamakan Slikasan,” tutup Kusyanti.[Rul/Ali]