Penulis : Nurul Mu’affah
blokTuban.com – Berjarak kurang lebih 35 KM dari pusat Kota Tuban, Desa Margosuko merupakan sebuah desa yang terletak di Kecamatan Bancar, Kabupaten Tuban, Kamis (7/12/2023).
Jarak tempuh Desa Margosuko ke ibu kota kecamatan adalah 5 km, yang dapat ditempuh dengan waktu sekitar 15 Menit. Sedangkan jarak tempuh ke ibu kota kabupaten adalah 35 km, yang dapat ditempuh dengan waktu sekitar 50 Menit.
Desa yang dihuni penduduk kurang lebih sebanyak 2.761 jiwa ini berbatasan langsung dengan Desa Pulogede di sebelah timur, Desa Bancar di sebelah barat, Desa Ngampelrejo di sebelah selatan dan Laut Jawa di sebelah utara.
Dengan daerahnya yang sebagian besar berupa pesawahan membuat warga Desa Margosuko mayoritas bekerja sebagai petani dengan hasil utama berupa padi dan palawija.
Menurut keterangan Kasdari, Kasi Kesra Desa Margosuko, sejarah penamaan Desa Margosuko diambil berdasarkan patokan huruf Aksara Jawa yang dibalik. Mo : 16, Go : 17, So : 8, Ko : 5, sehingga jika dibalik menjadi tanggal berdirinya Desa Margosuko.
“Insyaallah awal mula dari berdirinya Desa Margosuko pada tanggal 15 bulannya Agustus, Tahun 617 Masehi, insyaallah itu, tidak direkayasa, tapi berdasarkan patokan huruf Jawa,” jelasnya.
Namun, terlepas dari penamaan Desa Margosuko, desa ini memiliki sejarah yang cukup panjang. Jika di lihat dari profil Sejarah Desa Margosuko. Terdapat sebuah dongeng yang paling popular pada Abad ke-18 pasca Perang Pajang yakni perang besar di tanah Jawa.
Dalam perang tersebut banyak prajurit dan bangsawan yang melarikan diri. Tuban menjadi salah satu daerah pelariannya.
Dalam perjalanan ke Tuban para bangsawan dan prajurit pajang berhenti dan beristirahat untuk mencari tempat yang aman salah satu tempat peristirahatan bangsawan tentara Pajang adalah petilasan yang ada didaerah Margosuko ( sekarang ). Di petilasan tersebut ditanami Bunga Soko dan membuat sumur untuk memenuhi kehidupan sehari – hari.
Untuk mengenang peristiwa tersebut dan menandai daerah tersebut akhirnya para bangsawan tersebut menamai daerah tersebut dengan Margosuko.
Sejak terbentuknya Desa Margosuko, desa ini dipimpin oleh seorang kepala desa pertama bernama Kasturi dan terdiri dari empat dusun, yakni Dusun Sruki, Kandang, Jegong dan Mamer.
Adapun mengenai tradisi yang masih dilestarikan, masyarakat Desa Margosuko memiliki tradisi berupa sedekah bumi yang rutin dilaksanakan setiap tahunnya biasanya pada bulan menjelang Agustus di tiga dusun yakni Dusun Sruki, Kandang dan Mamer.
“Sedekah bumi setiap tahun di Sruki di Kandang, di Mamer. Biasanya menjelang Agustus,” tambahnya.
Di lain sisi, desa yang mayoritas masyarakatnya beragama Islam tersebut memiliki kesenian berupa Thak-thakan, dengan grupnya yang bernama “Macan Kumbang.” Dalam pementasannya, thak-thakan di iringi oleh tarian topeng barongan.
Selain bentuk topeng dan jumlah pemain tokoh barongan yang berbeda, ada ciri khusus kearifan lokal setempat dalam penamaan bukanlah kesenian barongan melainkan Thak-Thakan. Istilah ini diambil dari bunyi yang keluar dari mulut topeng tokoh utama ketika dimainkan.
Dalam pertunjukan Thak-Thakan terdiri dari tokoh Thak-Thakan, Kirik Kikek, Gendruwo, dan Wewe Gombel serta iringan musik berupa kendang, nong ning (dua bilah bonang), gedok, kempul, ada pula suara pemusik atau senggakan. Kesenian ini biasanya ditampilkan di acara perayaan HUT RI dan karnaval atau acara besar lainnya.[Rul/Ali]