Reporter : Mochamad Nur Rofiq
blokTuban.com – Kasus perusakan pagar milik Suwarti (40) dan Mudrik (50), warga Desa Mlangi, Kecamatan Widang, Kabupaten Tuban, terus berlanjut. Setelah pihak pelapor diperiksa, kini giliran terlapor yang dipanggil oleh penyidik Satreskrim Polres Tuban pada Rabu (2/10/2024) siang.
Sejumlah saksi dari pihak pelapor yang telah diperiksa penyidik termasuk Suwarti, Santi Nur Janah, dan Ahmad Fatkur Rozi. Sementara dari pihak pemerintah desa, saksi yang diperiksa adalah Kasiman (sekretaris desa), Siswarin (Kades Mlangi), dan Moh. Jali (Kades Kujung).
Kasatreskrim Polres Tuban, AKP Dimas Robin Alexander, menjelaskan bahwa setelah laporan masuk, tim Satreskrim telah melakukan pengecekan lokasi kejadian, memeriksa saksi-saksi, serta memverifikasi dokumen kepemilikan tanah.
"Setelah hasil penyelidikan lengkap, akan digelar sidang. Beberapa nama diperiksa, termasuk Kades Mlangi dan Kadus," ujar AKP Dimas.
Dalam pengecekan di lokasi kejadian, ditemukan bekas garukan ekskavator yang diduga digunakan untuk merusak pagar. Polisi juga akan memastikan luasan tanah dengan memeriksa dokumen kepemilikan untuk mengetahui batas tanah pelapor dan terlapor. Tidak menutup kemungkinan akan dilakukan pengukuran ulang.
Nur Azis, kuasa hukum dari Suwarti, menyampaikan bahwa kliennya dan suaminya telah dimintai keterangan oleh penyidik, termasuk dua anak mereka yang menyaksikan langsung perusakan pagar secara paksa. Ia juga menambahkan bahwa salah satu perangkat desa, yakni kepala dusun, diduga mengintimidasi kliennya dengan perkataan kasar.
“Saat kejadian, kepala dusun mengancam akan mengubur langsung ke bekas galian,” ujar Nur Azis.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa pihak terlapor, termasuk Kades Mlangi dan perangkat desa, juga telah menjalani pemeriksaan meskipun mereka datang terlambat. Mengenai materi pemeriksaan, Nur Azis menyerahkan sepenuhnya kepada penyidik.
Nur Azis menekankan bahwa ia berharap penyelesaian kasus ini dilakukan secara cepat, objektif, dan transparan agar kejadian serupa tidak terjadi di desa-desa lain.
Ia juga mengungkapkan bahwa selain pagar sepanjang 30 meter, paving dan beberapa pohon pisang juga turut dirusak dalam insiden tersebut.
Pihak pelapor sebelumnya telah mencoba mediasi dengan pemerintah desa, namun kompensasi yang ditawarkan dinilai tidak rasional.
"Pemerintah desa hanya menawarkan sekitar 8-9 juta rupiah, sementara biaya membangun pagar diperkirakan mencapai Rp18 juta. Tawaran tersebut kami tolak dan memilih melanjutkan proses hukum," terang Nur Azis.
Ia menegaskan bahwa pelapor menuntut ganti rugi sesuai dengan kerugian material dan immaterial yang dialami. Pihaknya menekankan pasal yang digunakan dalam kasus ini adalah Pasal 170 ayat (1) KUHP tentang kekerasan atau perusakan barang.
Sementara itu, kabar yang menyebut pihak korban menuntut ganti rugi senilai 300 juta rupiah dibantah oleh Nur Azis.
"Tidak benar, dalam mediasi di balai desa, korban meminta 100 juta sebagai ganti rugi material dan immaterial," pungkasnya. [Rof/Ali]