Desa Weden Tuban: Hutan Pasir dan Tak Ada Sedekah Bumi Sejak 1966

Penulis : Ahmad Nawaf Timyati Fandawan

blokTuban.com – Menjadi salah satu desa yang terletak di Kecamatan Bangilan, Weden merupakan salah satu desa yang berada di Tuban yang memiliki luas wilayah sekitar 176 Hektar yang mana dengan luasan tersebut Desa Weden terbagi menjadi 2 dusun yakni Dusun Krajan dan Dusun Sidorukun, Dusun Sidorukun sendiri masih terbilang dusun baru yang berdiri sekitar tahun 90 an yang dahulu tempat tersebut bernama Kidul Omah.

Desa Weden dihuni oleh penduduk sekitar 2.700 an Jiwa dengan jumlah KK sekitar 760, dilihat dari wilayah yang berisikan hamparan sawah dengan luas kurang lebih 105 Hektar warga Desa Weden masih sangat bergantung pada sektor pertanian dengan mayoritas penduduk yang berprofesi sebagai petani.

Desa Weden berbatasan langsung dengan Desa Lajo Kidul Kecamatan Singgahan di sebelah Timur, Desa Ngrojo di sebelah Selatan, Desa Sidokumpul di sebelah Barat, dan Desa Kedungharjo di sebelah Utara. Desa Weden sekarang dipimpin oleh Yohan Agung Kurniawan selaku Kepala Desa.

Adapun mengenai asal – usul maupun sejarah yang terdapat di Desa Wedden sendiri seperti yang dijelaskan oleh Sulisyanto (38) selaku Kasi Pemerintahan menuturkan bahwa Desa Weden sendiri merupakan pecahan dari pedukuhan atau dusun yang berada dan ikut Desa Ngrojo yang mana dahulu memiliki nama Dusun atau Dukuhan Larangan yang kemudian berdiri menjadi desa yang bernama Desa Weden.

“Weden berasal kata dari wedi atau pasir. Untuk Wedi sendiri kata wedi dulunya dari info dari orang – orang tua wedi sendiri itu dulunya hutan pasir ata pada penjajahan mungkin dari Belanda itu disini itu enggak kelihatan seperti hutan pasir atau hutan yang sangat lebat jadi seperti enggak ada penduduk enggak orang jadi enggak pernah dijajah,” Ujar pria berusia 38 tahun saat diawawancarai Tim blokTuban, Minggu (17/12/2023).

Tidak seperti di desa – desa lain yang berada di Kabupaten Tuban yang kebanyakan masih melaksanakan tradisi sedekah bumi, beda halnya yang ada di Desa Weden tradisi sedekah bumi yang ada di desa ini sudah hilang atau tidak dilaksanakan lagi sejak lama yang kemungkinan pada tahun 1966 yang kemudian sekitar tahun 2013 an tradisi tersebut diganti menjadi Mauludan atau Pengajian dan doa bersama.

Namun untuk tradisi lainnya sendiri di Desa Weden ini masih sempat ada tradisi lokalan yakni semacam kesenian Pencak Dor namun untuk saat ini berhenti atau mati suri.

“Dulu itu ada pencak dor juga, bukan pencak dor yang tanding seperti di lirboyo ya tapi pencak dor lokal itu ada yang tabuhannya terus senam it uterus tarung atraksi – atraksi itu ada dulu, cuman sekarang penggiatnya ini belum aktif lagi itu termasuk budaya. Sementara nonaktif tapi tokohnya masih ada suatu saat mungkin bisa ada lagi untuk budaya itu,” Tambah Pria yang akrab di sapa Sulis.

Sedangkan dibahas mengenai potensinya dalam pengembangan desa pihak desa berfokus pada sektor pertanian yang mana dalam permasalahannya untuk irigasi airnya sendiri masih belum lancar yang juga dikarenakan sulitnya menemukan sumber air tanah untuk pengairan.

“Jadi pengennya desa bisa membuat sumber air tanah buat sumur mungkin dari kedalaman berapa atau mungkin ada yang bisa alatnya mungkin kalau enggak dari pertamina atau dari bor yang ukuran minyak itu kelihatannya kok enggak bisa sampai saat ini belum ditemukan. Penah beberapa kali sepanjang swah itu tidak ada sumber kalau cuman ngebor standar rumahan. Musim sebelum kemarau saja sudah kehabisan air kalau disini. Untuk pengembangannya intinya itu masalah pengairan desa,” Ujar Sulisyanto.

Disinggung sedikit mengenai mitos atau pantangan yang terdapat di Desa Weden seperti yang dijelaskan Taufiqurrohman (48) selaku Kadus Krajan mengatakan bahwa di desa ini terdapat sebuah pantangan yakni kalau mempunyai gawe, acara atau hajatan jangan sampai dilakukan pada hari Kamis Legi.

Dipercayai kebanyakan kalau dilakukan pada hari Kamis Legi seumpamanya acara pernikahan maka pengantin tersebut akan ada musibah entah itu gagal dalam rumah tangganya atau cerai sampai dengan kematian.

Selain itu juga di Desa Weden ada sebuah sumur yang bernama Sumur Gede yang mana terkadang masih dipakai untuk acara seperti bancakan/makan bersama. Yang mana pernah pada saat itu ada orang yang sakit lama yang mana kemudian disuruh untuk mengadakan bancakan atau makan bersama di sumur tersebut. [Naw/Ali]