Penulis : Ahmad Nawaf Timyati Fandawan
blokTuban.com – Banjarworo merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Bangilan, Kabupaten Tuban, Desa Banjarworo memiliki dusun yang tergolong banyak yang mana berjumlah 7 dusun yakni Dusun Santren, Jantur, Punggur, Banjarwaru, Ngantingan, Bahoro, dan Banjarmelati.
Dengan jumlah dusun yang terbilang banyak, Desa Banjarworo dihuni oleh penduduk kurang lebih sekitar 6.000 an jiwa dengan jumlah KK kurang lebih sekitar 1.994 sekian. Mayoritas warganya sebagai petani dan lainnya pedagang yang bermukim di Dusun Santren.
Desa Banjarworo berbatasan langsung dengan Desa Kumpulrejo di sebelah Utara, Desa Bangilan di sebelah Selatan, Desa Sidodadi di sebelah Barat, dan di sebelah Timur berbatasan langsung dengan Desa Kedungmulyo. Desa Banjarworo sekarang dipimpin oleh Syaiful Hidayat selaku Kepala Desa.
Mengenai sejarah yang terdapat di Desa Banjarworo seperti yang dijelaskan oleh Haris Sutrisno (50) selaku Kasi Kesra Desa Banjarworo menuturkan bahwa di desa ini tepatnya di Dusun Banjarwaru mempunyai sebuah tempat yang bernama Alas Grobokan. Tempat ini sendiri memiliki legenda maupun cerita asal muasal dinamakan Alas Grobokan.
Alas Grobokan konon pernah disinggahi oleh seorang tokoh masyarakat pada era penjajahan Belanda yang berasal dari Jawa Tengah yang bernama Noyo Gimbal.
Grobokan sendiri berasal dari kata GROBOK yang berarti pada zaman dahulu ostilahnya tempat lumbung padi yang berbentuk kotak atau suatu tempat untuk meyimpan hasil bumi seperti padi dan sebagainya. Ditempat itu juga pernah disinggahi dan dipakai oleh Noyo Gimbal untuk semedi atau bersembunyi dari kejaran Belanda.
“Kalau yang saya ketahui cerita Noyo Gimbal beliau itu seseorang yang beliaunya adalah tokoh masyarakat tapi disitu beliaunya tidak senang dengan Belanda sehingga pada suatu hari Belanda mengajak kerja bakti beliau selalu tidak mau. Sehingga dalam pelariannya dicari oleh Belanda itu sampai di desa kami di Dusun Banjarwaru. Tapi dari orang tua yang kami tanyai itu tadi bahwa disitu pernah disinggahi oleh tokoh pejuang yang namanya Noyo Gimbal. Orang dulu itu kan sakti – sakti to sehingga tempat yang pernah disinggahi saja gitu biasanya tempatnya ikut keramat kalau istilah wali kan petilasan karena disitu mungkin untuk bertapa, menempa ilmu oleh murid – muridnya sehingga disitu dikeramatkan,” Ujar pria berusia 50 tahun tersebut, Sabtu (16/12/2023)
Selain itu, penamaan Grobokan dikarenakan ditempat itu keramat dan kalau ada orang di wilayah tersebut pada era zaman penjajahan Belanda saat terdengar suara tembakan dari tentara Belanda banyak warga yang lari ke Alas Grobokan.
Saat berada di tempat tersebut berarti sudah aman dan tidak diketahui oleh pihak Belanda dikarenakan kalau sudah masuk ke wilayah tersebut warga pun tidak kelihatan oleh pihak tentara Belanda.
Kemudian setelah era kemerdekaan Alas Grobokan pun masih terkenal keramat yang mana biasanya dimanfaatkan oleh warga setempat dikarenakan pada saat itu kebanyakan warga Dusun Banjarwaru mendapatkan penghasilan dari kayu hutan, maka dari itu banyak warga yang mengambil dan menebang pohon di tempat itu.
Hal itu biasanya ada patroli atau operasi dari petugas hutan yang mana saat warga mempunyai kayu dan ingin aman maka kayunya disembunyikan di Alas Grobokan tersebut, bahkan ketika saat warga mencuri kayu hutan dan dikejar oleh petugas hutan yang kemudian beliau berlari dan bersembunyi di alas tersebut maka beliau akan aman.
Dari kejadian tersebut pada zaman dahulu warga mempercayai jikalau ada aparat yang masuk ke tempat tersebut dengan niat jahat maka aparat tersebut akan mendapatkan sebuah musibah atau masalah.
Mengenai Tradisinya Alas Grobokan ini juga diadakan sedekah bumi yang mana pada zaman dahulu setiap tahun diadakan kesenian wayang. Namun, untuk saat ini dirubah yakni hanya tahlil dan pengajian bahkan biasanya menjelang sedekah bumi terkadang ada warga yang kesana membawa bunga.
Sedangkan sedekah bumi di dusun lain yakni juga ada di Dusun Bahoro yaitu di sebuah makam, kemudian di Dusun Ngantingan yakni di sebuah sendang dan untuk pelaksanaanya sendiri biasanya di Bulan Syawal yang mana dilaksanakan secara berurutan dengan dimulai di Dusun Bahoro terlebih dahulu.
Di Desa Banjarworo terdapat sebuah makam dari tokoh agama yakni KH. Abdurrohman dan KH. Misbah Musthofa yang mana dimakamkan di komplek Makam Hajji dan biasanya juga dilakukan acara haul untuk para tokoh yang ada di sana dan rata - rata dilakukan pada Bulan Suro. Selain juga terdapat makam tokoh agama bernama Mbah Kyai Darsuki yang setiap hari besar Islam warga setempat khususnya warga Dusun Banjarwaru datang ke makam tersebut dan melakukan tahlil bersama.
Sekedar informasi tambahan saja di Desa Banjarworo juga terdapat sebuah sumber yang bernama Sumber Krawak yang dikelola oleh desa sebagai sumber air khususnya untuk warga Dusun Banjarmelati, Dusun Bahoro, dan sebagian Dusun Ngantingan. Dengan sumber air yang melimpah dan dimanfaatkan oleh warga maka tidak lupa Sumber terssebut juga dilakukan semacam tradisi tahunan yang biasanya disembelihkan seekor kambing dan sebagian dari daging kambing tersebut dimasukan ke sumber krawak tersebut.
“Kalau dimasuki sampil wedhus itu (Potongan daging Kambing) masuk walaupun airnya itu nyemprotnya keluar tapi dagingnya masuk ke sumbernya kesedot lah istilah e itu sampai sekarang rata – rata masih seperti itu, biasanya yang memasukan tokoh agamanya Mbah Moden,” Tutup Haris Sutrisno selaku Kasi Kesra. [Naw/Ali]