Penulis : Ahmad Nawaf Timyati Fandawan
blokTuban.com – Kablukan merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Bangilan, Kabupaten Tuban yang mana Kablukan sendiri memiliki luas wilayah sekitar 413 Hektar yang mana dengan luas wilayah tersebut, Desa Kablukan terbagi menjadi 2 Dusun yakni Dusun Krajan dan Karanglo.
Dihuni sekitar 3.000 an penduduk yang mana dengan wilayahnya yang memiliki luas lahan tegalan sekitar 300 hektare dan lahan persawahan sekitar 29,8 hektare menjadikan warganya mayoritas berprofesi sebagai petani.
Desa Kablukan berbatasan langsung dengan Desa Sidokumpul di sebelah Utara, Desa Bate dan Desa Medalem di sebelah Selatan, Desa Sidotentrem dan Desa Klakeh di sebelah Barat, dan Desa Ngrojo di sebellah Timur. Desa Kablukan sekarang dipimpin oleh Nur Thohir (50) selaku Kepala Desa Kablukan sejak 2019.
Sejarah terbentuknya Desa Kablukan sendiri yang mana cerita ini diambil dari sebuah buku karangan dari Ramuji, S.Pd dengan judul “Sejarah Babat Desa Kablukan menerangkan yang mana inti dari cerita tersebut yakni bermula dari seorang pemuda bersaudara yang bernama Gunowo yang merupakan kakanya dan Gunawan yang merupakan adiknya.
Kedua bersaudara itu merupakan keponakan dari Ki Ageng Sabreng Lanang yang merupakan orang kepercayaan dari Raden Aryo Penangsang dan juga satu diantara banyak ahli spiritual yang dipercaya Raden Aryo Penangsang selain para WaliSongo.
Gunowo dan Gunawan ini di gembleng di padepokan milik Ki Ageng Sabreng Lanang yang berada di Desa Bendo Lateng yang terletak di Kecamatan Kenduruan, Kabupaten Tuban yang pada saat itu masih bagian dari Kerajaan Jipang Panolan.
Pada saat itu banyak padepokan yang menjadi sarana penggemblengan jiwa dan raga pemuda Bendo Lateng salah satunya padepokan milik Ki Ageng Sabreng Lanang.
Jiwa kepemimpinan dan ksatria dari diri Gunowo dan Gunawan sudah terlihat sejak usia remaja dilihat dari seringnya mereka menjadi inisiator kepemudaan di Desa Bendo Lateng.
Menginjak usia muda dengan kematangan ilmu yang telah diajarkan Ki Ageng Sabreng Lanang merek beruda mempunyai keinginan untuk mengabdi pada Kerajaan Jipang Panolan dibawah kepemimpinan Raden Aryo Penangsang, namun keinginannya tidak dapat diutarakan kepada Ki Ageng Sabreng Lanang dikarenakan mereka berdua menyadari bahwa pamannya menaruh harapan besar kepada mereka terhadap keberlanjutan padepokannya.
Ki Ageng Sabreng Lanang memahami apa yang menjadi kegelisahan mereka berdua. Beliaupun semakin intens untuk mencegah kedua keponakannya tersebut untuk mengabdi ke Kerajaan Jipang Panolan.
Hal ini bukan didasarkan dengan nafsu dan egoisme belaka namun sudah melalui pertimbangan yang sangat matang yang mana Ki Ageng Sabreng Lanang juga dikenal mempunyai ilmu tinngi Linuwih yang sering kali beliau memahami kejadian – kejadian yang belum terjadi.
Namun, dalam diri Gunowo dan Gunawan masih berkecamuk untuk bersih keras dalam mewujudkan impiannya untuk mengabdi pada Kerajaan Jipang Panolan.
Gunowo merasa dirinya paling tua maka berhak memutuskan terlebih dulu dirinya dan masa depan padepokan. Gunowo telah menyiapkan berbagai rencana untuk memlusukan niatnya dengan meminta izin kepada Ki Ageng Sabreng Lanang dan meminta Gunawan untuk menjaga dan meneruskan padepokan.
Setelah membulatkan tekadnya beliau meminta izin kepada Ki Ageng Sabreng Lanang dan setelah melalui berbagai macam diskusi akhirnya Ki Ageng Sabreng Lanang mengizinkan Gunowo untuk mengabdi kepada kerajaan tersebut.
Malam itu juga Gunowo berkemas dan berangkat bmenuju Kerajaan Jipang Panolan tanpa sepengetahuan Gunawan, dikarenakan perselisihan paham mereka beruda seringkali tidak bersama saat melakukan kegiatan.
Setelah beberapa hari Gunawan merasa janggal dikarenakan kakaknya tidak pernah terlihat pergi ke padepokan dan memutuskan untuk mengecek kamarnya. Betapa terkejutnya Gunawan mengetahui Gunowo sudah tidak ada di kamarnya dan Gunawan pun berpikir apakah kakanya tersebut sudah berangkat melaksanakan niatnya?.
Apabila benar demiukian betapa senangnya dirinya dikarenakan telah mendapat izin dari gurunya. Maka Gunawan pun mencari hari yang baik untuk menanyakan hal itu sekaligus meminta izin untuk mengikuti jejak kakaknya dalam mengabdi untuk Kerajaan Jipang Panolan.
Saat yang ditunggu pun terjadi Gunawan menanyakan perihal Gunowo sekaligus meminta izin untuk menyusul kakanya tersebut, namun Ki Ageng Sabreng Lanang masih memikirkan masa depan padepokan dan menasehati Gunawan dikarenakan Ki Ageng Sabreng Lanang menaruh harapan besar terhadap masa depan padepokan.
Merasa tidak adil karena tidak mendapatkan izin Gunawan pun berpikir bahwa gurunya tersebut lebih sayang kepada Gunowo daripada dirirnya. Namun dengan tekad yang sangat keras beliau berkemas dan pergi diam – diam untuk menyusul kakanya tersebut, hal ini sebenarnya sudah dikatehui Ki Ageng Sbreng Lanang namun beliau memilih diam dan hanya memohon dan berdoa agar Gunawan diberi keselamatan dalam perjalannya.
Gunowo yang terlebih dahulu sampai di Kerajaan Jipang Panolan pun langsung menghadap kepada Raden Aryo Penangsang. Diapun tidak mengalami kesulitan dalam menyampaikan niatnya untuk mengabdi ke kerajaan, nama besar Ki Sabreng Lanang pun sangat memudahkan Gunowo untuk diterima yang pada akhirnya dengan kemampuan Gunowo menjadikannya sebagai pengawal raja dilingkungan kedaton.
Hal yang sama yang dilakukan oleh adiknya yang baru datang ke kerajaan dan diterima dengan baik yang kemudian mereka berdua menjadi bagian prajurit pengawal raja.
Perselisihan antara Kerajaan Jipang Panolan dan Kerajaan Pajang smeakin meningkat hal ini membuat Raden Aryo Penangsang ingin memenangkan pepragan tersebut. Gunowo dan Gunawan yang menjadi pengawal raja diharuskan untuk siap sedia dalam keadaan apapun berbagai macam serangan bahkan serangan Ghaib yang dilancarkan ke Raden Aryo Penangsang mampu dihalau oleh Gunowo dan Gunawan dengan ilmunya yang menjadikan mereka sebagai orang kepercayaan Raden Aryo Penangsang.
Berbagai macam perundingan dilakukan untuk mengakhiri perang ini bahkan menjadikan keprihatinan para Walisongo membuat salah satu Walisongo yakni Sunan Kudus untuk mendamaikan kedua kerjannya ini dengan jalan perdamaian.
Dalam melakukan perundingan Raden Aryo Penangsang sering mengajak salah satu dari dua bersaudara ini untuk melindunginya dikarenakan kerap terjadi serangan ghaib yang dilancarkan saat perundingan.
Dalam proses perdamaian tersebut tidak dapat diselesaikan dikarenakan sama – sama tidak menguntungkan hal ini membuat peran Sunan Kudus dalam mendamaikan kedua kerajaan ini mendapatkan jalan buntu.
Namun, Raden Aryo Penangsang mendapatkan dawuh dari Sunan Kudus untuk meminta bantuan kepada Sunan Ampel untuk menjadi mediator dalam perundingan hal ini juga dikarenakan Sunan Ampel sendiri memiliki kebijaksanaan dalam menyelesaikan masalah dan juga lebih dekat dengan Sultan Hadiwijaya.
Hal ini membuat Raden Aryo Penangsang harus mengirim Surat ke Sunan Aampel. Raden Aryo Penangsang pun berpikir untuk memilih kedua saudara tersebut untuk mengantarkan surat ke Sunan Ampel.
Dikarenakan pada saat itu Gunawan sedang mendapatkan Riyadlo di tempat yang jauh dan klebetulan Gunowo lah yang berada di samping Raden Aryo Penangsang maka Gunowo lah yang diutus untuk mengirimkan surat kepada Sunan Ampel.
Setelah Gunawan kembali ke kerajaan beliau mendapatkan panggilan untuk menghadap raja dan beliau diberi tahu kalau kakaknya Gunowo sudah berangkat terlebih dahulu untuk mengantarkan surat dan Gunawan disuruh untuk pergi menyusul Gunowo dan bergabung dalam perjalannya.
Gunowo yang sudah menerima perintah resmi dari Raden Aryo Penangsang telah mempersiapkan diri dengan matang dan berencana melewati rute sebelah utara kerajaan. Rute yang akan dilaluinya sengaja dipilih dengan pertimbangan tingkat keamanan terjamin. Ia memahami secara pasti tentang keadaan rute yang akan dilalui, karena itu adalah daerah kelahirannya.
Sekaligus ia berencana mengunjungi Ki Ageng Sabrang Lanang dan minta petunjuknya yang tujuan pertama beliau yaitu menuju ke padepokan tempat beliau menuntut ilmu. Kemudian Gunawan pun menyusul dan pergi ke padepokan Ki Ageng Lanang dan mendapati Gunowo sudah tidak ada disana.
Gunowo sudah melanjutkan ke arah Utara dan sampai diperkampungan yang tidak terlalu padat perkampungan kecil tersebut sekarang bernama Dusun Karanglo yang berada di Desa Kablukan.
Masyarakat di sana sangat baik dan toleransi walau identitas dari Gunowo sendiri sudah diketahui namun masih diterima dengan baik oleh warga sekitar dan beliau beristirahat disana yang kemudian melanjutkan perjalannya.
Disisi lain Gunawan yang masih berada di padepokan merasa pemisis untuk bisa menyusul Gunowo dan meminta bantuan kepadas Ki Ageng Sebrang Lanang agar dapat segara menyusul kakaknya dan dengan memanjatkan doa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Gunowo yang berjalan menuju ke utara Dusun Karanglo yang berupa daerah hutan kemudian merasa terkejut dengan keberadaan Gunawan yang tiba – tiba sudah berada di depannya. Betapa senangnya Gunawan. Gunawan beranggapan dengan bertemu kakanya akan menjadi jalan untuk mencapai cita – cita yang didambakan, namun hal ini berbeda dengan Gunowo yang beranggapan bahwa hal itu menjadi halangan dalam mencapai cita – citanya.
Yang mana kemudian Gunowo menyusun rencana dengan mengajak Gunawan untuk kembali ke Dusun Karanglo dan menyuruh untuk beristirahat disitu yang mana keesokan harinya Gunowo secara diam – diam pergi dan meninggalkan Gunawan.
Namun, Gunawan sudah mengetahui hal tersebut yang memang sejak malam tidak tidur agar tidak tertinggal oleh kakaknya. Gunowo yang sudah berangkat terlebih dahulu menyadari bahwa adiknya tidak pernah mudah menyerah.
Karena hal itu Gunowo ingin menyelesaikan permasalah tersebut dengan cepat yang mana Gunowo menunggu di Utara Dusun Karanglo. Tidak butuh waktu lama Gunawan sudah sampai dihadapannya dan menujukan sikap tidak menyenangkan.
Mereka beradu beradu argumentasi yang mana Gunowo menyuruh Gunawan untuk kembali ke Jipang Panolan sedangkan Gunawan ingin bergabung dengan Gunowo bahkan meminta surat tersebut untuk diantarkannya sendiri yang mana hal itu membuat Gunowo kesal dan marah.
Kedua saudara kembar tersebut sudah saling berhadap-hadapan dengan posisi bersiap bertempur untuk mempertahankan harga diri masing-masing. Kemarahan keduanya tak dapat dibendung lagi, pertempuran keduanya tidak bisa terelakan lagi.
Kedua adik kakak yang sama-sama sakti dan digjaya tersebut terlibat pertempuran yang sangat hebat, pertempuran keduanya banyak menggunakan kedigjaan masing-masing sehingga pertempuran tersebut memakan waktu berhari-hari.
Pergulatan keduanya banyak menimbulkan kerusakan daerah sekitar, daerah pertempuran tersebut dikenang sebagai daerah Mbandung, wilayah Dusun Mbandung yang berada didaerah Desa Medalem Kecamatan Senori Kabupaten Tuban. Mbandung dalam bahasa jawa kuno mempunyai makna medan pertarungan.
Pertempuran keduanya belum menunjukan tanda-tanda akan selesai. Kedua saudara kembar tersebut bertarung dengan mengerahkan semua kekuatan dan kedigjayaan masing-masing. Keduanya tidak ada yang mau menyerah, pertarungan tersebut menimbulkan banyak luka diantara keduanya.
Tibalah saatnya untuk mengerahkan kedigjayaan pamungkas untuk menyelesaikan pertarungan tersebut. Dengan kemampuan dan kedigjaan yang sama pertarungan tersebut menimbulkan akibat yang watak diantara keduanya. Mereka berdua berakhir dengan kematian keduanya “ sampyuh/ Gabluk”.
Nama Gabluk inilah yang menjadi cikal bakal nama Desa kablukan diambil dari kata gabluk artinya sama-sama kalah atau meninggal, Sedangkan Kablukan mempunyai arti tempat “sampyuh/Gabluk”.
Daerah pertempuran Gunowo dan Gunawan yang terjadi tidak jauh dari daerah pemukiman warga Dusun Karanglo, dan jenazah mereka berdua dimakamkan tidak jauh dari tempat mereka meninggal.
Kematian kedua ponakannnya tersebut membuat Ki Ageng Sabreng Lanang sangat sedih dan memutuskan untuk tinggal di Desa Kablukan sebagai bentuk penghormatan Gunowo dan Gunawan.
Simpati warga masyarakat terhadap keilmuan beliau meotivasi warga Dusun Karanglo untuk bergabung menjadi salah satu bagian Desa Kablukan, perkembangan Desa Kablukan sangat terlihat dibidang kebudayaan dan lainnya.
Ki Ageng Sabrang Lanang banyak membuat fasilitas yang bermanfaat bagi warga masyarakat. Salah satunya beliau menemukan sumber air tanah yang bisa digunakan masyarakat sebagai sumur untuk keperluan sehari-hari. Sumur tersebut dikenal dengan nama Sumur Gede. Tidak diketahui pasti tentang dimana Ki Ageng Sabrang Lanang dimakamkan dan bagaimana beliau meninggal.
Mengenai tradisinya menurut Nur Thohir (50) selaku Kapala Desa Kablukan menutukan bahwa yang masih ada yakni salah satunya Sedekah Bumi yang dilakukan di dua tempat yang berada di Dusun Krajan dan Dusun Karanglo yang dimulai setelah panen raya yang biasanya masyarakat mengingtinkan adanya wayang kulit.
“Tempatnya yang di Dusun Karanglo itu siangnya dimakam umum yang dulunya ada situs sejarahnya yang sekarang ada di museum kambang putih itu kalau siang kalau malamnya pindah di pemukiman warga di khususkan biasanya di halaman rumahnya Kadus. Kalau di Krajan ada satu tempat disitu ada sebuatane sumur gede dan disitu juga ada sumurnya,” Ujar Pria berusia 43 tahun tersebut. [Naw/Ali]