Reporter : Savira Wahda Sofyana
blokTuban.com – Santriwati korban dugaan pencabulan yang berinial M (14) di salah satu Lembaga Keagamaan di Kecamatan Plumpang, rupanya masih ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Korban sudah melahirkan seorang bayi berjenis kelamin laki-laki dan telah menikah siri dengan terduga pelaku yang berinisial AH (22).
Hal tersebut, diungkapkan oleh Ketua Komisi IV DPRD Tuban, Tri Astuti dari Fraksi Gerindra. Fakta ini, didapatkan setelah pihaknya melakukan konseling sekaligus motivasi terhadap anak di bawah umur yang baru saja melahirkan tersebut, dengan berkunjung ke kediamannya. Didampingi oleh Kabid P3A Dinsos Tuban, Lusiana beserta Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Tuban, Slamet Efendi.
“Kunjungan ke rumah kali ini dalam upaya pendampingan agar anak ini tetap memiliki percaya diri, tetap memiliki keinginan untuk sekolah dan agar tidak menjadi korban bulying. Sekaligus menjamin agar anak tetap bisa sekolah,” ungkap Tri Astuti dalam keterangan tertulis saat dikonfirmasi oleh blokTuban.com, Jumat (29/7/2022).
Artikel terkait :
- santriwati Korban Dugaan Pencabulan di Tuban Ternyata Murid Berprestasi dan Bercita-Cita Jadi Pramugari
- LBH KP Ronggolawe Desak Polisi Tangkap Terduga Pelaku Pencabulan Terhadap santriwati di Tuban
- Pondok Pesantren Tempat santriwati Tuban Korban Pencabulan Tak Miliki Izin Kemenag
- santriwati di Tuban Diduga Jadi Korban Pencabulan Putra Kiai Hingga Melahirkan, Orang Tua Takut Melapor
Melihat adanya keinginan dari korban untuk bisa kembali melanjutkan pendidikan, maka politisi Gerindra Tuban itu langsung melakukan koordinasi bersama Dinas P3A serta Dinas Pendidikan Kabupaten Tuban untuk mengupayakan jaminan pendidikan anak tersebut.
Sebab menurutnya, pendidikan anak harus terpenuhi dan jangan sampai putus sekolah dengan adanya permasalahan ini, hal tersebut sesuai dengan Peraturan Daerah (Perda) no 19 Tahun 2013 tentang perlindungan terhadap perempuan dan anak korban kekerasan.
Dalam Perda ini sendiri, bentuk perlindungan yang dimaksudkan adalah agar anak merasa aman. Baik untuk sementara maupun berdasarkan penetapan pengadilan jika ada kasus hukum di dalamnya. Dengan melakukan pendampingan seperti konseling, advokasi ataupun terapi.
“Yang bersangkutan masih ingin bersekolah sehingga saya melakukan koordinasi bersama Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Anak, serta Dinas Pendidikan agar mengupayakan jaminan pendidikan untuk anak ini,” paparnya.
Oleh karena itu, Astuti juga berpesan kepada Kabid P3A untuk terus melakukan konseling dan pendampingan bersama LPA dan konselor kecamatan yang didampingi pula oleh psikolog agar rutin melakukan pendampingan.
“Jangan sampai dia putus sekolah karena masa depannya masih panjang dan hak perlindungan serta hak pendidikannya juga harus terjamin,” imbuhnya. [Sav/Ali]