Cerita Warga Miskin Rawat Dua Anak Yatim

Reporter: Mochamad Nur Rofiq

blokTuban.com - Sandang (pakaian), pangan (makan), dan papan (tempat tinggal) merupakan kebutuhan primer manusia hidup di dunia. Jika salah satu belum terpenuhi bagaimana jadinya? Ya betul, jika semua itu tidak terpenuhi maka akan terjadi ketidakseimbangan dalam kehidupan.

Begitulah gambaran kehidupan seorang wanita yang merawat dua balita yatim yang ditemui blokTuban.com, Selasa (8/8/2017). Selama ini keluarga tersebut hidup serba kekurangan jauh dari sejahtera.

Wanita itu dalah Sringah (49). Nenek kelahiran 1968 silam itu harus menghabiskan hidupnya bersama suami dan dua cucunya di sebuah rumah tanpa pintu.

Keluarga Sringah hidup di sebuah desa wilayah selatan Kabupaten Tuban. Tepatnya di Dusun Dopyak, Desa/Kecamatan Bangilan RT.03/RW.08.

Sringah berkisah, selama ini dirinya menghuni sebuah rumah berukuran 18 meter persegi yang terdiri dari dua ruangan tanpa daun pintu. Di rumah berdinding bata, atapnya asbes inilah, ia membesarkan cucunya yang ditinggal sang ayah untuk selamanya.

"Untuk mengurangi rasa dingin di malam hari, suami saya memasang sebuah kain berukuran 2 meter," kisahnya dengan suara lirih dan mata berkaca-kaca.

Sejak pagi, Sringah belum makan. Untuk mengganjal perut kedua cucunya, ia berikan kerupuk uyel (tepung singkong) dan air putih.

Cucu sringah keduanya perempuan. Yang pertama bernama Zaskia usianya lima tahun sekolah di Taman Kanank-kanak (TK) dan yang kedua Naila berusia satu setengah tahun. Zaskia dan Naila ditinggal ayahnya sejak satu tahun lalu, akibat kecelakaan kerja di sebuah proyek di Surabaya.

Sri Pujiastutik anak Sringah atau ibu kedua balita itu, saat ini harus bekerja di perantauan untuk biaya hidup Naila dan biaya sekolah Zaskia. Sebab, jika hanya mengandalkan suami Sringah yang bekerja sebagai penjual es keliling, kebutuhan sehari-hari tidaklah cukup.

"Sudah biasa ndak makan, karena kalau belanja menunggu suami pulang jualan," imbuhnya lagi sambil mengusap tetesan air mata.

Pak Abu, suami Sringah bekerja sebagai buruh jual es krim yang dijual keliling dengan menggunakan sepeda angin. Sayangnya, saat bT sebutan blokTuban.com berkunjung ke rumahnya, ia sudah keluar.

Menurut pengakuan Sringah, setiap hari jualan, pak Abu pulang membawa uang Rp20 ribu hingga Rp35 ribu. Jika sehari saja tidak jualan, dapurnya sudah pasti tidak akan mengepul.

"Seperti kemarin ini, Senin (7/8/2017) suami tidak jualan, pagi tadi tidak masak," sergah ibu dua anak tiga cucu itu.

Dalam benak Sringah, ia mengaku ingin bekerja. Namun, karena merawat dua cucu ia hanya bisa pasrah dan berdoa sang suami tetap sehat agar bisa terus bekerja.

Kepada wartawan media ini, Sringah bercerita cita-citanya segera tercapai. Di antaranya ia ingin cepat memiliki daun pintu rumah, dipan, kamar dan sumur.

Sebab selama ini keluarga Sringah tidur beralaskan karpet di satu ruangan dengan ruang tamu. Untuk bisa mandi, minum, dan mencuci harus mengambil air dari sumur tetangga.

"Pernah dititipi dipan tetangga dengan maksud untuk dibeli. Namun ketika ibunya anak-anak pulang tidak bawa uang, tidak bisa bayar dan dipannya diambil lagi," tutur Sringah saat ditemui blokTuban.com di ruang tamu sekaligus kamar tidur.

Kini Sringah hanya bisa berharap keberuntungan menghampiri hidupnya. Cita-cita ingin memiliki usaha sambil merawat kedua cucunya semoga cepat terkabul. [rof/rom]