Reporter : Dwi Rahayu
blokTuban.com - Pulau Jawa, salah satu pulau di Indonesia, memiliki potensi bencana geologi besar. Dengan jumlah penduduk mencapai 50 persen dari total penduduk Indonesia, pulau ini menjadi daerah yang rentan terhadap bencana.
Menurut Nuraini Rahma Hanifa dari PRKG BRIN, pemetaan sesar aktif di Pulau Jawa menunjukkan peningkatan signifikan. Pada 2010, terdapat enam sesar aktif, angka ini meningkat menjadi 31 sesar aktif pada 2017, dan melonjak menjadi sekitar 75 sesar aktif pada 2024.
"Gempa adalah kejadian yang tidak dapat diprediksi dan tidak terjadi secara teratur setiap tahun. Namun, setiap kali terjadi, gempa selalu menimbulkan korban jiwa yang signifikan," ujarnya dikutip dari laman resmi BRIN, Kamis (11/4/2024).
Pemetaan patahan aktif pada tahun 2017 mencatat sebanyak 295 patahan, sedangkan pada tahun 2024 telah diputakhirkan menjadi sekitar 400 sumber gempa. Ini berarti sekitar 200 juta penduduk Indonesia bisa mengalami goncangan gempa dengan intensitas magnitudo 6 ke atas, atau sekitar 77 persen dari total penduduk. Ada juga sekitar empat juta jiwa yang tinggal di atas patahan atau sesar.
Mitigasi bencana merupakan strategi untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh bencana. Selain pemetaan sesar aktif, strategi mitigasi bencana juga meliputi peningkatan kesadaran masyarakat akan potensi bencana dan penciptaan sistem peringatan dini yang efektif.
Perencanaan tata ruang yang mempertimbangkan potensi bencana dan meminimalkan kerentanan terhadap bencana juga penting. Dengan pemetaan sesar yang akurat dan strategi mitigasi bencana yang tepat, pemerintah dapat mempersempit area rawan bencana dan menggunakan data pemetaan sebagai landasan dalam kebijakan mitigasi bencana.
"Kesadaran dan partisipasi aktif masyarakat dalam upaya mitigasi bencana juga merupakan kunci dalam meminimalkan dampak bencana di Pulau Jawa," katanya.
Peneliti PRKG BRIN lainnya, Sonny Aribowo, mencatat bahwa rangkaian perbukitan dan pegunungan yang melintasi Pulau Jawa menunjukkan kemungkinan adanya sesar.
"Saat memperhatikan perbukitan, kita bisa melihat indikasi terdapatnya patahan di area tersebut. Ada juga perubahan arah aliran sungai. Ini jelas menunjukkan adanya pergeseran oleh aktivitas tektonik," ujar Sonny.
"Kami akan memetakan daerah-daerah patahan aktif berdasarkan temuan-temuan ini," tambahnya.
Memetakan patahan aktif di Pulau Jawa menjadi tindakan penting untuk mengenali dan mencatat wilayah-wilayah yang mungkin terkena dampak gempa bumi. Langkah ini didukung oleh bukti-bukti adanya sesar dalam bentuk perbukitan dan pegunungan yang membentang di pulau tersebut.
Dengan memetakan daerah-daerah patahan aktif, pemerintah dapat mengetahui wilayah mana yang perlu dipantau dengan lebih cermat dan menerapkan langkah-langkah mitigasi yang sesuai.
Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan BMKG, Rahmat Triyono, menambahkan bahwa identifikasi sesar aktif maupun sesar yang belum terpetakan juga dapat dilakukan melalui monitoring gempa mikro, menggunakan jaringan seismograf BMKG.
"Mengidentifikasi patahan aktif dengan menganalisis gempa mikro adalah salah satu langkah dalam usaha untuk mengurangi risiko bencana gempa bumi. Dengan demikian, diharapkan semua sumber gempa darat dapat dipetakan dengan lebih baik," ungkapnya.
Rahmat Triyono menekankan pentingnya melakukan verifikasi lapangan atau survei pemetaan melalui kerja sama antar lembaga seperti BRIN, BMKG, dan perguruan tinggi. Hal ini diperlukan untuk mengkonfirmasi adanya potensi sumber gempa bumi di lokasi sesar yang belum terpetakan.
Pemetaan sesar aktif di Pulau Jawa menjadi topik hangat setelah terjadinya gempa bumi di Cianjur pada tahun 2022, Sumedang pada tahun 2023, dan terakhir gempa bumi di Bawean pada tahun 2024. Ketiga gempa tersebut terjadi di sesar yang belum terpetakan dan di wilayah yang tidak diperkirakan akan mengalami gempa. [Dwi/Ali]