Dua Versi Asal Usul Desa Klotok dan Makam Mbah Ngali yang Terjaga

Reporter : Muhammad Nurkholis

blokTuban.com - Penamaan sebuah daerah tak pernah lepas dari sebuah histori panjang di belakangnya, seperti halnya dengan beberapa daerah yang ada di Kabupaten Tuban. Nama Tuban sendiri konon ceritanya berasal dari sejarah Watu Tiban, ataupun Plumpang yang berasal dari nama Alu dan Lumpang.

Masih di kecamatan Plumpang terdapat sebuah desa yang bernama Klotok. Desa tersebut termasuk salah satu desa yang unik dalam penamaannya, karena melihat dari berbagai nama-nama desa disekiranya yang berakhiran rejo, seperti Desa Kedungrejo, Bandungrejo, Plandirejo, dan Sembungrejo, Plumpang. 

Dalam sejarahnya, penamaan Desa Klotok terdapat dua versi. Pertama ada yang meyakini desa ini dulunya terdapat banyak tengkorak manusia (klotokan) yang di temukan di daerah Klampok. Untuk saat ini keberadaan tengkorak itu tidak di temukan lagi. Hingga sekarang tidak diketahui dengan pasti apakah tempat tersebut pembuangan mayat, yang pasti disitu terdapat beberapa makam.

Versi kedua ada juga yang meyakini bahwa dulunya di Desa Klotok di huni oleh masyarakat dari pelarian Majapahit dan sangat kental atas pengaruh ajaran terdahulu serta orang-orang yang bandel (kolot tok) yang menjadikan Mbah Ngali kesulitan dalam mensyiarkan agama Islam

Cerita dari Kusyaini (49), Kasi Pemerintahan Desa Klotok kepada blokTuban.com, Minggu (24/4/2022), bahwa dua cerita tersebut masih meninggalkan bukti yaitu terdapatnya makam Mbah Ngali di Desa Klotok

"Makam itu yang masih terawat dan terjaga sampai sekarang," terang Kusyani.

Berdasarkan literatur buku sejarah Tuban terbitan tahun 1974 pengarang R. Irchamni dan selayang pandang Desa Klotok, bahwa Mbah Ngali disebut memiliki nama lain seperti Ali Mahmud Wijoyo dan Ali Syidin Panotogomo. Mbah Kyai Ngali masyarakat Klotok menyebutnya, konon merupakan prajurit Mataram yang mengalami kekalahan perang dari Belanda. Mbah Ngali kemudian mengasingkan dirinya dan menyamar dari kejaran Belanda sembari menyiarkan Islam dan sampailah di Klotok. 

Sama dengan cerita yang diungkapkan Pemdes Klotok, bahwa konon dulunya warga Klotok sangat fanatik (kolot) dengan agama nenek moyang yaitu Hindu dan Budha dan Mbah Kiai Ngali terus berjuang berdakwah hingga tutup usianya dan dimakamkan di Dusun Lingit, Desa Klotok. Secara geografis, Desa Klotok sebelah utara berbatasan dengan Desa Magersari, timur Desa Kedungsoko, barat Desa Bandungrejo, dan selatan berbatasan langsung dengan Sungai Bengawan Solo.  

Secara topografis Desa Klotok merupakan daerah dataran rendah dengan penggolongan tanah datar. Iklim di desa ini berdasarkan data dari Stasiun Pencatat Curah Hujan Kecamatan Plumpang selama 10 (sepuluh) tahun terakhir (2005 – 2015) termasuk iklim tipe C3 (Oidelman). 

Sedangkan untuk pembagian wilayah Desa Klotok ada empat dusun yaitu Lingit, Klotok, Dolok, dan Landean. Memiliki 52 RT dan 9 RW, Desa Klotok memiliki luas 860 Hektare dan termasuk daerah agraris dengan luas lahan pertaniankurang lebih 80 % dengan luas 645 Hektare. 

Tak heran, bila mayoritas masyarakat Desa Klotok berprofesi sebagai petani dan salah satu daerah penyumbang pangan wilayah Jawa Timur. Petani di Desa Klotok bersifat mandiri dan terorganisir serta partisipatif, yang mempunyai beberapa organisasi seperti Gapoktan Tani Manunggal dan HIPPA Subur Makmur. [Nur/Ali]