Hadapi Bahan Pokok Mahal, Begini Cara Pelaku UMKM Tuban Mengatasinya

Reporter : Savira Wahda Sofyana

blokTuban.com - Harga sejumlah komoditas bahan pokok yang melonjak beberapa minggu belakangan ini, sangat berdampak besar terhadap keberlangsungan hidup masyarakat, terutama para pelaku usaha makanan. 

Para pelaku usaha makanan tersebut menggantungkan keberlangsungan usahanya dari bahan-bahan pokok seperti minyak goreng, tepung, cabai, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, melonjaknya harga-harga pangan sangat berpengaruh terhadapnya. 

Salah satu pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang ikut terdampak adanya bahan pokok mahal ialah Lilis Supartini, Owner Dapur Desa yang menjual berbagai makanan instan setiap harinya. Untuk meminimalisir kerugian, Lilis sapaan akrabnya menghadapinya dengan cara mengurangi takaran atau kemasan produk yang ia jual. 

“Kemarin sambal bawangnya saya jual 200 gram, sekarang saya turunin kemasannya tapi harganya tetap sekarang jadi kemasan yang 150 gram, kalau produk lain insyaallah masih dapat,” ungkap Lilis kepada blokTuban.com, Minggu (27/2/2022) saat ditemui di rumah produksinya. 

Perempuan asal Desa Trutup, Kecamatan Plumpang itu, selain menjual sambal bawang juga menjual berbagai produk makanan instan kemasan lainnya seperti, kentang pedas manis, nugget ayam wortel, kering tempe kacang teri, hingga sambal pecel. 

Tidak hanya mengurangi takaran dari kemasan sambal instan karena cabai mahal, ibu dari dua orang anak ini juga menyiasati mahalnya minyak goreng dengan sedikit menaikkan harga produk makanannya. Contohnya kentang pedas manis semula harganya Rp12 ribu, kini menjadi Rp13 ribu saja.

Hal ini ia lakukan lantaran proses pembuatan kentang pedas manis miliknya, membutuhkan banyak minyak goreng. Untuk menghemat minyak goreng Lilis juga menyiasatinya dengan cara yang cukup unik. 

Yaitu setelah ia membuat atau menggoreng kentang, maka selanjutnya ia akan menggunakan minyak yang sama untuk menggoreng tempe, hal itu dilakukan agar lebih menghemat minyak goreng karena masih layak dipakai kembali. 

“Meskipun dapatnya cuma sedikit tapi nggak jadi masalah masih merintis soalnya,” ucap perempuan ramah tersebut. 

Selain itu, Lilis juga mengungkapkan naiknya harga bahan pokok tersebut sudah bisa diprediksi sebelumnya. Lantaran biasanya naiknya harga bahan pokok selalu saja mendekati hari-hari besar, seperti halnya yang terjadi menjelang tahun baru beberapa waktu yang lalu. 

Perempuan bercadar ini, bercerita ia tidak pernah mengantri minyak goreng di swalayan lantaran khawatir jika barangnya habis. Dengan demikian, ia lebih memilih untuk membeli minyak di toko-toko klontong meskipun harganya lebih mahal. 

“Saya beli di toko-toko saja kalau beli di swalayan biasanya habis, kemarin dapat minya satu liternya Rp20 ribu lebih mahal,” katanya. 

Kenaikan bahan pokok, diakui Lilis tidak berpengaruh terhadap penjualannya. Masyarakat lebih memilih untuk membeli makanan secara instan karena lebih praktis dan murah dibandingkan membuat sendiri. Dengan demikian, Lilis berharap jika bahan baku yang naik harganya bisa kembali turun dan stabil dipasaran. [Sav/Ali]