Kue Putu, Jajanan Tradisional yang Sering Dicari Saat Musim Hujan

Reporter: Dina Zahrotul Aisyi

blokTuban.com - Siapa yang tidak mengenal kue putu? Jajanan tradisional yang terbuat dari tepung beras, gula merah, dan parutan kelapa tersebut masih digemari sampai sekarang karena cita rasanya yang khas, yakni perpaduan antara manis dan gurih.

Meskipun banyak yang mengira bahwa kue putu adalah jajanan asli Indonesia, ternyata kue putu sendiri berasal dari Tiongkok. Bedanya putu asal Indonesia menggunakan isian gula Jawa. Sedangkan putu yang berasal dari Tiongkok menggunakan isian kacang hijau.

Pedagang kue putu juga tersebar di berbagai daerah. Biasanya para pedagang kue putu tradisional yang ditemui berkeliling menjual putu dengan menaiki sepeda motor, sepeda onthel atau bahkan masih ada yang menggunakan pikulan.

Salah satu penjual putu keliling yang masih menggunakan pikulan adalah Ranto. Pria berusia 60 tahun tersebut setiap harinya berkeliling menjajakan putu mulai dari rumahnya di kawasan Karangwaru, ke arah Baturetno, Sendangharjo, Kawatan, dan seringkali ke arah Desa Bejagung.

“Kelilingnya tapi nggak mesti arahnya, seringnya keliling Bejagung, Baturetno, sampai Kawatan. Kadang juga mampir di Madrasah,” terangnya ketika ditemui blokTuban.com, Kamis (14/10/2021).

Kue putu yang dijual Ranto seharga Rp 2000 per tiga potongnya. Pria asal Solo tersebut menjelaskan bahwa cara membuat kue putu cukup mudah dan bahan yang digunakan juga tidak banyak, yakni tepung beras, gula merah, dan kelapa.

“Berasnya digiling, nanti jadi tepung, kemudian didhang pakai panci dulu. Terus ini dikukus lagi sama diisi gula merah,” jelas Ranto sembari mengukus kue putu ke dalam wadah yang berupa potongan-potongan bambu dan mengeluarkan bunyi nyaring.

Ranto mengaku baru berjualan kue putu selama dua tahun di Kabupaten Tuban, akan tetapi sebelumnya yakni ketika di Solo, Jawa Tengah juga sudah pernah berjualan kue putu. Ia juga mengeluhkan bahwa pelanggan kue putu saat ini sedang sepi, selain karena dampak pandemi yang belum usai juga karena cuaca yang sedang musim kemarau.

“Ini karena sedang panas jadi sepi, kadang kalau lagi musim hujan itu ramai yang cari putu. Lumayan berpengaruh juga cuaca,” terangnya.

Dengan membawa adonan kue putu sebanyak 2,5 kilogram tiap harinya, Ranto mulai berkeliling Tuban dari pagi hingga sore hari. “Biasanya jam 8 atau setengah 9 berangkat dari rumah, pulangnya sore, alhamdulillah kadang habis, kadang ya masih sisa kalau sepi,” pungkasnya. [Dina/sas]