Reporter: Mochamad Nur Rofiq
blokTuban.com - Kakek berusia 75 tahun itu pensiunan juru potong di Rumah Pemotongan Hewan (RPH)/Kecamatan Jatirogo. Masrukin, itulah namanya. Saat blokTuban.com berkunjung di kediamannya, kakek itu tampak masih trengginas membersihkan lingkungan tempat ia mengabdi pada negara dulu selama 22 tahun.
"Di tempat ini dulu saya bekerja," ujar kakek Rukin, orang menyapa, sembari memperlihatkan RPH yang mulai reot itu.
Dengan berbekal sapu lidi ditangan tanpa baju ditubuhnya, keringat bercucuran menyambut kedatangan wartawan bT, Sapaan blokTuban.com dengan senyum khasnya. Sekitar lima belas menit berbincang menceritakan pengabdianya sebagai juru potong hewan.
Sesekali sambil menepuk badan awak media blokTuban, seraya tersenyum sipu membeberkan suka duka yang telah dilewati selama bekerja. Selama enam tahun, Kakek Masrukin pernah bekerja tanpa digaji. Sejak tahun 1977 ia mulai mengabdikan dirinya di RPH Kecamatan Jatirogo. Selama bekerja di RPH itu, waktunya orang tidur ia harus bergegas bangun dengan menenteng golok, bak Jawara mau tarung. Bukan bermaksud mencari mangsa untuk dibunuh, melainkan ia harus melayani dua penjagal terbesar di Jatirogo guna memotong hewan dagangannya.
"Yang namanya kerja ya harus rajin, walau jam dinding menunjuk angka 00.00 WIB, waktunya bangun ya bangun," tutur pensiunan PNS di Dinas Peternakan Tuban itu.
Setiap malam ia hampir tak nyenyak tidurnya, bekerja tak kenal waktu namun gaji tak ada. Ia pun juga pernah putus asa untuk gantung goloknya. Namun, sang kakek tak membiarkan ia putus asa. Dengan semangat dari keluarga akhirnya kakek Masrukin tetap bertahan selama 6 tahun sebelum diangkat sebagai PNS.
"Kalau dulu jagal hanya ada dua, kalau memotong hewan banyak-banyak," imbuhnya.
Lebih lanjut, kakek tua renta itu menceritakan, dalam satu malam golok miliknya paling sedikit menebas leher sapi sebanyak 5 ekor dan kambingnya 10 ekor. Ia mulai mengasahkan golok hingga memotong sapi dan kambing siap di bawa kepasar, sebelum matahari terbit semua sudah terselesaikan.
Keadaan ekonomilah yang membuat suami dari Siti Khamidah ini nekat dan terus bekerja demi mengumpulkan pundi-pundi rupiah dari penghasilan upah potong hewan. Uang hasilnya ia gunakan untuk menafkahi keluarganya di rumah dan mebiayai putranya sekolah.
Setiap hari bapak dari 6 anak ini bangun ketika orang-orang masih mendekur di atas ranjang. Dia sudah siap dengan golok untuk memotong hewan yang di bawa para jagal di RPH. Terus dan terus setiap hari ia melakunya, terkadang sesekali juga harus mengolah pekarangan di sekitar RPH. Tidak seperti sekarang air mudah tinggal putar keran, dulu ia juga harus memikul tong berisi air dari sungai di belakang RPH sekitar 50 meter, untuk membersihkan hewan.
"Alhamdulillah Tuhan maha pemurah, dengan pengorbanan dan pengabdian bisa mengantar hidup saya jadi begini, anak sudah sukses hingga purna juga masih sehat," tuturnya. [rof/ito]