Reporter: Dwi Rahayu
blokTuban.com - Menjadi kepuasan tersendiri yang tidak dapat dibeli ketika menempatkan hukum sebagaimana mestinya. Itulah yang menjadi kekuatan Vira Meyrawati Raminta berusaha sekuat tenaga dalam menjalani profesinya. Perempuan yang lahir dan berdomisili di Sidoarjo ini mengklaim mendedikasikan diri sebagai advokat sepesialis kekerasan anak dan perempuan dan menangani beberapa kasus di Tuban. Lantas bagaimana perjalanan Vira selama di Tuban?
Terhitung sekitar delapan bulan ini Vira yang digandeng Koalisi Perempuan Ronggolawe (KPR) terlibat dalam penanganan kasus kekerasan yang dialami anak dan perempuan. Selama ini pula ia kerap keluar masuk pengandilan di Kabupaten Tuban.
Ditemui blokTuban.com di Kantor KPR, anak ketiga dari empat bersaudara tersebut berusaha memastikan kebenaran berbanding lurus dengan hukum yang dijunjung di negara ini. Hukum harus berbicara sesuai persoalan dan berdiri di atas kepentingan apapun kecuali kebenaran.
"Selama proses di pengadilan, untuk jasa pengacara gratis dengan syarat dan ketentuan berlaku," ujar Vira kepada blokTuban.com.
Melalui sorot mata tegas, ia berkata bisa saja menjadi pengacara profit yang berorientasi pada rupiah. Namun, baginya pandangan yang demikian sudah terlampau maistream. Baginya membantu penangan kasus agar nantinya dapat memberdayakan perempuan dan anak mendapat hak mereka.
Ia mengaku lebih menikmati profesi yang mampu memberi kepuasan batin. Dengan begitu ia bebas tanpa harus didikte klien dengan alasan sesuai kesepakatan pembayaran. Menjadi berbeda ketika satu tujuan, keadilan, menjadi prioritas bersama atas nama hukum.
"Ketika saya bisa membantu orang jauh lebih menyenangkan walau tidak ada duitnya. Sehingga orang yang tidak mengerti dan tidak paham hukum itu akhirnya paham. Saya cuma pingin walau orang tidak punya duit bisa mengakses hukum," terang perempuan lulusan Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara tersebut.
Sejauh menjadi pengacara praktik khusus kekerasan anak dan perempuan terhitung lebih dari satu dekade ia jalani, tepatnya 11 tahun ini. Karena hubungan dan berjejaring dengan aliansi pergerakan perempuan dan anak, sehingga ketika terdapat isu berkaitan akan dikomunikasikan dengannya.
Ditanya terkait pilihan mendedikasikan diri terhadap hukum ia memang sengaja mengkhususkan diri menangani kasus perempuan dan anak. Ia tidak menerima kasus selain itu terlebih klien laki-laki.
"Bantuan jasa pengacara untuk korban (anak dan perempuan, red) di KPR pun yang dibantu harus ada basic (dasar, red) kekerasan," kata Vira begitu ia disapa.
Informasi yang dihimpun blokTuban.com, sejak Januari 2016 hingga per Agustus 2016 ini masalah yang menimpa perempuan dan anak dari KPR terdapat 89 kasus. Kendati demiikian, tidak serta merta semua kasus harus diselesaikan melalaui Pengadilan Negeri (PN) dan Pengadilan Agama (PA). Ketika kasus tersebut cukup diselesaikan dengan kekeluargaan, hanya dibutuhkan mediasi. Dari jumlah kasus tersebut, yang ditangani Vira sekitar 50 kasus.
Kekerasan sendiri cukup bermacam kata Vira. Kekerasan dapat berupa melukai fisik, psikis, ekonomi dan seksual. Kasus yang terjadi kalangan masyarakat seperti ketika perempuan tidak dinafkahi sekian tahun atau anak diterlantarkan bisa dilaporkan.
"Saya banyak membantu di Pengadilan Agama, jadi baik perempuan yang mengajukan atau digugat cerai laki-laki, kita juga mendampingi," kata perempuan kelahiran 1980 tersebut.
Ia menceritakan bagaimana awalnya ketika berkaitan hukum menjadi momok menakutkan di mata masyarakat. Ketika ia mengalami kejadian di kepolisian, di mana orang yang tidak punya duit akhirnya tidak bisa berbuata apa-apa.
"Anggapan orang ketika lapor ke kepolisian kalau hilangnya ayam bisa menjadi kambing, itu saya tidak mau. Jadi orang yang tidak punya duit harus mendapat layanan hukum dan diperlakukan sama dengan yang punya duit, jangan dibedakan!," tandasnya.
Dengan demikian, ia melalui lembaga yang memiliki payung hukum jelas berharap membantu meringankan beban di tengah masyarakat. Orang yang tigak punya bisa mengakses hukum, semisal terdapat kasus cabul, hukuman harus dimaksimalkan.
"Mau dinego berapa pun ya tidak bisa, kalau sudah memang waktunya dihukum ya dihukum," pungkasnya. [dwi/col]