Siapa yang tidak mengenal Desa Rahayu, Kecamatan Soko, Kabupaten Tuban. Desa yang berbatasan dengan Kecamatan Rengel tersebut mempunyai kandungan Minyak dan Gas Bumi (Migas) melimpah. Wajar saja jika sudah cukup lama operator Blok Migas Tuban, Joint Operating Body Pertamina-Petrochina East Java (JOB P-PEJ) melakukan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam (SDA) berupa minyak dan gas. Bahkan, selain JOB P-PEJ ada perusahaan besar lain menggarap produksi gas ikutan dari Lapangan Mudi, yakni PT Gasuma Federal Indonesia (GFI).
Reporter: Dwi Rahayu/M.A. Qohhar
blokBojonegoro.com - Terkenal dengan SDA minyak dan gas, tetapi tidak semua warga bertumpu pada industri terbatas tersebut. Masyarakat Desa Rahayu ternyata mempunyai keahlian khusus yang telah turun temurun diwariskan oleh orang tua. Tidak tanggung-tanggung, hampir 80 persen rumah di desa tersebut bisa mengayam bambu. Kegiatan tersebut hanya sampingan, tetapi bisa menopang ekonomi keluarga untuk sekadar menambah beli kebutuhan dapur agar tungku tetap mengepul. Bahkan ada yang dipakai untuk akses utama pemasukan rumah tangga.
Berbagai jenis kerajinan dari bambu bisa dikerjakan warga, mulai tempat tembakau di pabrikan atau disebut besek, kepang, ekrak hingga perabotan dapur semisal tompo, kalo, boran dan lain sebagainya. Juga bisa membuat widik yang dipakai menjemur tembakau atau krecek krupuk. Bahkan, kerajinan yang butuh ketelitian khusus, sebut saja tempat tisu, vas bunga, hingga tempat payung, bisa diselesaikan dalam waktu yang singkat.
Dari lima dusun yang tercatat, masing-masing Dusun Kayunan, Sarirejo, Gandu, Delik dan Mudiharjo, terbesar pengrajin ada di Kayunan. Setiap rumah jamak ditemui bambu yang telah dibelah dan dibilah tipis, warga menyebut iratan. Juga tampak warga menganyam dengan cekatan, bilahan bambu menjadi besek ukuran jumbo. Di sekitar rumah, salah s
Mirah, 38 RT 4/RW 4, Dusun Kayunan, Desa Rahayu, Kecamatan Soko, salah satunya. Ia beserta suaminya Abdul Kholiq (45) sudah sejak muda menekuni kerajinan tangan yang khas tersebut. Dalam seminggu, jika tinggal menganyam dan bahan telah terbelah tipis, maka bisa menjadikan 20 buah atau 10 pasang, tubuh dan tutup besek dengan diameter 70 centimeter dan tinggi total keseluruhan satu pasang 1,4 meter.
"Harga per besek Rp4.500 atau Rp90.000 untuk 10 pasang (10 tubuh dan 10 kepala besek). Harganya lebih mahal sedikit, yakni Rp130.000 untuk 10 pasang yang ukuran panjang," kata Mirah kepada blokTuban.com di rumah bagian belakang yang berlantai tanah.
Ibu tiga anak tersebut menerangkan, jika kepandaiannya menganyam telah didapatkan dari orang tua dan bahkan si mbah. Kegiatan rutin itu dilakukan untuk membantu suami mencari nafkah. Sebab, setiap hari suami membuka usaha di rumah dan dengan kepandaiannya menganyam bisa mendapat tambahan pemasukan. "Hasil uangnya bisa dipakai membeli bumbu dapur, sebab juga tidak seberapa besar," terangnya dengan mengusap peluh yang mulai membasahi kening dan pipinya.
Tidak jauh dari rumah Mirah, Sunggar (63) beserta istri dan anak-anaknya juga menganyam bambu. Bedanya, Sunggar menggantungkan ekonomi keluarga sejak muda dari kerajinan tersebut. Sehingga, mulai pagi sampai larut malam, ia sibuk membelah bambu yang masih utuh menjadi potongan kecil, setelah itu mengirat sampai tipis dan mengeringkan. Jika telah siap, maka proses menganyam dilakukan dan sehari bisa mendapat dua hingga tiga pasang besek diameter 75 centimeter.
"Bagaimana lagi, hidupnya mulai kecil telah menganyam. Tidak punya sampingan lain, hidup keluarga bergantung pada olahan bambu itu," tambahnya.
Kakek empat cucu itu selama ini mengambil bambu dari pengepul Lasmijan, termasuk proses menyetor hasil beseknya. Dengan cara bagi hasil sesuai dengan harga bambu dan penjualan besek ke rekanan. Rata-rata, satu bambu sepanjang sekitar 15 meter dihargai Rp15.000 sampai rumah. Dan jika bagus bisa menghasilkan 4 pasang besek atau 8 badan dan tutupnya. Dalam sehari jika dibuat rata-rata dari besek cuma mendapatkan antara Rp10.000 sampai Rp15.000.
"Oleh karena itu, limbah bambu yang tidak terpakai besek saya jadikan kerajinan lain, seperti ekrak untuk membuang sampah, tompo dapur dan lain sebagainya," tegasnya.
Dengan model seperti itu, ia bisa menambah penghasilan per minggunya. Bahkan cukup lumayan dibandingkan hasil menganyam besek. Bahkan, jika ada bambu sendiri, bisa memproduksi widik pesanan dari pasar Grabagan dengan herga per biji Rp10.000. "Seperti saat ini, saya mendapatkan pesanan 1.000 widik dari pembeli, dan tengah proses menganyam," lanjutnya.
Bergantung Pada Cuaca
Mirah dan Mbah Sunggar bisa memproduksi bagus jika kemarau datang. Sebab, cuaca panas cukup membantu mengeringkan bahan mentah sebelum dianyam. Berbeda jika kemarau, yang membutuhkan beberapa hari agar iratan bambu siap untuk dimodifikasi menjadi besek dan kerajinan lain. Tidak hanya itu saja, konsumen yang kebanyakan pabrikan tembakau membutuhkan banyak besek saat kemarau datang.
"Ketika kemarau, harga juga sangat bagus. Karena permintaan banyak dan butuh cepat," kata Mirah, warga Dusun Kayunan, Desa Rahayu, Kecamatan Soko, Kabupaten Tuban.
Jika kemarau datang, dirinya beserta suami akan banyak mendapatkan droping bambu dari pengepul untuk dijadikan besek. Sebab, pabrikan semisal Gudang Garam, Djarum, Bentoel dan lain-lain membutuhkan kiriman besek banyak. Hal itu seperti dikatakan salah satu pengepul terbesar di Desa Rahayu, Lasmijan (58) asal RT 4/RW 4. "Permintaan cukup tinggi, berapapun bambu yang datang, biasanya tetap akan diambil oleh pabrikan," sambungnya.
Sampai saat ini, total ada 40 rumah yang rutin menyetor besek ke Pak Jan, panggilan akrab warga sekitar. Sedang untuk yang kontrak bagi hasil dan diberi modal bambu terdapat 15 rumah. Setiap minggu, dirinya biasanya mendapat setoran dari warga sampai 600 besek atau 300 badan dan 300 tutup. Sedangkan sekali mengambil, pabrikan biasanya sampai 1.200 biji, dan permintaan bertambah besar saat kemarau datang atau tiba saatnya pengepakan tembakau rajangan.
"Harga jual 10 pasang, badan dan tutup, dibeli Rp115.000 atau perbiji Rp5.750. Itu diambil ke tempat dengan biaya akomodasi ditanggung pabrikan tembakau," tambah Pak Jan.
Suami dari Yasmi (59) itu menerangkan, jika dalam seminggu ketika kemarau dirinya bisa menyetor dua hingga tiga kali. Masing-masing satu kiriman 1.200 biji atau 600 pasang besek. Itupun dengan harga lebih mahal, per 10 pasang bisa Rp150.000. Usaha pengepul besek telah ia jalani sekitar 20 tahun lebih dan di Desa Rahayu ada lebih dari lima orang yang jadi tengkulak.
"Kita mendapatkan barang dari luar Tuban, dan kebanyakan bambu Bojonegoro. Seperti asal Kecamatan Sukosewu, Balen dan Kanor," tegasnya. Perbiji, ia membeli Rp14.000 dari penyuplai bambu dan ditambah lagi ongkos kuli Rp1.000 per lonjor. Sehingga sampai di warga Rp15.000. Dirinya mengambil untung sedikit dari menjual ke pembeli luar atau pabrikan.
Terbantu Adanya JOB P-PEJ
Lebih dari 80 persen total rumah yang dihuni warga Desa Rahayu, bisa mengkreasi bambu menjadi kerajinan unik. Namun, selama ini warga lebih memilih produk yang cepat menghasilkan uang, walaupun cukup minim jumlahnya. Padahal, jika dijadikan aneka kreativitas seperti tempat tisu, tikar penutup rumah, vas bunga, dan lain sebagainya, harga jual pasti bertambah tinggi.
"Ya, kebanyakan dibuat besek untuk dijual ke pengepul dan selanjutnya disetor ke pabrikan semisal GG, Djarum hingga Bentoel. Harga tidak bisa tinggi," kata Kades Rahayu, Kecamatan Soko, Sukisno.
Pihak desa telah melakukan serangkaian upaya, salah satunya dengan mengumpulkan para pengepul atau tengkulak. Hal itu dimaksudkan untuk sedikit menyeragamkan harga dan mempunyai daya tawar ke pabrikan tembakau. Namun, karena ego yang cukup tinggi dan kepentingan individu, akhiranya tidak jalan. Dari banyak pengepul tinggal beberapa saja yang bertahan dan terbesar didominasi Lasmijan.
"Dengan kerja keras, sehari warga bisa mendapatkan dua buah besek dan pemasukan sekitar Rp10.000 hingga Rp15.000. Jumlah tersebut bisa cepat, karena kebutuhan di pengepul untuk disetor ke pabrikan," jelasnya.
Namun, jika dijadikan tempat tisu, vas bunga, dan lain-lain, perlu marketing dan juga waktu lama menjual. Jadi, warga keburu membutuhkan uang. Jadi, di Rahayu persoalan yang muncul adalah pandangan masyarakat terkait dengan kerajinan yang detail, namun mendapatkan uangnya lambat.
"Bantuan operator Blok Migas Tuban, JOB P-PEJ telah begitu besar, terutama uuntuk meningkatkan kapasitas warga," sambung Pak Kis, panggilan akrabnya. [mad]
TENTANG DESA RAHAYU
- Nama Desa: Rahayu
- Kecamatan: Soko
- Kabupaten: Tuban
- Luas Lahan: 206.488
- Perusahaan besar: JOB P-PEJ dan PT Gasuma
- Jumlah penduduk: 3.818
- Laki-laki 1.923 dan perempuan 1.895
- Belum/Tidak bekerja: 725 orang
- Petani/Berkebun: 755 orang
- Pelajar: 659 orang
- Belum tamat SD/MI: 637 orang
- Pendidikan hanya Tamat SD/MI: 1.238 orang
- Pendidikan tamat SMP/MTs: 561 orang
- Pendidikan tamat SMA/MA/SMK: 364 orang
- Lulus tingkat perguruan tinggi: 52 orang