Penulis : Leonita Ferdyana Harris
blokTuban.com – Sumurcinde merupakan salah satu desa yang tergabung dalam Kecamatan Soko, Kabupaten Tuban dengan jumlah penduduk terdata di RPJM kurang lebih sebanyak 4400-an dengan pembagian wilayah menjadi 3 dusun yaitu Maner, Warang, dan Plumpung, Senin (20/11/2023).
Desa dengan mayoritas pekerjaan penduduk bekerja sebagai petani ini berbatasan langsung dengan Desa Nguruan di sebelah utara, Desa Bangunejo di sebelah selatan, Desa Rahayu di sebelah timur, dan Desa Jegulo di sebelah barat.
Desa ini sendiri juga memiliki produk olahan yang menjadi unggulan desa yaitu kerupuk yang sayangnya belum dapat dipasarkan secara maksimal dan hanya mengandalkan pelanggan pribadi.
Samsul hadi (46) selaku kepala desa menyampaikan keluhannya tentang fenomena yang saat ini sedang terjadi di kalangan petani Desa Sumurcinde. Fenomena tersebut ialah menciut dan mengecilnya lahan yang dapat dimanfaatkan untuk bercocok tanam oleh penduduk dan semakin langkanya ketersediaan pupuk.
“Harusnya, ketika lahan pertanian meyempit, ketersediaan pupuk semakin banyak dong? Tapi saat ini pada kenyataannya pupuk justru semakin sulit ditemukan. Gatau ya kenapa? Mungkin petinggi BUMN lebih mengetahui. Sempat juga saya urus tapi malah dipersulit. Desa-desa semakin dipersulit, semua dimintai duit,” ujar Samsul menyampaikan.
Dalam wawancara yang dilakukan oleh tim blokTuban, Samsul bercerita tatkala ia mencalonkan diri menjadi distributor pupuk justru mendapatkan penolakan. Penolakan tersebut bermula ketika ia mendaftarkan dirinya ke salah satu perusahaan pupuk terkemuka di Jawa Timur, Petro untuk menjadi bagian dari tim distributor pupuk.
Inisiatif tersebut di izinkan dan diapresiasi oleh pemerintah kota Tuban (bupati) serta telah di acc oleh pihak Petro namun setelah perizinan tersebut Samsul harus kembali mendapatkan rekomendasi khusus dari seorang tokoh, namun malah dimintai sejumlah uang dengan nominal yang cukup besar. Samsul pada akhirnya harus menelan kembali keinginannya guna menjadi distributor.
Tragedi tersebut pada akhirnya membuat Samsul Hadi memutar otak untuk terus mencukupi kebutuhan penduduk dengan metode-metode lain.
Sayangnya, saat ini pendapatan terbesar penduduk masih diandalkan dari hasil pertanian. Beberapa waktu lalu, desa sempat terfikir untuk membangun tonggak perekonomian warga dengan pengadaan wisata agro atau wisata buatan.
Namun karena bentuk kewilayahan yang kurang memiliki nilai jual, ditambah dengan kekurangan sumber dana maka gagasan tersebut kembali diundur sampai jangka waktu yang tidak bisa ditentukan.[Leo/Ali]