Reporter : Ali Imron
blokTuban.com - Pemerintah Kabupaten Tuban melalui Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) menyatakan untuk tidak mengajukan Dana Siap Pakai (DSP) untuk kebutuhan droping air untuk musim kemarau 2023-2024. Sebagi gantinya, Tuban hanya mengajukan peralatan sarana dan prasarana (Sarpras).
DSP dari BNPB tersebut sudah diterima oleh Pemerintah Provinsi Jatim sebesar Rp1 miliar. Masing-masing kabupaten/kota juga diberikan Rp250 juta untuk mengatasi dampak kekeringan.
Namun demikian, Kalaksa BPBD Tuban, Sudarmaji tidak mengambil DSP tersebut karena anggarannya dikalkulasi cukup untuk mengatasi kekeringan di Bumi Ronggolawe.
"Di P-APBD 2023 kita BPBD diberikan tambahan oleh Bupati Tuban khusus untuk pembelian BBM droping air. Polanya tidak hanya untuk doping air saja, tetapi penanganan apa saja seperti pohon tumbang, orang tenggelam. Uangnya masuk satu rekening," kata Sudarmaji kepada blokTuban.com, Sabtu (21/10/2023).
Mantan Kadis PRKP Tuban itu, telah mengantisipasi panjangnya musim kemarau tahun ini melalui P-APBD. Hal inilah yang mendasari Tuban tidak menyerap DSP dari BNPB tersebut.
Ada dua kemungkinan kondisi, yang pertama dana DSP tersebut yang tidak terserap. Atau dana P-APBD 2023 yang diterima BPBD malah yang tidak maksimal penyerapannya.
"Kami sudah mempertimbangkan bahwa anggaran kekeringan di Pemkab Tuban cukup. Sehingga hingga sekarang Pemkab belum melibatkan dunia usaha secara langsung. Namun, kalau ada dunia usia yang menawarkan diri droping air kita persialahkan. Misalnya Bank BRI mengirim 30 rit/tangki ke Kecamatan Grabagan," imbuhnya.
Sudarmaji yang sebelumnya memimpin Dinas PRKP menilai bahwa selama ini anggaran yang dikucurkan Pemkab dalam menangani kekeringan tidak sedikit. Misalnya untuk pipanisasi dan pengeboran. Bupati Tuban, Aditya Halindra Faridzky sendiri menekankan untuk melakukan penanganan permanen melalui PDAM atau Hippam di tingkat desa.
Namun demikian, kondisi sekarang bukan berarti program pipanisasi yang tidak berhasil. Akan tetapi, sumber air di sumurnya yang mengecil imbas dari kemarau sehingga harus dibantu droping air bersih.
"Sebut saja Ngandong. Tidak semua wilayah Desa Ngandong, Kecamatan Grabagan 36 RT kekeringan, namun hanya 4 RT atau 11 persen prosentasenya," tambahnya.
Disinggung peta kekeringan saat ini, Sudarmaji mengklaim akan terus bertambah luasannya. Awalnya diprediksi puncak kemarau bulan Agustus-September, namun hingga bulan Oktober belum ada tanda-tanda ada hujan sehingga BMKG merilis baru bulan November ada hujan.
"Dulu di bulan Agustus BPBD membantu droping di 8 desa, sekarang luasannya bertambah di 20-22 desa se-Kabupaten Tuban. Tapi dengan catatan, dari 22 desa tidak seluruh wilayahnya kekurangan air hanya di RT tertentu saja," sambungnya. [Ali/Dwi]
Baca Juga:
Kawasan Ekonomi Khusus, Pembangunan Terintegrasi untuk Kesejahteraan dan Kejayaan Tuban