Berikut Tiga Major Project BKKBN untuk Akselerasi Penurunan Stunting 2024

 

Reporter: Dina Zahrotul Aisyi

blokTuban.com - Di tingkat global, hasil proyeksi yang dilakukan oleh UNICEF, WHO, dan World Bank Group, Indonesia masih berada di atas 30 persen dan termasuk dalam negara dengan kasus stunting tinggi. Meskipun demikian, jika dibandingkan dari tahun 2019, kasus stunting di Indonesia sudah mengalami penurunan pada tahun 2021 kemarin. Stunting merupakan kegagalan seseorang untuk tumbuh optimal, baik dari segi fisik maupun intelektual, sehingga bisa mempengaruhi kualitas SDM kemudian hari apabila tidak ditangani dengan serius.

Plt. Direktur Bina Keluarga Balita dan Anak, dr. Irma Ardiana, M.APS dalam konferensi pers peringatan Hari Gizi Nasional ke-62 mengungkapkan, berdasarkan RPJMN 2020-2024 kebijakan penurunan stunting sudah sangat komprehensif karena sudah memetakan untuk perkuatan pengelolaan sumber daya pangan. “Kita memahami ada daerah-daerah yang menjadi lokus prioritas untuk stunting, meskipun di tahun 2022 ini seluruh Kabupaten/Kota dilakukan percepatan lokus dari indikasi target yang dimajukan,” jelasnya.

Isu stunting memiliki keterkaitan dengan berbagai akses layanan dasar, sehingga hal ini juga menjadi salah satu kebijakan nasional untuk pemenuhan layanan dasar masyarakat. Selain itu, stunting juga erat kaitannya dengan infeksi kronis yang berhubungan dengan penyediaan akses air minum dan akess sanitasi yang layak dan aman.

Untuk itu, BKKBN memiliki 3 major project yang dikhususkan untuk mengakselerasi angka penurunan stunting. Irma melanjutkan, stunting dikaitkan dengan percepatan penurunan kematian ibu, sehingga dengan percepatan tersebut diharapkan mampu menurunkan prevalensi stunting pada balita mencapai 14 persen. Major project yang kedua terkait dengan peningkatan akses sanitasi yang layak dan aman pada 90 persen rumah tangga, dengan harapan bisa menurunkan angka stunting akibat sanitasi buruk menjadi kurang dari 10 persen di tahun 2024.

"Major project terakhir yaitu peningkatan penyediaan askes air minum layak dan aman yang perlu diperkuat, hal ini ditargetkan bisa menyumbang 70 persen dalam penanganan penurunan angka stunting,” jelasnya.

Stunting bisa terjadi sampai 3 generasi, jadi upaya yang bisa dilakukan untuk memutus rantai stunting harus dilakukan sejak tahapan prekonsepsi dan 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). “Itu upaya yang  perlu dikejar. Oleh karenanya untuk melakukan percepatan penurunan stunting perlu investasi sejak pada calon-calon pengantin sebelum menikah,” ujarnya.

Ia melanjutkan, upaya tersebut merupakan pendekatan hulu yang berarti upaya pencegahan lahirnya balita stunting baru. Calon pengantin, dan Pasangan Usia Subur (PUS) perlu ditekankan pada isu kualitas kehidupan keluarga. Selain itu tentunya pada aspek asupan gizi, dan pola asuh. “Pola asuh ini penting sekali karena stunting bermuara pada kekurangan gizi kronis dan isu infeksi yang berkepanjangan, sehingga ketika ada pola asuh yang salah harus dilihat dan dikoreksi agar tidak memperparah kejadian stunting,” pungkasnya. [din/col]