Terdampak Pandemi, Produksi Keripik UMKM YGS Prunggahan Kulon Menurun

Reporter: Dina Zahrotul Aisyi

blokTuban.com - Pandemi Covid-19 yang telah terjadi di Indonesia telah memberikan dampak yang signifikan, terlebih pada sektor ekonomi dan kesehatan. Bisnis Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) adalah salah satu sektor yang paling terdampak dengan adanya pandemi tersebut.

Salah satu pemilik UMKM yang merasakan dampak pandemi Covid-19 adalah Rasimah. Rasimah memiliki usaha keripik dengan nama brand Yugus dan disingkat dengan YGS yang menjual beraneka jenis keripik, seperti keripik pisang, tela, singkong, sukun, dan sebagainya.

Meskipun usahanya telah berdiri sejak belasan tahun yang lalu, tepatnya pada tahun 2006, Rasimah mengaku tetap terdampak dengan adanya pandemi, terlebih dari segi pemasarannya.

Perempuan asal Desa Prunggahan Kulon, Kecamatan Semanding, Kabupaten Tuban juga bercerita bahwa sebenarnya telah mendapat bantuan mesin khusus pemotong buah dari Dinas Pertanian untuk proses produksi keripik-keripik, akan tetapi karena pandemi menyebabkan hal tersebut tidak berjalan.

“Kemarin mau mengelola bingung tempatnya, tempatnya sudah jadi, listriknya sudah ditambah daya juga, eh kena pandemi,” ungkapnya saat ditemui reporter blokTuban.com dirumahnya yang berlokasi di Dukuh Panjetan, Desa Prunggahan Kulon, Kecamatan Semanding, Tuban, Kamis (18/11/21).

Rasimah melanjutkan biaya operasional produksi keripik tidaklah sedikit, sehingga perlu berpikir dua kali untuk melakukan produksi di masa pandemi karena khawatir terkait pemasaran.

“Kalau dihitung, biasanya per 50 kg produksi itu biayanya kurang lebih sampai Rp 600.000, nah kalau pemasarannya nggak terjual nanti juga nggak ada pemasukan lagi. Jadi sampai sekarang belum produksi banyak lagi,” jelasnya.

Harga minyak goreng yang melonjak dalam beberapa bulan ke belakang juga memiliki dampak yang besar terhadap proses produksi keripik karena dalam proses penggorengan tersebut memerlukan banyak minyak. Ia menjelaskan bahwa untuk menggoreng keripik dengan rasa manis, seperti keripik pisang, minyaknya tidak bisa disamakan dengan keripik singkong yang memiliki rasa berbeda.

“Kalau minyaknya dijadikan satu, misal bekas goreng keripik pisang dibuat goreng keripik singkong nanti akan membuat keripiknya cepat tengik,” ungkapnya.

Sebelum masa pandemi, tepatnya di tahun-tahun 2015 saat bisnis sedang berkembang pesat dan terdapat banyak bahan baku untuk produksi, Rasimah memberdayakan warga sekitarnya. Terlebih para ibu rumah tangga yang tidak memiliki pekerjaan untuk membantu dalam proses produksi keripik YGS.

“Pegawainya ibu-ibu sekitar sini, untuk memberdayakan mereka juga sebenarnya. Pegawainya juga nggak tetap karena tergantung bahan baku, kalau sedang banyak banget bisa lima sampai enam orang,” jelasnya.

Namun untuk saat ini Ia hanya dibantu oleh keluarga saja karena sedang tidak melakukan produksi dalam jumlah banyak. Sebelum membuat keripik dengan berbagai jenis tersebut, pada awalnya Ia hanya membuat keripik tempe saja, kemudian seiring berjalannya waktu bertambah ke jenis keripik yang lain.

“Dulu itu dibungkusin kecil-kecil keripik tempenya, seharga Rp 1000- Rp 2000-an, terus tak titipkan di Toko Murni. Sampai sekarang keripik-keripiknya juga masih saya titipkan di sana juga, sama di Toko Hanik sekarang,” paparnya.

Seiring perjalanannya, ia kemudian melebarkan usahanya dengan membuat jenis keripik lain karena menurutnya banyak sekali jenis buah yang berpeluang untuk dijadikan keripik, seperti pisang dan sukun.

Ibu dua anak tersebut mengatakan produksi saat ini hanya tergantung ketersediaan bahan baku saja, dan pasar. Menurutnya, apabila pasarnya ramai meskipun bahan baku mahal tidak terlalu bermasalah asalkan laris terjual, akan tetapi jika pasar sepi maka akan merugikan.

Keripik produksi YGS sudah terdaftar di Dinas Koperindag sehingga sudah memiliki nomor Pangan Industri Rumah Tangga (PIRT). Rasimah juga bercerita bahwa produk-produk YGS sudah sering dipamerkan sebagai salah satu produk UMKM Kabupaten Tuban.

“Setiap pameran dari Diskoperindag biasanya bawa produknya, pernah ke Jakarta, Sulawesi juga,” ungkapnya.

Harga keripik-keripik yang diproduksi oleh Rasimah berkisar dari Rp 10.000-Rp 12.500. Untuk keawetan produk tersebut kurang lebih bisa bertahan sampai 5 bulan. “Kemungkinan setelah lima bulan paling melempem, tapi tetap nggak tengik karena minyaknya tadi tidak disamakan,” pungkasnya. [din/sas]