Pos Pertahanan Koro dan Ranjau Pejuang di Jatigembol

Selama masa pendudukan, pasukan Belanda berusaha menguasai semua wilayah Kabupaten Tuban dengan mendirikan pos dan pangkalan militer di berbagai kecamatan. Pos-pos itu selalu mendapat kiriman logistik dari pangkalan pusat yang ada di pusat kota Kabupaten Tuban.

Reporter: Edy Purnomo

blokTuban.com – Pusat Kecamatan Montong berhasil dikuasai kompeni sejak serbuannya pada 21 April 1949 silam. Sejak itulah, serdadu Belanda membuat pos militer di salah satu bangunan (sekarang Polsek Montong) untuk memperkuat kekuasaannya.

Sementara pusat kepemerintahan Tuban, karena berbagai pertimbangan langsung ditarik ke wilayah Kecamatan Jatirogo, setelah sempat bertahan dan bertempur hidup mati di wilayah Desa Talangkembar.

Lazimnya pos-pos Belanda yang lain, pos militer milik Belanda di Montong selalu mendapat pasokan logistik dan persenjataan dari pos utama, yang berada di sekitar alun-alun Kabupaten Tuban. Pasokan itu dikirim secara berkala dengan kurun waktu tertentu.

Karena tidak mungkin melakukan peperangan secara terbuka, militer Indonesia dan pasukan gerilyawan yang dibentuk dari berbagai latar belakang masyarakat melakukan berbagai cara. Selain melakukan perang gerilya yang cukup merepotkan serdadu belanda, mereka juga merusak tempat logistik atau pengiriman logistik dengan tujuan menghabisi perbekalan Belanda.

Baca juga [Barisan Pejuang Bertempur dengan Perut Kosong di Beron]

Tanpa perbekalan logistik yang kuat, tentara Belanda akan melemah. Berbeda dengan pasukan Indonesia yang terbiasa berjuang dengan peralatan dan logistik sederhana.

Salah satu usaha menghentikan laju pasukan Belanda berada di kawasan Jatigembol, Merakurak. Selama Agresi Militer Belanda II, pejuang Indonesia memang membuat pos pertahanan ditempat ini. Tujuannya adalah mengganggu gerak pasukan Belanda yang akan menuju Montong.

“Jalan-jalan menuju Montong dibuat pos-pos pasukan tentara untuk menghadang pasukan Belanda,” Catatan Dewan Harian Cabang Angkatan 45 Kabupaten Tuban, Riwayat Singkat Perjuangan Letda Soetjipto pada Agresi II di Tuban.

Sebelum Montong jatuh ke tangan Belanda, sebenarnya Koro adalah pos pertahanan awal tempat Letda Soetjipto dan pasukannya berada. Dari pos inilah, Letda Soetjipto menyongsong rombongan pasukan Belanda di  Mondokan ketika akan menyerang Montong yang menjadi pusat pemerintahan Tuban pada 9 Januari 1949. Pertempuran gemilang yang berbuah kemenangan bagi pasukan Letda Soetjipto.

Berhasil menghadang pasukan militer Belanda, pasukan Letda Soetjipto kemudian menuju wilayah Kecamatan Singgahan untuk meneruskan gerilya. Tanggungjawab pos ini kemudian diserahkan ke ODM (sekarang KODIM) Merakurak, Letnan Muda Koewat. Cerita gangguan pejuang atas iring-iringan pasukan Belanda berlanjut.

Satu regu pasukan Jokowono, yang biasa beraktivitas di wilayah Merakurak mendapat informasi dari pager desa (penduduk yang diminta untuk mengintai keberadaan Belanda) tentang pengiriman logistik dari pangkalan utama Belanda menuju ke pos militer Montong.

Pos militer di Montong bisa dibilang sebagai pos penting, dalam usaha Belanda memperluas wilayah pendudukan di Tuban selatan dan Tuban barat. Melalui pos Montong mereka membekali pasukan untuk terus mendesak dan memburu kepemerintahan militer yang sudah dipindahkan ke Kecamatan Jatirogo sejak 21 April 1949.

Setelah menghitung waktu-waktu pasukan Belanda mengirim logistik, pasukan Jokowono bersepakat melakukan aksi pada 27 Mei 1949. Satu rangkaian bom sederhana berkekuatan cukup besar, mereka tanam dengan menggali jalan yang menjadi tempat lintasan Belanda. Tempat penaman bom itu berada di kawasan Jatigembol, yang saat itu dekat dengan pos pertahanan Koro.

Perkiraan pasukan gerilya itu cukup cermat. Iringan-iringan truk Belanda yang membawa pasukan dan logistik tidak lama terlihat dari arah timur. Rombongan serdadu itu tidak bisa berkutik melihat dua truk berisi pasukan dan perbekalan hancur terkena ledakan bom.

“Peristiwa ini mengakibatkan dua truk Belanda hancur bersama pasukannya dan lainnya mengalami rusak berat,” Catatan Dewan Harian Cabang Angkatan 45 Kabupaten Tuban, Peristiwa Perjuangan Dalam Agresi II di Kabupaten Tuban dan Pembudayaa Nilai Kejuangan Melalui Napak Tilas:2005.

Belanda mengalami kerugian cukup besar, dan tentu saja pengiriman logistik ke Pos Militer Montong gagal. Mereka kemudian berang dan melakukan penggeledehan di rumah-rumah penduduk yang ada di sekitar Merakurak.

Ketika peristiwa penggeledahan dilakukan, Letnan Muda Koewat yang baru tiba dari Tuban sedang melepas baju dan senjata, pasukan Belanda langsung menyergapnya tanpa perlawanan. Koewat kemudian dibawa Belanda dan mereka terus melanjutkan penggeledahan untuk mencari pejuang yang lain.

Tertangkapnya Komandan ODM Merakurak itu diketahui anggotanya, Sersan Darmani. Dia terus menguntit pasukan Belanda yang menawan atasannya.

Beruntung pasukan Belanda itu lengah dan sempat meninggalkan Koewat di salah satu bagian rumah penduduk. Sersan Darmani yang lebih menguasai letak wilayah langsung menyelinap, membebaskan komandannya dan berhasil melarikan diri. Mereka kemudian menyusun pasuka ditempat lain untuk terus bergerilya. [pur/rom]

pasukan-1

Sumber:
1. Catatan Dewan Harian Cabang 45, Peristiwa Perjuangan Dalam Agresi II di Kabupaten Tuban dan Pembudayaan Nilai Kejuangan Melalui Napak Tilas, 2005.
2. Catatan Dewan Harian Cabang Angkatan 45 Kabupaten Tuban, Riwayat Singkat Perjuangan Letda Soetjipto pada Agresi II di Tuban.
Keterangan foto:
1. Pasukan belanda menghindari rintangan jalan yang dibuat gerilyawan di Tuban', 1949. Dokumentasi foto milik Leen Camps - Van Der Zander, veteran Belanda yang ikut misi operasi, 18 Desember 1948.
2. Gapura masuk Dusun Koro, Desa Pongpongan, Merakurak.