Reporter: Moch. Sudarsono
blokTuban.com - Mungkin masih banyak yang belum mengetahui bahwa di Kabupaten Tuban terdapat salah satu bangunan ataupun peninggalan bersejarah berupa candi. Bahkan masyarakat sekitar candi menamakan tempat yang disinggahinya tersebut dengan sebutan Dusun Karangcandi, yaitu sebuah tempat yang terletak di Desa Bulujowo, Kecamatan Bancar, Kabupaten Tuban.
Untuk menjangkaunya tidak begitu susah karena lokasi candi tersebut berada di permukimaan padat penduduk di pesisir Bulu. Bagi anda yang tidak mengetahui keberadaan tempat tersebut, blokTuban.com akan menjelaskan rute jalannya.
Jika anda datang dari arah Tuban, ataupun dari arah Rembang maka anda bisa berhenti di titik pertama yaitu Pertigaan Pasar Layur, setelah itu ikuti arah ke selatan hingga mencapai tanjakan ke arah pasar. Begitu anda lepas tanjakan Pasar Layur maka anda akan menjumpai perempatan yang di depannya terdapat sebuah bangunan Sekolah Dasar (SD), dari perempatan tersebut anda bisa mengambil arah kanan untuk menuju lokasi Candi.
Usai mengambil arah kanan maka anda akan menjumpai sebuah gundukan tanah di sebelah utara jalan dan terdapat dua batu besar yang diyakini merupakan bagian candi. Di sana terpasang sebuah papan dari situs bersejarah Trowulan, anda bisa mengikuti arah ke utara hingga anda menemukan suatu makam, tempat peninggalan candi itu berada.
blokTuban.com pun mencoba menggali tentang keberadaan sejarah candi tersebut. Menurut Kepala Desa Bulu Jowo, Sarmin, berdasarkan penuturan leluhur candi tersebut berasal dari Lasem Rembang yang dipercaya merupakan pembatas antara Kerajaan Majapahit dan Demak.
"Itu awal sejarah yang saya ketahui," ujar Kades kepada blokTuban.com
Selanjutnya, Sarmin menguraikan, jika dilihat berdasarkan silsilah atau uraian secara turun-temurun, candi tersebut merupakan bangunan yang bercorak candi Hindu, sebab bisa dilihat dari bentuk dan warna batu yang ada.
"Warna batunya hitam agak keputih-putihan, dan itu merupakan jenis batu yoni, lingga dan nandi," jelasnya.
Bahkan Sarmin pernah berinisiatif untuk membuatkan tempat bagi benda bersejarah tersebut, agar kelak anak cucu ataupun generasi yang ada bisa mengetahui peninggalan yang dimiliki Desa Bulujowo. Namun rencananya kerap kali mendapatkan tantangan dari masyarakat sekitar. Pasalnya masyarakat menganggap benda itu sebagai benda keramat sehingga tidak boleh dipindah-pindah.
"Pernah saya mau mencoba memindahkan untuk dibuatkan tempat, namun masyarakat tidak menghendakinya, akhirnya hanya saya buatkan pagar saja untuk mengitari benda bersejarah itu," cerita Sarmin.
Padahal keinginan untuk membuatkan bangunan itu adalah upaya untuk menjaga barang peninggalan sejarah tersebut agar tidak hilang dan tetap terjaga, karena sudah ada yang hilang, yaitu jenis batu nandi.
"Sudah saya laporkan atas hilangnya salah satu batu tersebut kepada pihak yang berwajib, ke Trowulan juga sudah pernah saya lapori saat trowulan berkunjung di Candi ini," keluhnya.
Trowulan pun tidak bisa berbuat banyak setelah mengetahui bahwa salah satu batu ada yang hilang, dan hanya memberikan plank atau tanda peringatan agar tidak memindahkan ataupun mencuri barang bersejarah ini. Selain itu Trowulan juga pernah berusaha lebih dalam untuk menggali sejarah candi ini, namun karena kondisi candi yang sudah banyak tertumpuh gundukan tanah dan di atasnya sudah banyak makam akhirnya niat itu diurungkan.
"Terlihat di atas gundukan ada sebuah bangunan batu berwarna merah, ya kemungkinan itu juga suatu bangunan utuh candi namun tidak ada yang berani menggalinya," ucap sarmin.
Jadi, untuk saat ini yang bisa dinikmati ataupun dirasakan oleh masyarakat terkait candi yang ada ini hanyalah sebuah batu-batuan yang telah disusun dengan rapi. Sebenarnya jika Pemerintah Kabupaten Tuban mau bernisiatif lebih baik untuk mengembangkan potensi yang ada di candi ini justru itu akan lebih baik.
"Paling tidak untuk menjadi pelajaran ataupun pengenalan benda-benda bersejarah bagi anak-anak kita kelak," pungkasnya.
Diketahui bahwa kondisi candi saat ini tidak terawat karena hanya diberikan sebuah pagar seadanya tanpa diberikan sebuah atap untuk menjaga agar kondisi batu bersejarah tersebut bisa tetap terawat dari cuaca hujan ataupun panas. [nok/col]