Reporter : Leonita Ferdyana Harris
blokTuban.com – Dihuni oleh kurang lebih 3200-an penduduk, Desa Mrutuk berada di Jl. Brawijaya Kecamatan Widang, Kabupaten Tuban.
Memiliki luas tanah sebesar 1.089.56 Ha, desa ini terbagi menjadi 3 dusun yaitu Mrutuk utara, Mrutuk selatan, dan Sambor. Secara pencatatan, mayoritas pekerjaan penduduk ialah menjadi petani. Terhitung, dalam satu tahun warga dapat melaksanakan kegiatan panen sebanyak 3 kali.
Sebagian besar wilayahnya merupakan daratan yang bebentuk persawahan. Sedangkan sebagian lain berbentuk rawa-rawa. Beberapa penduduk yang tinggal disekitar rawa tentu terbiasa dengan kondisi banjir ketika musim penghujan, hal itulah yang kemudian memicu munculnya kegiatan tanam ikan untuk mengganti prosesi tanam padi.
Desa Mrutuk sendiri berbatasan langsung dengan Desa Sumberejo di bagian utara, Desa Banjar di bagian selatan, Desa Simorejo sebelah timur, dan Desa Penidon di sebelah barat.
Menurut Lumaji (48) Perangkat Desa Mrutuk, asal usul wilayah ini diberi nama Mrutuk adalah inspirasi dari daun waru. Dikisahkan secara turun temurun, dahulu kala ada 4 bersaudara yang merupakan utusan dari kerajaan mataram mendapat titah/perintah dari sang prabu untuk membabat alas.
Keempat bersaudara itu adalah Anggajaya, Anggakusuma, Anggakerti, dan Roro Kemuning. Tiga laki-laki dan satu perempuan.
Mereka berempat kemudian mulai membangun pemukiman di wilayah yang diperintahkan. Suatu waktu, salah satu diantara keempatnya menemukan sebuah sumber mata air yang berada dibawah pohon waru. Dari situlah nama Mrutuk muncul. Tuk artinya sumber air, dan Mru adalah daun waru.
“Kemungkinan dulu Namanya Warutuk tapi karena lidah jawa ya jadinya lambat laun malah disebut jadi Mrutuk. Kisah ini juga cuma kata katanya saja, validitasnya tidak bisa dipertanggung jawabkan karena tidak ada bukti tertulis. Tapi kami para warga juga sudah terbiasa percaya dengan kisah tersebut karena dari kecil sudah diceritakan yang demikian,” ujar Lumaji, Minggu (24/12/2023).
Yang unik dari desa ini ialah fenomena mendadak miskin yang dialami serempak oleh para warga desa di era pandemi lalu. Tercatat oleh desa sebelum pandemic melanda, jumlah masyarakat miskin hanya sebanyak 70 KK saja. Namun, ketika pandemi mulai merambah dan pemerintah mulai menggagas bantuan untuk masyarakat miskin, para warga berbondong-bondong mencacatkan namanya kedalam data masyarakat miskin.
“Padahal di data kita, presentase penduduk dengan kelas menengah itu dulu mencapai diatas 70%. Aman. Tiba-tiba pas pandemi semua jatuh miskin. Rebutan minta beras, minta bantuan. Kalau belum dapet, saling iri. Padahal rumahnya juga pada bagus-bagus. Lucunya, lagi pas pembagian stiker masyarakat miskin itu pada menolak rumahnya di tempeli. Loh ya saya ngamuk, dikit. Kalau gamau dibilang miskin jangan minta bantuan. Kalo miskin rumahnya harus ditempel, kata saya. Mungkin maksutnya tuh mereka pada mau dapet bantuan tapi gamau dibilang miskin. Haduh, saya pusing,” Tambah Lumaji.
Namun saat ini presentase penduduk miskin Desa Mrutuk sudah Kembali normal bahkan hanya tersisa sebanyak 10% saja. Kondisi ini ditanggapi positif oleh jajaran pemerintah desa.
Setelah perekonomian kembali stabil, pembangunan kolam pancing yang sempat terhenti akan kembali dilangsungkan. Niatnya. Kepala desa akan menjadikan Desa Mrutuk menjadi desa wisata yang diawali oleh dibangunnya kolam pancing.
“Gagasan untuk kesana memang ada tapi tidak dengan tempo cepat. Pelan-pelan. Karena kita gapunya potensi alami, jadi kita buat. Dana juga sudah dianggarkan, tapi bergantian. Mungkin yang akan segera dapat di fungsikan adalah kolam pancing, Inshaallah tahun ini bisa beroprasi. Baru di tahun-tahun berikutnya akan kita ikuti dengan waterboom dan lainnya,” [Leo/Ali]