Kisah Hilangnya Dua Lanjar di Desa Jarorejo Kerek Tuban

Penulis : Ahmad Nawaf Timyati Fandawan

blokTuban.comDesa Jarorejo merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Kerek, Kabupaten Tuban. Desa ini memiliki 2 dusun yakni Dusun Jarorejo dan Dusun Simbatan yang dihuni oleh kurang lebih sekitar 5.000 jiwa yang bermayoritas sebagai petani, Kamis (9/11/2023).

Desa Jarorejo berbatasan langsung dengan Desa Margomulyo di sebelah Utara, Desa Temayang di sebelah Timur, Desa Hargoretno di sebelah Selatan dan Desa Margorejo di sebelah Barat. Dan sekarang dipimpin oleh Sugiman selaku Kepala Desa Jarorejo.

Mengenai sejarahnya tersendiri seperti yang dijelaskan oleh Subandi sesepuh Desa Jarorejo yang juga seorang penyusun naskah sejarah Desa Jarorejo yang dibantu oleh penilik kebudayaan Kecamatan Kerek selaku penggali sejarah Desa Jarorejo dengan sumber sejarah dari petinggi Desa Jarorejo zaman Belanda.

Sejarah Desa Jarorejo bermula pada abad 11 zaman Mataram – Hindu yang mana pada waktu itu putra Mataram membawa 2 Lanjar atau Lanjar Loro dari Maibit untuk dijadikan selir di kerajaan Mataram.

Saat sampai di daerah Oro – oro Ombo yang sekarang dinamai Palombo ada seorang berandal yang bertempat disitu yang bernama Berandal Suronadi, yang tertarik dengan 2 Lanjar yang dibawa oleh Putra Mataram tersebut yang kemudian dibegal dan terjadilah sebuah pertikaian.

“Setelah perang (pertikaian) sudah selesai ternyata 2 Lanjar itu tidak ada, maka dari itu dipanggil Jaro itu dari kata Ilange Lanjar Loro (hilangnya 2 Lanjar). Ada dua versi Jaro itu yang versi kedua itu ada sisa – sisa prajurit Mataram itu tidak bisa pulang ke Mataram karena khawatir di pidana dan akhirnya beristirahat disana dan tempat istirahatnya dikelilingi Jaro (Jaro sendiri seperti Pagar) jadi jaro itu dari Kata Lanjar Loro dan dari Kata Jaro. Oro – oro itu yang sekarang jadi Palo Ombo itu dari Kata Kepalo Ning Oro – oro Ombo itu yang menjadi tempat berandal Suronadi. Terus di sana (Palo Ombo/Oro – oro Ombo) ada sebuah makam tidak dikenal mas yang ada cungkup e itu, itu tidak tahu makam dari Prajurit Mataram atau Laskar e Suronadi itu tidak tahu,” Ungkap Subandi.

Di Desa Jarorejo ini juga terdapat sebuah Dusun yang bernama Simbatan mengenai sejarahnya sendiri terjadi pada abad sekitar 16 atau 18 itu ceritanya ada Putra Wedono Mantup yang ingin memakmurkan desanya.

Mengenai itu supaya desanya makmur irigasinya harus ditata maka pada saat itu putra Wedono Mantup mencari sebuah sumber air sampai ke daerah Krumpyung yang berada di Selatan Dusun Simbatan dan caranya air yang di Krumpyung sampai ke Mantup harus dibuatkan sebuah kali atau sungai.

“Akhire buat kali sampai lewat ndukoh sana lho mas kaline nah,  waktu itu dia sudah mikir efektif, efisien tegasnya tanah galian kali niku dibuat gerabah nah gerabah tadi dipikul menggunakan Embatan makanya jadi Simbatan itu dari Kata Embatan enten rejaning zaman Simbatan digabung sama Jaro jadi Jarorejo,” Tambahnya.

Mengenai tradisinya sendiri Desa Jarorejo memiliki sebuah tradisi manganan atau sedekah bumi yang dilaksanakan diantaranya yakni di Makam Mbah Bahrun dengan manganan dan juga wayang Krucil selain itu juga ada di punden Mbah Mulyo dan di punden Mbah Sumigit berupa sedekah bumi saja yang mana dilakukan habis selesai panen dan pada hari Kamis Legi yang dilakukan di Makam Mbah Bahrun terlebih dahulu selain itu juga ada acara sedekah bumi dan wayang kulit yang ada di Sumber air di Dusun Simbatan.

Dan di Desa Jarorejo juga ada yang namanya Siri’an desa yang berlangsung pada hari Rabu yang mana tidak diperbolehkan ada acara – acara penting di balai desa yang berada di Dusun Jarorejo dan juga tidak boleh adanya keramaian hingga tidak diperbolehkan memotong hewan.

Siri’an desa ini pun hanya berlaku di Dusun Jarorejo saja. Sedangkan di Dusun Simbatan tidak berlaku hal ini katanya perbedaan sumber air di kedua dusun tersebut. [Naw/Ali]