Ngadir, Veteran Perang Desa Boto Tuban yang Tak Diakui hingga Akhir Hayat

Penulis : Leonita Ferdyana Harris

 

blokTuban.com – Terkenal dengan wisata alam air terjun Banyulangse, Desa Boto terletak di Kecamatan Semanding, Kabupaten Tuban, Jawa Timur. Lokasinya sekitar 20 menit dari pusat kota Tuban. Desa ini hanya memiliki 1 dusun yang mayoritas warganya bekerja sebagai petani.

 

Sebagian kecil lain dari warganya berprofesi juga sebagai seniman, pengerajin batik, pelukis, aparatur negara, dan sebagainya, Senin (16/10/2023).

 

Dinamai Desa Boto karena konon, pada masa kerajaan dahulu, desa ini merupakan pusat pembuatan batu bata (boto) yang nantinya akan digunakan oleh pemerintahan dalam pembangunan kerajaan.

 

Cerita ini terbukti dengan banyaknya kandungan batu bata yang terpendam dalam tanah serta ditemukannya beberapa batu bata yang memiliki ukiran khas Kerajaan Majapahit.

 

Tidak hanya pusat pembuatan batu bata, dulunya Desa Boto juga digadang-gadang merupakan pusat wilayah pembuatan pusaka berupa keris, pedang, tombak, dan sebagainya. Salah satu contoh benda pusaka dari desa ini ialah keris Ken Arok yang dibuat langsung oleh Mpu Besali.

 

Kental akan cerita sejarah, Handoko (38) selaku kepala desa bercerita pada tim Bloktuban berkenaan berbagi kisah pilu seorang veteran perang yang sampai akhir hayatnya tidak mendapat hak nya.

 

“Di sini dulu juga ada veteran perang. Beliau ini pandai berbahasa Jepang. Wong saya kalau denger beliau ngomong Jepang cuma bisa ketawa aja karena gak ngerti. Namanya pak Ngadir, tapi sekarang sudah meninggal,” Ujarnya.

 

Hidup sederhana, Ngadir dan keluarganya belum pernah mendapat santunan, hadiah, maupun undangan dari pemerintah daerah. Baik undangan dalam acara biasa maupun dalam acara peringatan kenegaraan seperti upacara 17 agustus.

 

Handoko bercerita bahwa sampai meninggal dunia, Pak Ngadir belum sempat mendapat pengakuan dan perlakuan yang layak sebagaimana seorang veteran diperlakukan. Hal ini disayangkan oleh beliau selaku kepala desa karena tidak dapat berbuat banyak guna membantu Ngadir.

 

“Tapi saya salut kepada beliau karena beliau ini berkata kepada saya waktu saya berkunjung kerumahnya, aku gak berjuang untuk perutku, tapi aku berperang untuk anak cucuku. Bagi beliau, kemerdekaan adalah hadiah terbesar yang beliau inginkan dibanding dengan santunan semata," tutupnya. [Leo/Ali]