Reporter : Ali Imron
blokTuban.com - Industri media di Tanah Air dalam 10 tahun terakhir mengalami penurunan cukup signifikan di tengah tantangan badai disrupsi digital.
Oleh karena itu, regulasi Publisher Rights kini sedang digodok agar tercipta fair playing field bagi industri media nasional.
Menurut kacamata Dewan Pengawas TVRI, Agus Sudibyo mengatakan media massa merupakan dualitas antara institusi sosial dan institusi ekonomi yang berjalan beriringan. Namun, faktanya tidak ada media jurnalisme yang bagus jika secara bisnis tidak menguntungkan.
"Memperjuangkan hak ekonomi media sama pentingnya dengan memperjuangkan kebebasan pers, walaupun sebagai institusi bisnis, media menghadapi situasi yang sangat monopolistik," ujarnya dikutip blokTuban.com dari laman resmi Kominfo, Minggu (30/7/2023).
Publisher Rights memiliki beragam fungsi, baik menjaga good journalism, maupun menjaga ekosistem media yang monopolistik. Namun Agus melanjutkan, publisher right juga bukan sebagai obat mujarab yang bisa menyelesaikan semua persoalan.
Baca Juga:
Presiden Jokowi Diminta Cari Jalan Terbaik untuk Perpres Publishers Rights
"Publisher rights itu penting sekali sebagai fondasi tapi dia bukan satu-satunya yang kita butuhkan untuk menyehatkan kehidupan media massa di tanah air belakangan ini. Karena publisher right sebagai fondasi penting agar media memiliki kemampuan posisi negosasi yang kuat dengan platform tetapi di saat yang sama media harus melakukan inovasi-inovasi yang lain, bagaimana menempatkan diri dan menyesuaikan diri dengan perubahan ekologi konsumsi media yang berubah-ubah," jelasnya.
Sementara itu, Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika Nezar Patria menegaskan badai disrupsi digital akibat kehadiran media sosial yang menghidangkan beragam informasi, saat ini menggeser peran media mainstream sebagai panji jurnalisme yang berkualitas. Oleh karena itu, keberadaan regulasi yang dapat melindungi industri media nasional memiliki peran penting.
"Pemerintah coba berdiri di tengah. Kita juga tidak ingin mematikan ekosistem digital yang sudah bertumbuh. Bagaimana ini disiasati untuk melindungi kedaulatan digital, melindungi data yang kita miliki, melindungi industri media nasional," tegasnya.
Menurut Wamen Nezar Patria, kebijakan ini strategis untuk dapat mendorong inovasi teknologi anak bangsa. "Ini memang kebijakan strategis, yang harus diambil bukan hanya bertumbuh pada sisi komersialnya saja tapi bagaimana dukungan terhadap inovasi teknologi karya anak bangsa," ujarnya.
Baca Lainnya:
Pagar Nusa Tuban Tidak Segan Cabut Keanggotaan Jika Tidak Patuh Organisasi
Namun, Nezer menekankan, aturan ini bukan berarti mendorong bangsa Indonesia menutup diri dari perkembangan global. "Bukan berarti kita jadi chauvinistic, menutup diri dari perkembangan global, tapi kolaborasi dengan global hendaknya dilakukan dengan azas yang fair," tandasnya.
Nezar Patria mengingatkan jangan sampai bangsa Indonesia terjebak menjadi pasar di tengah proses datafikasi yang dilakukan perusahaan teknologi global.
"Yang dilakukan big tech sebetulnya suatu datafikasi yang luar biasa, tapi karena hubungan asimetris kita takut terjadi kolonialisme data. Kita jangan hanya menjadi pasar. Kita ingin hubungan yang setara," tegasnya.
Aturan Publisher Rights saat ini tengah diproses di Sekretariat Negara, selanjutnya akan dikoordinasikan dengan kementerian dan lembaga lainnya.
"Perpres masih sedang digodok. Dari Kominfo sudah selesai diskusinya. Sekarang sudah proses ke Setneg. Nanti di Setneg akan ada proses lagi sebelum ditandatangani oleh presiden," ujarnya. [Ali]