Perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW, Sejarah Awal dari Dinasti Abbasiyah

Oleh: Dwi Rahayu

blokTuban.com - Maulid Nabi tahun jatuh pada tanggal 8 Oktober 2022. Sebagaimana diketahui hari ini pada 570 M silam, tepatnya 12 Rabi'ul Awal Nabi Muhammad SAW dilahirkan di Makkah.

Bagaimana sejarah hari kelahiran Nabi Muhammad atau Maulid Nabi lantas diperingati bahkan hingga saat ini. Berikut ini penuturan dari Quraish Shihab awal mula diperingatinya hari kelahiran Nabi.

Menurut ayah dari presenter sekaligus jurnalis wanita kenaamaan, Najwa Shihab ini yaitu berupa bentuk syukur dan kecintaan terhadap Nabi.

"Dalam (riwayat hadits) Shahih Muslim oleh sahabat Nabi ditanya, kenapa Nabi berpuasa pada hari senin? Beliau (nabi) menjawab, itulah hari dimana aku lahir," ujar ulama yang mendirikan Pusat Studi Al-Quran (PSQ) tersebut di konten Youtube Shihab dan Shihab, yang dikutip blokTuban.com pada Sabtu, 8 Oktober 2022.

Salah seorang yang bergembira atas kelahirannya Nabi Muhammad adalah Abu Lahab. Setelah mendengar kelahiran Nabi, ia bahkan memerdekakan salah seorang budaknya.

Seorang paman Nabi yaitu Al-Abbas, jelas Quraish Shihab, menceritakan bahwa ia bermimpi Abu Lahab begitu bahagia. Abu Lahab mengatakan seakan Allah meringankan siksanya setiap hari Senin sebab kegembiraanya atas kelahiran Nabi. 

Kendati demikian, menurut pakar tafsir se-Asia Tenggara ini mengatakan perayaan Maulid Nabi yang ramai menggunakan berbagai hiasan bermula dari zaman Dinasti Abbasiyah di zaman Khalifah Al-Hakim Bilah. 

"Yang merayakan maulid bersama permaisuri, lengkap dengan pakaian yang indah," terangnya. 

Lantas hingga saat ini, berbagai agenda diadakan untuk memperingati hari kelahiran Rasulullah. Bahkan tiap negara, daerah dan adat umat islam mempengaruhi bagaimana perayaan Maulid Nabi. 

Jika di Mesir hal itu diperingati dalam bentuk membuat boneka-boneka dari manisan. Maka di Sulawesi Selatan membuat lampu-lampu dari simpron kemudian dihias dengan aneka aksesoris.

“Memang Allah memerintahkan qul wabifadlillahi wabirohmati fabidzalika falyafrahu wa khairum mimma yajma’un. Berkat rahmat Allah, berkat anugerah Allah hendaklah mereka bergembira. Itu lebih baik. Ini yang dijadikan dasar dan dalil para ulama untuk merayakan Maulid (Nabi),” jelas profesor yang sempat menempuh pendidikan S3 di Al-Azhar, Cairo tersebut. [Dwi]

 

 

Temukan konten Berita Tuban menarik lainnya di GOOGLE NEWS