Kontributor : Sofia Nurdiana
blokTuban.com - Museum Kambang Putih Kabupaten Tuban kini telah menjadi salah destinasi wisata di Bumi Ranggalawe. Setiap bulannya tak kurang dari 2000 orang yang datang melihat koleksi di museum.
Museum yang terletak di Jalan R.A Kartini Nomor 3 Kelurahan Kutorejo, Kecamatan/Kabupaten Tuban itu pertama kali diresmikan oleh Gubernur Jawa Timur, Basofi Soedirman pada 15 Januari 1996 silam.
Letak Museum Kambang Putih sangat strategis, sebab ada di sebelah barat daya Alun-alun, dan wisata Pantai Boom Tuban. Selain itu, berdekatan dengan wisata religi Sunan Bonang sosok penyebar agama Islam di tanah Jawa, dan Masjid Agung Tuban.
Sebelum berdiri di Jalan RA Kartini, museum lebih dulu menempati Kompleks pendopo Krido Manunggal yang di resmikan Gubenur Jawa Timur, Wahono pada 25 Agustus 1984. Dengan didirikan bangunan klasik yang terletak disebelah barat Kantor Bupati Tuban, museum akhirnya dipindah dengan adanya pertimbangan untuk mempermudah aksesnya.
Orator Museum Kambang Putih Tuban, Roni Firman Firdaus menjelaskan, dulunya museum berada di bawah naungan Dinas Pendidikan Pemuda dan Olaraga Kabupaten Tuban. Setelah ada perampingan dinas, saat ini dinaungi Dinas Kebudayaan, Pemuda, Olahraga, dan Pariwisata Tuban.
"Semula berupa bangunan yang dihanya difungsikan sebagai kamar bola dan pernah di pakai sebagai Kantor Bappeda. Tanggal dibangun adalah 4 Januari 1984, namun baru difungsikan sebagai museum sejak tanggal 28 Maret 1984. Bangunannya dibuat di atas lahan seluas 150 m2, dan memiliki 1 lantai dengan luas bangunan publik 125 m2," ujar Roni saat diwawancarai, Sabtu (3/9/2022).
Roni menambahkan, bangunan museum didirikan berdasarkan SK No 22 Tahun 1984 dengan status kepemilikan tanah milik pemerintah Kabupaten. Saat itu dDi bangun oleh para pemerhati budaya di Tuban dengan tujuan museum ini nantinya akan menjadi wadah resmi untuk menampung semua hasil kekayaan budaya Tuban.
Terdapat tinggalan arkeologi yang telah ada sejak zaman Majapahit, koleksi prasejarah, klasik (Hindu-Budha), Islam, kolonial, filologi, ethnografi, kesenian numismatik dan masih banyak lagi berupa beraneka macam fosil, kapak, batu, benda perunggu, benda-benda hasil penyebaran agama Islam seperti kalpataru, dan masih banyak lagi koleksinya.
Museum Kambang putih merupakan museum umum yang juga memiliki cita-cita sebagai lembaga kajian ilmiah dengan bukti material peninggalan sejarah budaya tempo dulu. Sekarang dan masa yang akan datang museum bertugas untuk merawat, menyimpan, melestarikan, memamerkan dan menyelamatkan benda-benda budaya yang berada di Tuban.
Meskipun dikatakan mungil untuk ukuran sebuah museum, akan tetapi museum ini memiliki segudang sejarah yang mungkin seluruhnya belum diketahui. Saat ini ada 600 buah benda sejarah, dan dapat dilihat mayoritas dari peralatan laut yang didapat dari penyelaman di laut terutama Pantai Boom.
Hal tersebut dikarenakan pada zaman dahulu Pantai Boom merupakan pelabuhan terbesar berskala Internasional, sehingga menyimpan banyak benda-benda yang berkaitan dengan perlengkapan kelautan dari berbagai Negara dan keseluruhan koleksinya mencapai 5.774 buah.
"Bagi yang ingin melakukan event kegiatan dengan menghubungi telp. (0356) 321015. Museum buka tiap hari Minggu sampai Kamis pukul 07.00-14.00, namun pada hari jum'at buka pukul 07.00-11.00 dan hari sabtu jam 07.00- 12.00. Musium tutup kalau hari besar dan libur nasional," imbuhnya.
Asal Mula Diberi Nama Kambang Putih
Kambang Putih bukanlah sembarangan nama yang disematkan untuk musem di Tuban. Ada sejarah panjang soal nama itu. Tuban sebagai salah satu kabupaten tertua di Indonesia, konon sebelum menjadi Tuban, daerah ini merupakan kawasan pasir putih ditepi pantai Tuban kala itu. Bila mana dilihat dari kejauhan pada tengah laut seolah-olah tampak mengambang.
Akhirnya daerah ini dikenal dengan nama Kambang putih. Para ekspedisi China yang acap kali melihat daerah ini banyak yang bermukim. Untuk menjaga bukti sejarah dan budaya sangat penting, maka dari itu museum ini diberi nama tersebut dan dijadikan sarama edukasi pembelajaran bagi generasi mendatang.
Pengunjung yang datang ke museum bukanlah para wisatawan Sunan Bonang ataupun wisata Pantai Boom, melainkan biasanya pengunjung dari museumlah yang sekalian mampir ke Alun-alun dan wisata lainnya. Kebanyakan pengunjung museum mulai dari kalangan pelajar Taman kanak-kanak (TK), Sekolah Dasar (SD) sampai mahasiwa untuk mengenal sejarah.
Roni menjelaskan, bahwa pelayanan museum saat ini sudah maksimal dengan tidak ada tarif biaya masuk serta diberikanya oleh-oleh kepada para pengunjung berupa gantungan kunci, tas, note buku, masker dan masih banyak lagi lainnya sebagai upaya penarikan daya tarik pengunjung.
"Saat masa pandemi jumlah pengunjung Museum mengalami penurunan drastis hingga sampai kosong pengunjung karena adanya sosial distancing. Jika sebelum pandemi bisa mencapai 2000 pengunjung setiap bulan, kini setelah pandemi jumlah pengunjung berangsur membaik sekitar 800 pengunjung disetiap bulannya," katanya.
Saat memasuki museum, akan nampak padat karena banyaknya koleksi yang dimiliki tak sebanding dengan volume ruangannya. Jadi bisa dikatakan kurang nyaman untuk ruang bergerak. Dapat lebih efisien kalau bisa diperlebar atau diperluas bangunannya dengan pembangunan beberapa lantai ke atas.
"Kita berharap kepada pemerintah untuk museum yang kaya nilai historis ini perlu adanya penataan area tukang becak yang memadati jalan masuk museum," tambahnya.
Di dalam museum juga terdapat koleksi Koes Plus Bersaudara yang banyak menarik daya pukau pengunjung. Di ruang pertama saat melihat museum yang merupakan band legendaris indonesia yang berasal dari Tuban.
Selain itu, pengungjung juga disuguhi beraneka macam fosil, seperti fosil cula badak purba, fosil yang sudah berumur dari 300.000 tahun ditemukan di Kecamatan Jenu, Kabupaten Tuban.
Saat pertama kali ditemukan, fosil berbentuk cula badak purba ini sudah membatu karena proses alam sehingga terjadi perubahan kimiawi dan mengalami silifikasi. Lalu, ada fosil keong, kepiting, udang, pragmen rusa, pragmen tempurung kura-kura, kapak batu, kapak perunggu, beberapa arca-arca kuno, kayu berukir dengan hiasan relief yang ditemukan di kompleks makam Sunan Bonang berupa Kalpataru dari kayu jati berfungsi sebagai tiang penyangga "pendopo rante".
Dalam Kalpataru itu terdapat 4 pahatan memebentuk masjid, pura, kepala naga dan 5 cabang ukiran yang menggambarkan rukun Islam dan di ukir dengan berbagai motif tumbuhan serta bangunan suci dari empat agama yaitu Islam, Hindu, Budha dan Konghucu yang diukir pada satu tempat.
"Itu mengandung nilai filosofis yang ada harapan merajut harmoni, membangun kerukunan akukturasi budaya dan persatuan umat beragama," bebernya.
Roni melanjutkan, ada juga koleksi lingga dan yoni, jangkar pasukan Tar-tar Kerajaan mongol yang berlengan empat setinggi 1,82 m dengan cincin kemudi lengkap dengan rantainya yang ditemukan di kecamatan Bancar, Tuban. Pasukan tersebut di kirim ke Jawa oleh Khubilai Khan untuk menyerang Kertanegara pada tahun 1293.
Koleksi lainnya yang memukau pengunjung yaitu, manuskrip kuno dari daun lontar, berbagai macam keramik dan lainnya. Selain itu, terdapat uang-uang kuno baik berbahan kertas maupun koin dari abad XIX-XX. Di ruangan tersebut juga terdapat peralatan nelayan tradisional seperti dayung, jala atau jaring, tempat menyimpan umpan, sepasang sandal dari kayu untuk mencari rebon.
Ada pula berbagai macam batik, pusaka seperti keris, tombak, becak tradisional juga krakal alat dipakai sapi digunakan membajak sawah.
Museum kambang putih juga menyimpan Ongkek wadah bambu dirakit sedemikian rupa berisi legen atau tuak dari air nira pohon siwalan yang merupakan minuman tradisional bagian dari kebudayaan masyarakat Tuban yang sudah jarang ditemui.
"Bentuknya sulur ongkek memiliki tinggi sekitar 1,5 meter menjadi pikulan dan dibuat juga membentuk gelas-gelas bambu, bonjor, centhak, bethrk, centhelan bethek, capil, kepis, kolongan, sandal gebang, sabuk otong, pisau deres dan kepek," tutupnya. [Di/Ali]
Artikel ini merupakan kolaborasi anggota LPM Waskita Unirow dengan blokTuban.com
Temukan konten Berita Tuban menarik lainnya di GOOGLE NEWS
0 Comments
LEAVE A REPLY
Your email address will not be published