Reporter : Savira Wahda Sofyana
blokTuban.com – Menjelang datangnya hari raya Idul Fitri 1443 H, sebagian masyarakat di Indonesia memiliki banyak kegiatan baik keagamaan ataupun tradisi peninggalan nenek moyang. Salah satunya ialah tradisi memasang atau menyalakan colok di malem songo atau malam ke 29 bulan puasa.
Kendati tradisi pasang colok di malem songo sudah mulai ditinggalkan, akan tetapi masih ada sebagian masyarakat di Kabupaten Tuban yang tetap melestarikannya. Salah satunya, masyarakat yang ada di Kecamatan Widang.
Menurut salah seorang warga yang masih melestarikan tradisi ini, Sundari mengatakan jika tradisi tersebut merupakan kebiasaan turun temurun yang sudah ada sejak zaman nenek moyang.
“Sudah jadi tradisi dari dulu sejak kecil sudah dibiasakan, setiap malem songo nyalakan api di sekitar rumah. Kalau tepatnya sejak kapan tradisi ini kurang tahu,” katanya kepada blokTuban.com, Sabtu (29/4/2022).
Biasanya tradisi pasang colok pada malem songo di daerah ini, dilakukan dengan mematikan seluruh lampu rumah dan menggantinya dengan colok yang terbuat dari kayu dilapisi dengan kain yang telah dicelupkan ke dalam minyak tanah, dimulai saat adzan maghrib tiba.
Selain itu, biasanya colok atau obor yang sudah dinyalakan diletakkan di depan atau sekeliling rumah. Tradisi pasang colok jelang lebaran ini sendiri merupakan rutinitas pelestarian dan wujud ungkapan rasa syukur dan bahagia atas datangnya hari raya Idul Fitri.
“Sebelum adzan maghrib sudah mulai dipasang obornya dan lampu-lampu rumah dimatikan, jadi ini memang sudah tradisinya seperti itu,” katanya.
Sementara itu, dilansir dari beberapa sumber jika tradisi pasang colok juga diyakini sebagai wujud penghormatan terhadap para leluhur yang telah tiada. Sebab, pada waktu itu masyarakat menyakini jika para leluhur pulang ke rumah dan berkunjung ke sanak saudara yang masih hidup.
Oleh karena itu, memasang colok pada malem songo di pinggir jalan atau sekeliling rumah, juga dimaksudkan menjadi penerang bagi arwah nenek moyang untuk pulang. [Sav/Ali]