Stigma Masyarakat Masih Menjadi Tantangan Besar Bagi Difabel

Reporter : Dina Zahrotul Aisyi

blokTuban.com - Stigma dan prespektif masyarakat masih menjadi salah satu tantangan besar yang dihadapi para penyandang disabilitas. Meskipun sudah banyak edukasi maupun sosialisasi yang dilakukan, rupanya menghilangkan stigma bukanlah hal yang mudah.

Fira Fitri Fitria, Ketua Organisasi Disabilitas Tuban (Orbit) mengatakan bahwa, memang sampai saat ini salah satu permasalahan yang masih ada di masyarakat terkait dengan penyandang disabilitas, salah satunya adalah stigma charity based (belas kasihan).

“Walaupun kita sudah berikan pemahaman dan edukasi terkait bagaimana sebenarnya disabilitas, tapi kalau orangnya sendiri tidak mau merubah prespektif itu ya susah karena yang bisa merubah diri kita adalah diri kita sendiri,” jelas Fira kepada reporter blokTuban.com, Minggu (6/3/2022).

Adanya stigma yang beredar di masyarakat tersebut, secara tidak langsung tentunya akan berpengaruh pula pada kehidupan para difabel. Diungkapkan oleh Fira, bahwa pada dasarnya teman-teman difabel tidak memerlukan belas kasihan, mereka hanya memerlukan ruang untuk bisa berdaya dan menjadi mandiri.

“Sebenernya ini memang sebuah mindset yang keliru karena di Indonesia ini, mohon maaf masih banyak yang bermindset charity, masih merasa kasihan dengan teman-teman difabel ini. Kalau menurut saya alangkah lebih bagusnya kalau teman-teman diberi kail, untuk memancing teman-teman lebih berdaya,” ucapnya.

Perempuan 35 tahun tersebut, juga mengatakan pemberian wadah bagi teman-teman difabel untuk bisa berusaha ataupun bekerja akan melatih kreativitas dan mental mereka. Selain itu juga bisa sustainable, tidak hanya sesaat. 

“Ketika diberi wadah seperti itu, teman-teman akan bisa bekerja, bisa meningkatkan kreativitasnya, dan juga bisa melatih mental,” jelasnya.

Pelatihan-pelatihan dan upaya pemberdayaan penyandang disabilitas menurut Fira juga sudah banyak, akan tetapi yang belum maksimal adalah keberlanjutan setelah proses pelatihan selesai. 

“Memang betul sering adanya pelatihan, tetapi kelemahannya setelah dilatih itu belum ada tindak lanjut, misalnya disalurkan ke perusahaan atau dibuatkan suatu wadah untuk perkembangan kedepannya,” terangnya.

Kendati demikian, perempuan yang bertempat tinggal di Kelurahan Latsari titu menilai beberapa tahun terakhir sudah mulai ada beberapa tindak lanjut. “Seperti halnya pelatihan jahit dari Dinsos, beberapa bulan lalu juga buka usaha konveksi di daerah Glodog, Palang untuk teman-teman disabilitas, ada sekitar lima orang di sana,” jelasnya.

Perempuan ramah itu juga menyadari, bahwasanya semua hal berkaitan dengan budget, namun bagaimana dengan budget yang sederhana itu bisa dioptimalkan dengan baik. “Tidak harus dengan gebrakan-gebrakan yang gimana gitu, dengan hal sederhana seperti tadi itu sebenarnya yang kita maksudkan,” tutupnya. [Din/Ali]