Oleh : Sri Wiyono
blokTuban.com – Duka menyelimuti keluarga besar Nahdlatul Ulama (NU) Tuban. Juga para kader NU di seluruh negeri ini. Sebab, salah satu tokoh besar yang berjasa bagi negeri ini, khususnya warga jam’iyah NU tersebut telah berpulang.
Ya, Nyai Hajah Basyiroh Saimuri adalah sosok yang berjasa membentuk Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU). Dia adalah salah satu pendiri organisasi tempat para para kader NU itu digembleng.
Ya, di organisasi para pelajar ini, para kader NU diberi bekal untuk menapaki jenjang pengkaderan selanjutnya. Calon-calon pemimpin di NU di kader di organisasi ini.
Saya tak kenal secara pribadi dengan Yai Basyiroh. Namun mengenalnya melalui tulisan sejarah. Melalui sepak terjang beliau, melalui cerita kawan-kawan yang kebetulan pernah nyantri di sana.
Saat menulis ini, entah kenapa air mata saya meleleh. Padahal saat mendengar wafatnya beliau Selasa tengah malam, tidak seperti ini. Ngirim fatihah kali pertama mendapat kabar wafatnya beliau, khas para santri.
Pun begitu ketika mendapat kabar beliau masuk UGD rumah sakit akibat jatuh saat mau ke kamar mandi. Dada rasanya sesak, dan hanya bisa ngirimi fatihah. Karena belum bisa dijenguk ketika dirawat tersebut.
Kabar itu saya terima dari grup WhatsApp (WA) para alumni IPNU-IPPNU Tuban. Kabar duka juga datang dari grup-grup media sosial di kalangan kader NU.
Baru beberapa hari lalu, saya merasa bahagia, saat melihat postingan kawan-kawan kader NU di media sosial saat mereka sowan beliau. Mengabarkan beliau sehat. Ditambah posting berbagai pose foto dengan beliau, ati rasane adem.
Kabar wafatnya beliau saya kabarkan juga pada kawan saya yang pernah mondok di Nyai Basyiroh. Kawan saya ini mukim di Gresik, dan cukup sukses di sana.
‘’ Aku belum bisa ta'ziyah. Aku hari ini juga rawat inap di RS Petro Gresik’’ begitu jawab kawanku melalui pesan WA. ‘’Allahu Akbar’’ Semoga cepat sembuh kawan !!
Dari berbagai sumber, mari kita mengulik sedikit perjalanan perjuangan Nyai Basyiroh. Setidaknya ada kenangan, ada pencerahan sejarah. Dan yang lebih penting ada ghiroh, semangat untuk tidak menyia-nyiakan perjuangan baliau.
Nyai Basyiroh Saimuri adalah sedikit dari kader IPPNU yang tegar membangun IPPNU pada masa-masa awal pendiriannya.
Mewarisi 30 cabang bentukan Umroh ketua IPPNU pertama, Basyiroh yang pada Konbes Solo terpilih sebagai Ketua Umum PP IPPNU berhasil melipatgandakan hingga menjadi 60 cabang pada akhir kepengurusannya.
Kepengurusan periode pertama yang diemban hingga tahun 1958, digunakan Basyiroh untuk memperluas cabang-cabang IPPNU. Dalam setiap forum nasional di mana keluarga besar NU hadir, Basyiroh selalu menyempatkan diri memperkenalkan dan meminta bantuan pendirian IPPNU di tempat asal cabang-cabang yang bersangkutan.
Basyiroh bahkan pernah menghadiri Muktamar ke-21 Nahdlatul Ulama di Medan, Sumatera Utara tahun 1956. Sebagai salah satu anggota yang ikut membidani kelahiran IPPNU, Basyiroh sejak awal duduk sebagai pengurus dalam pengurus harian IPPNU bersama Umroh.
Dedikasi Basyiroh terhadap IPPNU mengantarkannya terpilih untuk kedua kali sebagai ketua umum pada kongres II IPPNU di Yogyakarta tahun 1958. Periode kedua lebih banyak diisi Basyiroh dengan konsolidasi organisasi, penertiban administrasi, dan perumusan pola-pola pengkaderan.
Basyiroh dilahirkan tanggal 9 Agustus, 83 tahun silam di Solo, kota tempat benih-benih IPPNU bersemai. Pada tahun 1950 Basyiroh menyelesaikan pendidikan di Madrasah Ibtidaiyah MDM, Solo.
Basyiroh melanjutkan sekolah di Muallimat MDM, Solo, hingga tamat tahun 1954. Bersekolah di Muallimat membawanya berkenalan dengan Umroh, Atikah, Syamsiah dan pendiri-pendiri IPPNU yang lain.
Setamat dari Muallimat, Basyiroh membaktikan diri secara penuh dalam jalur organisasi sampai kepindahan ke Salatiga tahun 1960 karena kewajiban mengajar. Sebelum aktif di IPPNU, Basyiroh sempat duduk sebagai Ketua Komisaris Daerah Fatayat NU Surakarta.
Kader-kader IPPNU yang semula banyak merangkap sebagai pengurus Fatayat, menunjukkan bahwa kelahiran IPPNU sangat dinanti-nantikan oleh para pelajar NU yang saat itu belum memiliki wadah sendiri.
Aktivitas organisasi juru kampanye partai NU tahun 1955 ini sempat terhenti ketika harus menuju Kabupaten Tuban Jawa Timur untuk menikah dengan K.H. Zawawi. Naluri kependidikan disalurkannya dengan mengajar di M.Ts Al-Hidayah, madrasah dan pesantren yang didirikan bersama sang suami.
Di Tuban, pendidikan Basyiroh yang sempat memelopori pendirian IPPNU wilayah Kalimantan Selatan ini dilanjutkan ke PGA Negeri Tuban, sekolah tempat ia kemudian mengajar.
Pada tahun 1971, Basyiroh tampil kembali sebagai juru kampanye partai NU Kabupaten Tuban dan terpilih sebagai anggota DPRD tingkat II Tuban sampai tahun 1977. Setelah itu, praktis Basyiroh lebih banyak mengisi aktivitasnya dengan berceramah di berbagai pengajian.
Angin reformasi yang memberi peluang berdirinya Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) pada tanggal 23 Juli 1998, disambut antusias oleh Basyiroh dengan bergabung di partai warga NU itu sebagai anggota Dewan Syuro DPC PKB kabupaten Tuban.
Selain itu, Basyiroh yang tinggal di Jalan Raya 22 Jenu, Tuban, duduk sebagai Dewan Penasehat Muslimat NU Cabang Tuban sampai akhir hayatnya.[*]