Reporter : Ali Imron
blokTuban.com - "Kita belum ada dan tak bisa apa-apa dulunya. Sekarang ada 4 titik pembuatan batik tulis dan cap yang dikerjakan para perempuan di rumahnya," tutur Ketua UKM Sekar Tanjung Tasikharjo, Susiana.
"Produktif" itulah keseharian dari 21 perajin batik di Desa Tasikharjo, Kecamatan Jenu, Kabupaten Tuban, Jawa Timur. Mereka mampu menyokong ekonomi keluarga, semenjak kenal batik program Corporate Social Responsibility (CSR) PT Pertamina (Persero) Terminal BBM (TBBM) Tuban sejak 2016 silam.
Kini puluhan ibu rumah tangga di desa sekitar operasi TBBM, dapat dibilang tak memiliki waktu bersantai. Jika dulu sering 'petan' atau memungut kutu rambut, sekarang mereka mampu menghasilkan pundi-pundi rupiah sendiri.
Membatik menjadi kegiatan produktif Susiana dan anggotanya. Menurutnya, program edukasi batik sangat terasa manfaatnya bagi kaum hawa. Semula para ibu hanya menggantungkan penghasilan suami, sekarang per jam mampu mendapat uang Rp50.000.
"Perubahannya jauh sekali dari sisi ekonomi keluarga," terang Susiana di sela kunjungan para awak media di lokasi produksi batiknya, Jumat (22/3/2019).
Susi ingat betul, anggotanya sebelum menerima manfaat CSR Pertamina banyak nganggur. Kalau sudah selesai beres-beres rumah, atau pulang dari ladang hanya ngerumpi yang dilakoni. Dari batik anggota rata-rata mendapat Rp300.000, itupun tergantung jumlah pesanan.
Masa lalu itu sudah berlalu. Lembaran baru lebih cerah, dengan semangat dan kegigihan perempuan hebat desa yang mayoritas petani. Selain memiliki skill menjahit, perempuan binaan Pertamina mahir membuat batik tulis dan cap.
Sekalipun produksi dan marketnya belum stabil, tapi pesanan terbilang lancar. Planing kedepan, batik UKM Sekar Tanjung akan diikutsertakan pameran di level Jatim. Strategi inipun diharapkan tetap mendapat dukungan dari perusahaan plat merah.
"Market, modal dan lokasi produksi yang akan kita kembangkan," terang guru Paud di Balai Desa Tasikharjo.
Lain lagi dengan kisah Susi Isnuryanti. Bendahara UKM Sekar Tanjung ini mengaku capek di bagian lengan, setelah memproduksi batik cap. Hal inipun wajar, karena alat cap batik terbuat dari besi.
"Capek di lengan itu tantangan setelah buat batik cap," sambung perempuan murah senyum itu.
Selain membatik, Isnuryanti juga dipercaya menjadi perangkat desa. Meski demikian, dirinya mampu membagi waktu antara melayani kepentingan masyarakat, keluarga, dan mengurus keuangan UKM yang berusia tiga tahunan itu.
Perempuan berkulit sawo matang ini paham, berwirausaha batik butuh telaten dan sabar. Jatuh bangun pasti terjadi, tapi dengan dukungan pemdes dan Pertamina perlahan masa emas itu pasti akan datang.
"Sementara ini semua anggota dari Tasikharjo, semoga tahun depan bisa memberdayakan perempuan desa lain," terangnya di bawah terik matahari.
Adapun harga batik sendiri sangat terjangkau. Untuk batik tulis harganya kisaran Rp155 ribu hingga Rp200 ribu per lembar ukuran dua meter. Sedangkan batik cap kisaran Rp135 hingga Rp150 ribu per lembar tergantung motif batik yang diinginkan.
Selain kain, UKM juga sedia baju jadi. Biasanya pendek diharga Rp180 sampai Rp200 ribu per potong. Pemesan tidak perlu menunggu lama, karena sudah ada mitra jahit tiga orang termasuk ketua UKM.
Program pemberdayaan perempuan di wilayahnya diapresiasi oleh Kepala Desa Tasikharjo, Damuri. Program baik ini diharapkan berkelanjutan, dan tidak berhenti begitu saja.
"Sudah banyak program dari Pertamina TBBM dan semoga terus ditingkatkan," tambahnya.
Diakui setelah mengenal batik, perempuan di Tasikharjo lebih produktif. Pemdes sangat mendukung perkembangan UKM, karena banyak memberi manfaat bagi masyarakatnya.
Operation Head Pertamina TBBM, Andarias A. Rambu, mengaku bangga karena UKM binaannya eksis dan selalu semangat. Sebagai perusahaan distribusi BBM, pihaknya akan terus mendampingi warga sekitar untuk lebih mandiri.
"Menjadikan para perempuan mandiri menjadi kebanggaan kami," tegas pria humanis itu.
Tak hanya mendampingi, Pertamina TBBM juga telah membantu semua peralatan batik dan meningkatkan kapasitas SDM perajin di Kecamatan Kerek. Kenapa di Kerek, karena di situlah pusat produksi batik Bumi Wali berada. [ali/rom]