Tangan Terampil Pembuat Gerabah dari Bengawan Solo

Reporter: Dwi Rahayu, Edy Purnomo

blokTuban.com – Bengawan Solo, nama yang diabadikan Gesang Martohartono dalam lagunya di era tahun 1945 memang populer. Tidak hanya di penjuru tanah air, namun juga di seantero Asia karena sering dinyanyikan para tentara Jepang. Sungai yang panjangnya mencapai 548,53 kilometer tersebut adalah terpanjang di pulau jawa, mempunyai wilayah administratif hulu, tengah, dan hilir yang ada di dua provinsi, yakni Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Seperti wilayah hilir lain, Desa Ngadirejo, Kecamatan Rengel, Kabupaten Tuban, juga akrab dengan Bengawan Solo. Bagai dua sisi mata uang, Bengawan Solo bisa saja menjadi bencana yang merendam dan menghanyutkan apapun ketika meluap, namun juga membawa berkah seperti ketersediaan pengairan, pertanian, transportasi, dan isi yang terkandung di dalamnya juga mempunyai nilai jual.

Baca juga [Teksur Padat, Ciri Gerabah Ngadirejo]

Kandungan Bengawan Solo yang bisa dimanfaatkan adalah tanah liat yang ada di bantaran, juga pasir yang ada di dasar sungai. Sejak dulu, warga Desa Ngadirejo terlatih memanfaatkan dua material tersebut sebagai bahan baku pembuatan gerabah.

Mencari pengrajin gerabah di Ngadirejo tidak sulit. Seorang warga menunjukan satu rumah dengan beberapa produk gerabah sejenis cobek dan wajan tertata rapi. Meski masih belum selesai tahap finishing, produk-produk tersebut sudah terlihat bentuk dan kualitasnya.  

“Sejak kecil saya sudah terbiasa membuat gerabah dengan bahan tanah liat dan pasir bengawan, kemudian dicampur dengan tanah,” jelas salah satu pengrajin, Ngadirah (48), di rumah produksinya.

Ngadirah, dan perempuan terampil lainnya di desa ini bisa menghasilkan aneka macam produk perkakas rumah tangga seperti cobek, wajan, daringan (sejenis gentong kecil tempat penyimpanan beras), dan jenis-jenis perkakas yang dibutuhkan rumah tangga.

Hasilnya cukup menjanjikan sebagai pemasukan tambahan. Apabila penjualan diserahkan kepada tengkulak mereka bisa meraup Rp1.400.000 perbulan, dan bisa mencapai Rp2.400.000 perbulan apabila mau menjual sendiri.

“Kalau tengkulak biasanya ambil sendiri di rumah,” jelas Ngadirah.

Ngasipah (45), pengrajin gerabah di desa yang sama mengaku bisa membuat segala jenis perkakas rumah tangga. Perempuan yang lahir 1971 silam itu sering membuat kerajinan sesuai dengan permintaan pasar. Selama ini permintaan terbanyak adalah gerabah jenis gentong, yang bisa dipergunakan sebagai wadah air, beras, atau tempat wudhu.

“Memproduksi gerabah jenis gentong dalam dua hari bisa mencapai 40 hingga 50 buah, sementara harga jual rata-rata adalah delapan ribu,” kata Ngasipah.

Bahan Terbaik, Kualitas Terbaik

Gerabah buatan pengrajin Desa Ngadirejo tampaknya sudah berhasil memikat hati konsumen. Lantaran kualitas barang yang dihasilkan pengrajin, juga pengaruh dari bahan baku yang diambil.

Ketua Kelompok Pengrajin Rajawali Tuban, Agus Arfianto menjelaskan, mayoritas bahan baku memang diambil dari Bengawan Solo yang mengalir desa setempat. Seperti tanah liat dari bantaran sungai dan juga pasir yang ada di dasar bengawan. Meski dekat dengan aliran sungai, tidak semua pengrajin mempunyai tanah di dekat bengawan. Mereka harus mengambil bahan dari tanah orang lain dengan kompensasi tertentu kepada pemiliknya.

“Sekali bakar (bahan baku) rata-rata kasih gula dan kopi,” kata Arif berkelakar.

Kemudian satu bahan yang tidak kalah penting adalah campuran tanah dari dataran tinggi. Pengrajin harus membeli tanah campuran dari wilayah Kecamatan Grabagan dengan harga sekitar Rp750 ribu sampai Rp800 ribu untuk satu truk.

Semua bahan inilah yang menjadikan kerajinan gerabah Desa Ngadirejo berkualitas dan terkenal. Aneka jenis gerabah Ngadirejo tidak mudah pecah dan kepadatan tanah juga tidak mudah berubah, meskipun terkikis air.

Produksi gerabah terbaik ketika panas menyengat di musim kemarau. Saat itu, pengrajin bahkan bisa menghasilkan satu mobil pick up hanya dalam kurun waktu satu minggu. Produk itu lantas dikirim ke pasar atau ketempat pemesanan. Seperti yang berada di Kabupaten Tuban dan Bojonegoro.

Karena kualitas itulah, seringkali produksi gerabah tidak mampu mencukupi permintaan pasar. Terutama gerabah untuk kebutuhan perkakas rumah tangga. “Hampir dipastikan berapa pun produksi gerabah akan laku,” jelas Arif. [dwi/pur/rom] Bersambung

 

gerabah-1*Gentong salah satu hasil produksi tangan terampil warga Ngadirejo.