Reporter : Dwi Rahayu
blokTuban.com - Transisi energi adalah masa peralihan dari penggunaan energi fosil menuju Energi Baru Terbarukan (EBT) dan energi yang lebih bersih. Saat ini, pemerintah menerapkan kebijakan untuk mengelola energi bersih dengan mengutamakan keberlanjutan lingkungan.
Dalam masa transisi ini, sektor minyak dan gas bumi (migas) masih diperlukan.
Pengembangan sektor energi di era transisi ini tidak hanya dilihat sebagai perubahan dari energi fosil ke EBT, tetapi juga harus memberikan dampak besar dan berkelanjutan bagi kehidupan.
Tujuan peluncuran Enhanced National Determined Contributions (ENDCs) dan peta jalan Net Zero Emission (NZE) yakni mengimplementasikan transisi energi bersih dan mencapai target pengurangan emisi gas rumah kaca.
Hal ini disampaikan oleh Anggota Komite BPH Migas Saleh Abdurrahman dalam webinar tentang Tantangan dan Peluang Industri Minyak dan Gas Bumi di Tengah Transisi Energi di Jakarta dikutip dalam siaran resminya, Rabu (29/5/2024).
“Dari pendekatan eksploitatif menjadi efisiensi penggunaan sumber daya, sehingga sumber daya ini dapat dinikmati oleh generasi mendatang,” tegas Saleh.
Saleh juga menyatakan bahwa tren penggunaan minyak dan gas bumi diproyeksikan tetap tinggi mengingat manfaatnya, terutama bagi transportasi dan industri.
“Dalam bauran energi primer saat ini, penggunaan energi fosil masih dominan. Sektor ini harus terus dikembangkan karena merupakan sumber penerimaan, investasi, kehidupan sehari-hari, dan penciptaan lapangan kerja, dengan pendekatan yang berkelanjutan,” tambahnya.
Pengembangan penggunaan migas dalam transisi energi diwujudkan melalui penerapan Biodiesel 35% dan Bioetanol dalam produk Pertamax Green 95 yang sudah dipasarkan.
“Dengan sumber daya gas yang besar di Indonesia, kita harus memanfaatkannya semaksimal mungkin, tidak hanya untuk industri kimia tetapi juga untuk transportasi, rumah tangga, dan sektor produktif lainnya,” lanjutnya.
Ketua Asosiasi Praktisi Hukum Migas dan Energi Terbarukan (APHMET) Didik Sasono Setyadi menekankan bahwa peran migas hingga tahun 2050 tidak dapat diabaikan. “BBM tidak mengalami masa sunset, tetapi kita harus menciptakan optimisme agar industri ini tetap berjalan,” jelasnya.
Vice President Corporate Communications PT. Pertamina (Persero) Fadjar Djoko Santoso juga berbicara tentang pengelolaan energi di Indonesia melalui Trilemma Energy: Ketahanan Energi, Keadilan Energi, dan Energi Keberlanjutan.
Pakar Ekonomi Indonesia Faisal Basri menyoroti tata kelola migas di Indonesia dan menyarankan agar kebijakan migas ke depan dikaji lebih mendalam oleh semua pemangku kebijakan. [Dwi/Ali]