Marak Kasus Perundungan di Lembaga Pendidikan, Waspada Dampak dan Penanganannya 

Oleh: Dwi Rahayu

blokTuban.com - Perundungan menjadi salah satu bentuk kekerasan yang dampaknya bisa sangat merugikan bagi kesehatan mental dan emosional remaja yang menjadi korban perundungan.

Berdasarkan laman Centers for Disease Control mendefinisikan perundungan atau bullying sebagai bentuk intimidasi dan perilaku agresif yang tidak diinginkan yang dilakukan oleh remaja atau kelompok remaja lain, yang bukan saudara kandung atau pasangan kencan saat ini, yang melibatkan ketidakseimbangan kekuasaan yang diamati atau dirasakan, dan diulang berkali-kali atau sangat mungkin terulang. 

Penindasan dapat menimbulkan kerugian atau tekanan pada remaja yang menjadi sasarannya termasuk kerugian fisik, psikologis, sosial, atau pendidikan. Jenis penindasan yang umum meliputi:
- Fisik seperti memukul, menendang, dan tersandung
- Verbal termasuk memanggil nama dan menggoda
- Relasional/sosial seperti menyebarkan rumor dan keluar dari grup
- Kerusakan harta benda korban

Tidak jarang beberapa kasus pembullyian kerpa terjadi di lembaga sekolah. Bahkan beberapa kasus diantaranya hingga berujung pada kematian.

Beberapa dampak negatif dari perundungan bagi remaja termasuk rendahnya harga diri, depresi, kecemasan, isolasi sosial, masalah kesehatan mental, penurunan prestasi akademik, dan bahkan berpikir untuk melakukan tindakan bunuh diri. 

Oleh karena itu, penting bagi kita semua untuk mengambil langkah-langkah untuk mencegah perundungan dan mendukung remaja yang menjadi korban perundungan. Ini melibatkan pendidikan tentang penghargaan terhadap perbedaan, meningkatkan kesadaran tentang dampak perundungan, serta menciptakan lingkungan yang aman dan inklusif bagi semua individu.

Mencegah Perundungan di Lembaga Pendidikan

Kepala Pusat Penguatan Karakter (Puspeka) Kemendikbudristek Rusprita Putri Utami mengatakan, Kemendikbudristek merasa prihatin adanya kasus perundungan di lembaga pendidikan.

Melalui Balai Penjaminan Mutu Pendidikan (BPMP) sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kemendikbudristek di daerah dapat membantu korban memperoleh pemulihan yang optimal dan penanganan berjalan sesuai mekanisme investigasi, serta penerapan sanksi bagi pelaku sesuai peraturan yang berlaku.

Jika terjadi kekerasan di sekolah, pihak sekolah perlu menanganinya lewat tim pencegahan dan penanganan kekerasan (TPPK). Langkahnya dimulai dari:

1. Penerimaan laporan, lewat kanal surat tertulis, telepon, pesan singkat elektronik, atau bentuk pelaporan lain yang memudahkan pelapor.
2. Pemeriksaan dilakukan dengan mengumpulkan bukti melalui pemeriksaan pelapor ataupun korban, saksi, dan terlapor. Dari hasil pengumpulan bukti ini, TPPK melakukan analisis hasil pemeriksaan.
3. Tim tersebut menyusun kesimpulan dan rekomendasi kasus. Jika TPPK menyimpulkan adanya kekerasan berdasarkan kriteria kekerasan di Permendikbudristek No 46/2023, rekomendasi bisa memuat sanksi administratif kepada pelaku.
4. Namun jika disimpulkan tidak ditemukan ada kekerasan, TPPK merekomendasikan tindak lanjut keberlanjutan layanan pendidikan bagi korban dan/atau pelaku peserta didik, pemulihan nama baik terlapor.
5. Laporan hasil pemeriksaan diberikan TPPK kepada kepala sekolah untuk ditindaklanjuti dengan penerbitan keputusan. Adapun pemulihan bagi pelapor/korban dapat dilakukan sejak laporan diterima. Dengan adanya pemulihan, harapannya korban/pelapor tetap bisa melanjutkan pendidikannya.

Apabila sudah ada kejadian perundungan, lanjut Rusprita, PPKSP sekolah diwajibkan memastikan adanya upaya pencegahan kekerasan menyeluruh agar warga satuan pendidikan aman dari berbagai jenis kekerasan.

Tindakan pencegahan meliputi penguatan tata kelola, membuat tata tertib dan program pencegahan kekerasan, menerapkan pembelajaran tanpa kekerasan, membentuk TPPK, serta melibatkan warga sekolah (orangtua atau wali).