Penulis: Anis Umi Khoirotunnisa’
blokBojonegoro.com - Setiap hari kita berjalan, bernapas, berbelanja, hingga menatap layar gawai tanpa menyadari bahwa matematika ikut hadir, diam-diam bekerja di balik layar kehidupan.
Bagi sebagian orang, matematika hanyalah deretan angka, rumus yang rumit, dan ujian sekolah yang menegangkan. Namun kenyataannya, matematika bukan sekadar pelajaran di kelas; ia adalah bahasa universal yang mengatur ritme dunia, dari hal yang sederhana hingga fenomena yang agung.
Cobalah perhatikan detak jantung. Ada pola teratur, sebuah ritme yang jika digambarkan akan membentuk grafik sinus sederhana. Saat kita melangkahkan kaki dengan kecepatan tertentu, ada perhitungan jarak, waktu, dan kecepatan yang bekerja tanpa kita sadari. Bahkan dalam proses memasak, ketika menakar gula dua sendok teh atau menyesuaikan perbandingan air dan beras, sesungguhnya kita sedang melakukan operasi matematika paling mendasar: perbandingan dan proporsi.
Di luar itu, alam juga tak pernah lepas dari matematika. Lihatlah bunga matahari yang bijinya tersusun spiral. Pola itu mengikuti deret Fibonacci, sebuah konsep matematis yang sudah dikenal berabad-abad lalu. Garis pantai, bentuk awan, hingga cabang pohon menunjukkan keindahan fraktal struktur berulang yang tampak sama dalam skala besar maupun kecil.
Bahkan pelangi yang melengkung indah di langit hanyalah hasil dari pembiasan cahaya yang dapat dihitung dengan sudut dan persamaan tertentu.
Matematika juga hadir dalam aktivitas sosial. Ketika kita mengatur anggaran belanja bulanan, menentukan prioritas kebutuhan, atau menghitung potongan diskon di pusat perbelanjaan, semua itu adalah matematika yang bekerja untuk membantu kita membuat keputusan.
Di dunia digital, setiap klik di media sosial, setiap video yang muncul di beranda, diatur oleh algoritma yang dibangun dari perhitungan matematis kompleks.
Namun, daya tarik matematika tidak hanya terletak pada logika dinginnya, melainkan juga pada keindahan yang tersembunyi. Ia menyatukan sains, seni, dan kehidupan dalam harmoni yang tak terlihat. Musik, misalnya, lahir dari irama dan frekuensi yang dapat dijelaskan dengan persamaan matematika. Bangunan megah dengan arsitektur simetris berdiri anggun karena prinsip geometri.
Bahkan kisah cinta kadang bersinggungan dengan matematika, saat seseorang mencoba menghitung peluang bertemu dengan pasangan idaman di tengah keramaian.
Pada akhirnya, matematika bukanlah sekadar hitungan di kertas, melainkan napas yang menghidupi keseharian kita. Ia hadir di setiap detik, setiap gerakan, setiap keindahan yang mata kita tangkap. Dengan menyadari keberadaan matematika di balik fenomena sehari-hari, kita tak hanya belajar menghitung, tetapi juga belajar menghargai cara alam semesta bekerja dengan keteraturan yang menakjubkan.
*Dosen IKIP PGRI Bojonegoro