Desa Tluwe Soko Tuban, Sering Kekeringan Kini Memproyeksi Wisata Air

Penulis : Leonita Ferdyana Harris

blokTuban.com – Saat ini, fenomena pembangunan, perbaikan, dan pelebaran jalan sedang terjadi dimana-mana. Beberapa arus jalan dialihkan sementara demi menghindari kemacetan, Senin (27/11/2023).

Demikian pula yang terjadi di jalanan Desa Tluwe , Kecamatan Soko, Kabupaten Tuban. Desa yang terletak di penghujung Kecamatan Soko ini sedang dalam proses pelebaran jalan utama desa. Pelebaran ini dilakukan di sepanjang jalan utama desa yaitu balai desa hingga ke perbatasan desa Wadung, kurang lebih sejauh 1KM jauhnya.

Desa Tluwe sendiri merupakan desa yang memiliki kepadatan penduduk di angka 2600-an jiwa berdasar data yang tertera pada RPJM. 

Berbatasan dengan Desa Parengan di sebelah barat dan utara, Desa Prambonganyang di sebelah timur, serta Desa Pekuwon di sebelah selatan, Tluwe terbagi menjadi 2 dusun yaitu Dusun Tluwe dan Dusun Wonosari.

Meskipun penduduknya mayoritas berprofesi sebagai petani, ternyata Desa Tluwe sering mengalami krisis air bersih. Terutama ketika terjadi kemarau panjang seperti tahun ini. Dalam beberapa bulan terakhir saja, disampaikan oleh pengelola desa, desa sudah tiga mengeluarkan anggaran untuk mensupplai air bersih yang dapat digunakan penduduk dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga masing-masing. 

Kekeringan tersebut bisa juga dikarenakan lokasi desa yang sedikit terpencil dan diapit oleh hutan jati serta minimnya ketersediaan sumber mata air.

“Sebenarnya, di Wonosari sendiri ada sebuah sendang utama, kita menyebutnya sendang gede, yang airnya melimpah dan biasa digunakan penduduk untuk kebutuhan rumah tangga. Tapi, akibat kemarau panjang tahun ini, air sendang tidak lagi cukup sehingga pemerintah desa kemudian mengambil keputusan untuk menyediakan pengadaan air bersih yang diambil dari luar desa menggunakan anggaran desa,” ujar Mashad (53) selaku perangkat desa setempat.

Meskipun sedang terdampak kesulitan air, penduduk tetap rutin melaksanakan kegiatan sedekah bumi/manganan yang biasa dilakukan pasca panen sekitar bulan mei-juni di lebih dari 10 titik sakral desa. 

Dalam dua tahun kebelakang, pemerintah desa juga hendak mewujudkan pengadaan wisata air dengan memanfaatkan salah satu sumber air yang disakralkan namun karena keterbatasan dana maka program tersebut masih belum dapat direalisasikan.

“Karena lokasi yang akan digunakan sebagai wisata itu melewati beberapa lahan warga jadi mau tidak mau harus ada jual beli yang sah, sampai saat ini dana desa masih belum mencukupi untuk menyelesaikan program tersebut jadi kita masih memfokuskan diri di pengembangan sarana prasarana utama seperti jalan ini,” tutupnya. [Leo/Ali]