Penulis : Leonita Ferdyana Harris
blokTuban.com – Memiliki luas wilayah sebesar 351.618 Ha, Desa Patihan, Kecamatan Widang, Kabupaten Tuban terbagi menjadi 4 dusun, yakni Patihan, Pomahan, Tanggir, dan Lerek.
Dihuni oleh kurang lebih 4000-an penduduk, mayoritas pekerjaan masyarakat desa ini ialah menjadi petani padi. Dengan luas wilayah didominasi oleh persawahan maka buka hal yang aneh jika beras hasil panen merupakan produk unggulan yang pemasarannya telah mencapai luar provinsi.
Hal ini tentunya juga dikarenakan lokasi desa yang berada di pesisir Sungai Bengawan Solo. Meskipun kerap dilanda banjir ketika musim penghujan, saat kemarau des aini memiliki sumber perairan sawah yang cukup.
Letak geografis desa yang terkenal dengan tugu ikoniknya bertulisankan PATIHAN ini sendiri ialah berbatasan dengan Kecamatan Plumpang di bagian barat, Desa Ngadipura di bagian Timur, Desa Bunut di bagian Utara, dan Kota Bojonegoro di bagian Selatan.
Pada tahun 2019 lalu, ditemukan pula batuan peninggalan sejarah di wilayah persawahan warga Dusun Tanggir. Penemuan tersebut berbentuk batuan yang bertumpuk ke atas dan batu bata yang memiliki ukiran khas kerajaan.
Sempat diteliti, peninggalan tersebut diyakini merupakan puing bekas Kerajaan Pajang yang pernah berdiri di wilayah tersebut. Sayangnya, saat ini penelitian telah dihentikan dan benda bersejarah tersebut kembali di kubur dengan tanah.
Berbicara tentang sejarah, Abidin (33) selaku sekertaris Desa Patihan menyampaikan asal usul munculnya nama Desa Patihan.
Diceritakan, terdapat beberapa versi yang beredar di kalangan masyarakat mengenai asal muasal penamaan desa. Yang pertama, pada zaman dahulu wilayah ini merupakan sebuah daratan kosong yang pernah menjadi tempat tinggal seorang patih dari kerajaan mashyur di zaman itu yaitu Kerajaan Majapahit.
Patih tersebut bernama Arya Banga. Dari gelar beliau itulah, lambat laun wilayah tersebut diberi nama Patihan yang berarti sang patih.
Versi yang kedua ialah cerita yang dipercayai oleh golongan tua yakni patihan merupakan sebuah nama yang diambil dari doa. PA-TI-HAN. Pa berarti Padangi (terangkan), Ti bermakna hati, dan HAN dimaksutkan untuk keweruhan (pengetahuan/ilmu).
“Kedua versi tersebut belum ada yang bisa dpertanggung jawabkan secara data akan tetapi telah beredar kuat dan dipercaya oleh masyarakat secara turun temurun,” ujar Abidin, Minggu (12/11/2023).
Sedangkan Sumardi (48), Kepala Desa patihan juga menambahkan bahwa pada zaman penjajahan Belanda dulu, para warga Desa Patihan turut berjuang melawan sekutu sejak gencatan senjata 10 november di Surabaya.
“Dulu sering terjadi perlawanan di rel yang memuat logistik Belanda, sekarang ini jadi jembatan lama. Biasanya penduduk bersama dengan TKR merusak dulu rel kereta sampai kereta terpaksa berhenti. Pas sudah berhenti, baru perlawanan dengan bambu runcing dilakukan," pungkasnya. [Leo/Ali]