Penulis : Ahmad Nawaf Timyati Fandawan
blokTuban.com – Desa Trantang merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Kerek, Kabupaten Tuban. Secara Topografi ketinggian Desa Trantang merupakan sebuah dataran sedang yaitu sekitar 500 meter diatas permukaan air laut yang memiliki luas administrasi 673, 25 Ha dan terbagi menjadi dua dusun yakni Dusun Sumberagung dan Dusun Sumber Rahayu yang mana memiliki penduduk dengan jumlah KK yang tercatat sebanyak 856 KK dan sekarang dipimpin oleh Ahmad Yani selaku Kepala Desa Trantang.
Adapun mengenai asal – usul nama Desa Trantang sendiri seperti yang tertuang didalam RPJM Desa Trantang menjelaskan bahwa dahulu kala ada seorang pandai besi yang bernama Empu Supo. Empu Supo mengembara dari satu tempat ke tempat lain hingga ia singgah di pegunungan Trantang, yang mana kemudian ia mendirikan tempat pandai besi.
Kemudian Empu Supo membuat sebuah caruk yang diberi nama Caruk Trantang, dari nama caruk itulah kemudian menjadi nama Desa Trantang. Caruk tersebut digunakan Empu Supo untuk babat hutan di Desa Trantang yang kemudian tempat dari hasil babat itu dikenal oleh masyarakat Desa Trantang dengan sebutan Kedung babat hingga saat ini.
Selain itu Desa Trantang juga mempunyai sebuah cerita dan sejarahnya tersendiri, Sumitro (63) selaku tokoh masyarakat Desa Trantang menjelaskan bahwa dahulu ada seorang anak dari pemimpin Desa Trantang bernama Joko Budug yang ingin menikah dengan Putri Prenjak yang merupakan anak dari pemimpin Desa Wolutengah.
Saat ingin dinikahkan Putri Prenjak meminta sebuah persyaratan yang mana Joko Budug diminta untuk membuat aliran sungai yang mengalir ke Desa Wolutengah, yang mana pada saat itu Joko Budug membedah sebuah gunung untuk mengalirkan sungai sampai ke wolutengah yang mana sekarang gunung tersebut diberi nama gunung Mbedahan, namun aliran sungai ini baru bisa mengalir ke Desa Wolutengah apabila sudah dilakukannya pernikahan yang mana sebelah barat dari Gunung Mbedahan terdapat sebuah tempat yang bernama Mbungpes (Kembung Ngimpes) yang mana pada saat itu airnya saat akan mengalir ke Desa Wolutengah melewati gunungnya tetapi kembali lagi ke Desa Trantang.
Setelah syarat tersebut terpenuhi Joko Budug dengan menaiki seekor gajah beserta rombongannya membawa sebuah seserahan kepada Putri Prenjak tetapi saat di tengah perjalanan tepatnya di Glodakan para rombongan dari Joko Budug di cegat oleh paman dari Putri Prenjak. Hal ini untuk meminta tambahan seserahan yakni dudoh jambe sak enceh, ati tengu sak ungkal dan dendeng tumo sak iyan/sak tampah. Permintaan yang tidak masuk akal ini dilakukan Putri Prenjak agar tidak jadi menikah dengan Joko Budug dikarenakan Joko Budug memiliki sebuah penyakit gatal yang sangat parah.
Namun sebenarnya tiga permintaan tersebut merupakan sebuah istilah lain dari hal - hal yang negatif seperti minuman Arak, candu/narkoba dan juga obat - obatan terlarang tetapi Joko Budug tidak mengerti akan hal itu dan menganggap permintaan itu sangat di luar nalar. Yang mana kemudian Joko Budug sangat marah dan melempar tumpeng/Bucu yang kemudian menjadi gunung bucu.
Kemudian lumbungnya dilempar menjadi Watu Lumbung (batu lumbung) dan Goa Lumbung, dan ada juga kue – kue serta jajanan pasar lainnya dilempar menjadi sebuah batu – batu yang berbentuk bulat, kemudian ada sebuah kayu bambu yang dibuat untuk memikul pari dan sebagainya juga dilempar yang kemudian menancap ketanah dan tumbuh sebuah pohon bambu yang mana pohon tersebut daunnya tumbuh dibawah atau terbalik.
Selain itu tercipta sebuah sendang yang bernama Sendang Soran yang mana sendang tersebut tercipta dari seorang pengiring Joko Budug tadi yang berlari dengan membawa sebuah air kemudian beristirahat disebuah tempat dikarenakan lelah dan ditinggal airnya yang kemudian menjadi Sendang Soran. Sendang Soran sendiri diambil dari kata Kesoranan yang memiliki arti kecapekan atau kelalahan. Selain itu juga ada sebuah cermin yang dilempar oleh Joko Budug tadi yang kemudian menjadi Sendang Pengilon.
Lalu Joko Budug lari ke Barat namanya Bangkok (Dusun di Desa Gemulung), disitu pamannya yang di Bangkok itu sedang membuat sebuah bendungan untuk mengairi sawah itu enggak bisa mampet karena terlalu deras, setelah ada Jogo Budug itu langsung nyebur langsung mampet seketika bendungan di Bangkok itu, jadi kalau suatu saat ada yang mau membendung sungai ini harus memakai aram dan kalau dibendung dengan tanah atau apa tidak bisa mampet, tapi kalau diceburi seperi daun – daunan langsung mampet diarami namanya, karena Jogo Budug saat nyebur langsung mampet bendungan itu.
“Terus ia juga ngomong gini nanti kalau anak cucu saat mandi dibawah bendungan ini kalau Wage Legi tidak boleh menghadap ke atas (Ke arah sungai mengalir) harus menghadap kalau sungainya mengalir ke arah sana ya harus menghadap kesana (sama dengan aliran sungainya) kalau sampai menghadap sini (ke arah sungai mengalir) kena penyakit gatal tadi,” Tutur Sumitro (63).
Dibahas mengenai tradisinya tersendiri masyarakat Trantang masih melakukan tradisi sedekah bumi yang dilakukan di Sumur Gede daan juga ada Tayuban. Sedangkan di Sendang Pengilon dan Sendang Pucung hanya sedekah bumi saja yang dilakukan setahun sekali pada hari Kamis secara bergantian. Terdapat pula ttradisi sedekah bumi dan tahlilan yang dilakukan di makam Mbah Karang/P. Ndalem yang konon merupakan seorang penyiar agama islam di Desa Trantang yang berasal dari Jawa Tengah.
Desa Trantang sendiri berbatasan langsung dengan Desa Wolutengah di sebelah Utara, dengan Desa Gemulung di sebelah Barat, dengan Desa Sidonganti di sebelah Selatan dan dengan Desa Tenggerwetan di sebelah Timur. Yang mana desa ini penduduknya bermayoritas sebagai petani. [Naw/Ali]