Penulis : Dina Afiya*
blokTuban.com – Ki Lowo namanya mungkin tak seterkenal Raden Maulana Makdum Ibrahim (Sunan Bonang) atau Syekh Maulana Ibrahim Asmoroqondi. Namun, ulama yang dimakamkan di Desa Gaji, Kecamatan Kerek, Kabupaten Tuban ini memiliki cara unik dalam berdakwah agama Islam.
Ki Lowo sebenarnya memiliki nama asli Syekh Abdullah. Diyakini ia adalah sepupu dari Mbah Jabbar, Tuban dan juga masih berkerabat dekat dengan Sayyid Jumadil Kubro, Mojokerto.
Tarsan (46) selaku pengurus makam menjelaskan jika nama Ki Lowo sendiri diambil dari kalimat Laa Ilaha Illallah. Namun, karena pengucapan dari masyarakat Jawa saat itu, menjadikan kalimat tersebut berubah menjadi Laa Ila Hailowoh.
“Nama ki Lowo diambil dari kalimat laa ilaha illallah,” ujar Tarsan saat diwawancarai penulis.
Lebih lanjut, Tarsan juga menjelaskan jika penamaan Ki Lowo juga dilatarbelakangi karena saat itu Ki Lowo sering keluar malam. Diibaratkan seperti hewan kelelawar, yang dalam bahasa Jawa disebut Lowo.
Salah satu keunikan dari dakwah Ki Lowo dalam menyebarkan agama Islam di Desa Gaji menggunakan cara yang sangat humanis. Konon ia melakukan pendekatan dengan cara kongkow bersama masyarakat sekitar. Atau orang Tuban biasanya menyebut dengan istilah cangkruk baik siang atau malam hari.
“Ki Lowo menyebarkan Islam dengan cara yang sangat merakyat. Ia menyebarkan agama dengan cara cangkruk dengan masyarakat sekitar,” imbuhnya.
Dakwah tanpa adanya paksaan ini mendapatkan respon positif dari masyarakat sekitar. Warga pun kemudian menerima ajaran dari Ki Lowo hingga saat ini. Menurut Tarsan bahwa Ki Lowo wafat pada hari Jumat Legi bulan Rabiul Awal namun, untuk tahun wafatnya masih belum diketahui hingga saat ini.
Oleh masyarakat sekitar ki Lowo dianggap sebagai salah satu orang penting dan dihormati di Desa Gaji. Salah satu bukti penghormatan masyarakat kepada Ki Lowo terlihat dengan adanya peringatan haul setiap tahunnya.
“Pada setiap tahunnya, panitia makam Ki Lowo melaksanakan acara haul dengan meriah,” sambungnya.
Pada setiap peringatan haul Ki Lowo pada hari Jumat Legi, Rabiul Awal, para masyarakat sangat berantusias mengikuti kegiatan. Dan terdapat beberapa kegiatan yang dilakukan saat haul Ki Lowo, diantaranya adalah manganan.
Manganan di Desa Gaji Kecamatan Kerek dapat diartikan sebagai kegiatan perkumpulan masyarakat dengan membawa tumpeng nasi putih dan sambal yang biasanya terdiri dari sambal kelapa, mie goreng, tempe goreng, ayam panggang, dan lainnya.
Selain itu, masyarakat juga akan membawa jajanan pasar atau jajanan buatan sendiri khas Tuban, seperti kue cucur, rengginang, tape, kembang gulo, peyek, dan lainnya. Namun, ada juga jenis jajanan pabrik yang dibawa seperti roti, wafer, dan biskuit.
Kemudian semua makanan yang dibawa ke makam akan dibacakan doa oleh kiai setempat. Lalu ditukar antara milik warga satu dengan lainnya. Selain manganan, ada beberapa kegiatan lain saat acara haul, seperti sholawatan dan juga pengajian, serta sebelum hari pelaksanaan haul pada hari Kamis ada kegiatan khataman Alquran.
“Saat acara haul pasti akan banyak peziarah yang datang, biasanya peziarah yang datang tak hanya dari Gaji saja, dari luar desa juga banyak,” pungkasnya.
Untuk menuju makam Ki Lowo dari Gapura pertigaan Desa Gaji ke selatan lurus terus, mengikuti jalan sampai terdapat belokan, setelah terdapat belokan ke arah timur yang merupakan jalan beraspal. Kemudian tinggal lurus terus mengikuti lekukan jalan dan akan nampak pemakaman dengan plang makam Ki Lowo. [Din/Ali]
*/Artikel merupakan karya jurnalistik anggota LPM Waskita Unirow Tuban yang magang di kantor redaksi blokTuban.com.