Reporter : Ali Imron
blokTuban.com - Investor asal Rusia di Kilang Tuban, Rosneft Oil Company mendapat sanksi dari negara barat atas invansi Rusia ke Ukraina.
Direktur Utama Kilang Pertamina Internasional Taufik Aditiyawarman sudah mengomunikasikan dengan Rosneft pada tiga bulan lalu perihal opsi mengambil partner baru di proyek Kilang Tuban. Opsi tersebut muncul mempertimbangkan implikasi perang Rusia-Ukraina.
“Kami sudah sampaikan ke pihak mereka, apakah kita harus mengambil partner lain atau enggak untuk menyeimbangkan. Kita sudah komunikasikan, kan harus kita kasih tahu ke pihak Rosneft bahwa di saat konflik Rusia dengan Ukraina ada implikasi, mereka juga aware akan hal itu,” ujarnya di sela acara IPA Convex 2023.
Taufik menegaskan, kerja sama dengan Rusia masih tetap dijalankan. Menurutnya, kontrak perusahaan patungan atau (joint venture/JV) harus diselesaikan dahulu.
Pengajuan mitra baru di Kilang Tuban sendiri sudah disampaikan direksi KPI kepada Rosneft 3 bulan lalu lewat video conference. Taufik berpendapat penambahan mitra baru mesti dilakukan untuk mengimbangi sanksi yang saat ini diterima Rosneft.
Baca Juga:
Sumbagut Sumbang 31% Lifting Minyak Nasional, Tajak Sumur Laut Dalam Geng North-1 Dimulai
Hingga saat ini, Rosneft Singapore Pte Ltd belum kunjung menyetujui penyertaan modal untuk pengembangan proyek atau site development lantaran belum diperolehnya keputusan akhir investasi dari GRR Tuban.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) belakangan menagih kepastian investasi itu dapat dibuat pada Juni tahun ini setelah beberapa kali pengunduran.
Hanya saja, Taufik mengatakan, FID GRR Tuban ditarget rampung pada triwulan pertama 2024. Dia menegaskan diskusi lebih lanjut soal FID untuk rencana esekusi proyek masih tetap berlanjut bersama dengan Rosneft di tengah risiko sanksi saat ini.
“Kami sekarang masih tahap prakualifikasi lelang untuk mendapatkan harga dari pasar seperti apa untuk engineering, procurement and construction (EPC)-nya ya, kan itu ada delapan paket,” katanya.
Nantinya, hasil FID itu bakal menjadi penentuan dari nasib salah satu proyek strategis senilai US$13,5 miliar atausetara dengan Rp205,05 triliun tersebut. Adapun, kilang ini bakal memproduksi 300.000 barel minyak per hari (bph) dengan kualitas produk EURO 5.
“Belum ada keputusan hitam putih, mereka [Rosfneft] masih punya waktu sampai joint venture, targetnya di FID,” kata dia.
Baca Juga:
Hipmikindo Jaring Ratusan UMKM di Tuban, 63 Diantaranya Sudah Teregister Legalitas Produk
Sementara itu, proyek pengembangan kilang dipastikan tertunda dari rencana operasi yang awalnya dipatok pada 2027. Selain dampak geopolitik global, tertundanya pengerjaan kilang itu juga disebabkan karena minimnya fasilitas penunjang sekitar proyek yang membuat investasi cenderung tidak menarik untuk dikembangkan.
Kilang Tuban yang berdiri di atas lahan seluas 840 hektare di Kecamatan Jenu, Kabupaten Tuban. Kilang Tuban dari total 70 unit dengan 14 unit pengolahan BBM dan 7 unit pengolahan petrokimia, dan sisanya merupakan unit pendukung.
Tak hanya investor Kilang Tuban, sanksi juga berdampak pada pengembangan Wilayah Kerja (WK) Tuna atau Blok Tuna yang diinvestori perusahaan Migas asal Rusia. Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) membenarkan berita bahwa perusahaan plat merah Zarubezhneft berniat keluar dari proyek pengembangan Blok Tuna karena investasinya terhadang sanksi-sanksi Barat. [Ali]
Sumber: Kontan.co.id, Bisnis.com