Reporter : Ali Imron
blokTuban.com - Tim Mahasiswa Pecinta Alam (Mahipal) Universitas PGRI Ronggolawe (Unirow) Tuban mencatat, sudah ketiga kalinya menemukan gua di Desa Jadi, Kecamatan Semanding akibat penambangan, Minggu (16/7/2023).
Sesuai data tim Mahipal, sebelumnya pada Agustus 2018 sudah ditemukan Gua Pertiwi, dan pada tahun 2021 di temukan Gua Sumur berair.
Lokasi gua sungai Bawah Tanah yang kini sedang viral itu berjarak 284 meter dari Gua Pertiwi, dan 423 meter dari gua sumur. Lalu,
542 meter dari mata air Gembul dan 573 meter dari mata air Brubulan.
"Gua ini sebagai cekungan air tanah dan sebagai jalur air yang mana kemungkinan saling terhubung jaringan sungai bawah tanah," ujar Kharisma salah satu tim Mahipal Tuban kepada blokTuban.com.
Kharisma menambahkan, dalam rencana pola ruang Kabupaten Tuban, Desa Jadi termasuk dalam kawasan hutan produksi, tegalan dan pemukiman perdesaan.
Dalam Tata Ruang Kabupaten Tuban, lokasi penemuan goa di Desa Jadi termasuk dalam rencana kawasan lindung resapan air karena merupakan kawasan karst.
Dengan seringnya penemuan goa di lokasi tambang, maka perlu ada tindakan penyelamatan potensi dan pemanfaatan secara bijak. Terhitung dari 2015-2023 sudah ada 7 titik goa baru yang di temukan akibat penambangan, yang mana lokasi tersebut rata rata memiliki potensi yang sangat bagus.
"Namun sayang, hanya viral semata tanpa ada tindakan penyelamatan dari berbagai pihak terutama pemerintah, dan pada akhirnya gua gua tersebut berakhir rusak dan hancur," imbuhnya.
Kerusakan Lahan
Kerusakan karst dapat diidentifikasi dari kondisi singkapan batu gamping dan/atau dolomit dan tutupan vegetasi. Di lokasi penelitian di Desa Jadi, terdapat lahan akses terbuka dari kegiatan penambangan batu gamping (batu kumbung) tanpa izin seluas sekitar 130 hektare.
Dari kegiatan penambangan batu gamping tersebut, mempengaruhi simpanan air bawah tanah dan debit mata air serta sungai/kali. Singkapan batu gamping terjadi juga karena tidak ada atau jarangnya vegetasi, sehingga lapisan tanah menjadi tererosi.
Lapisan karst/batu gamping yang memiliki pori-pori memiliki fungsi sebagai sistem jaringan sungai bawah tanah dan menyimpan air.
Mahipal mencatat kerusakan lingkungan dan pencemaran lingkungan seperti, penambangan batu kumbung secara masal dan masif mengakibatkan terbentuknya lubang-lubang tambang yang dalam dan menyebabkan hilangnya topsoil lapisan tanah subur serta menghilangkan ruang budidaya pertanian.
Debu tambang kapur hasi dari penggergajian batu kapur dengan gergaji mesin menimbulkan pencemaran udara yang mengganggu pernafasan dan menutupi permukaan daun tanaman budidaya
Tumpukan debu gergaian kapur terhampar sembarangan di jalan dan disekitar goa, sehingga jika terinjak kendaraan atau tertiup angin akan berterbangan dan jika terkena hujan menimbukan pencemaran tanah dan perairan.
"Kegiatan penambangan di kawasan ini tidak memiliki ijin, karena pemerintah tidak mengeluarkan ijin tambang galian C di kawasan lindung. Akibat tidak ada perijinan, maka jumlah dan sebaran tambang belum terdata," tegasnya.
Selain kerusakan lahan, Mahipal juga mengidentifikasi berkurangnya fungsi resapan air. Di mana lokasi ditemukannya goa merupakan kawasan lindung resapan air menurut pola ruang RTRW Kabupaten Tuban.
Kegiatan penambangan di kwasan lindung resapan air dapat menyebabkan terganggunya sistem hidrologi daerah karst yang unik dengan sungai-sungai bawah tanahnya. Berkurangnya fungsi resapan air mengakibatkan risiko penurunan tinggi muka air tanah, debit mata air dan sungai.
"Perlu dipahami bahwa Wilayah Desa Jadi bagian selatan merupakan daerah resapan air atau imbuhan air tanah bagi mata air Brubulan dan suplai air bagi kali Gembul. Yang harus diatensi bahwa sudah terjadi penurunan debit Kali Gembul," katanya. [Ali]