Reporter: Dina Zahrotul Aisyi
blokTuban.com- Bagi sebagian besar orang, hewan jenis reptil masih dianggap sebagai binatang yang berbahaya, terlebih ular. Banyak sekali masyarakat yang masih ketakutan dan cenderung membunuh satwa-satwa liar tersebut.
Di Kabupaten Tuban, terdapat sebuah komunitas pecinta reptile yakni Tuban Reptile Community (TRC). Komunitas yang berdiri sejak tahun 2013 tersebut hadir dengan membawa visi ingin menciptakan masyarakat yang paham akan pentingnya melestarikan satwa.
Khususnya reptile yang sudah mulai langka di Kabupaten Tuban. Sekaligus menjalankan misinya melalui edukasi pada anak-anak sekolah maupun masyarakat umum.
Dimas Arta, Ketua umum TRC mengatakan bahwa pada awalnya TRC terbentuk secara tidak sengaja.
“Awalnya nggak pengen bikin komunitas, saya basicnya di Pramuka dan pengen mengenalkan ke teman- teman bahwa hewan tersebut (reptile) kan ada di ajaran survival Pramuka,’’ ujar Dimas.
Karena itu, kata dia, diajarkan bagaimana caranya kalau ketemu ular saat kemah, penanganan pertama saat tergigit, dan bagaimana cara mengenali ular itu berbisa atau tidak.
‘’Terus sama kakak pembina saya diajak bikin komunitas, dulu namanya KOPER (Komunitas Pecinta Reptile),” jelasnya saat ditemui reporter blokTuban.com pada Kamis (2/12/2021).
Anggota dari TRC sendiri mulanya hanya ada enam orang. Dimas bercerita bahwa dulunya teman-temannya tidak ada yang berani, namun karena ada keinginan untuk mengedukasi teman-teman yang lebih muda akhirnya memberanikan diri.
“Saat ini anggotanya sudah banyak, kami dulu kan sering edukasi di GOR gitu, terus pecinta reptile yang sedang kuliah di luar kota itu pada tau kalau di Tuban ada komunitas
reptile, pulang ikut nimbrung, kemudian kita data buat jadi anggota, kita kasih tau visi misinya gimana,” jelasnya.
Pemuda 26 tahun tersebut juga bercerita awal mula ia tertarik dengan reptile.
“Kalau saya pribadi, dulu awalnya bapak saya yang ngenalin sama ular, waktu saya masih SD. Tapi karena saya masih kecil, belum bisa merawat dan pelihara akhirnya ularnya dikasihkan orang,” terangnya.
Ia juga mengatakan pernah mengamankan 100 ekor ular air saat sedang kemah di Mangrove. “Sekitar kelas 2 SMP waktu saya kemah nemu ular air, karena saya yang berani pegang, akhirnya tak amankan biar temen-temen lain nggak takut,” tambahnya.
Selain memberikan edukasi kepada masyarakat dan anak-anak di sekolah, TRC juga seringkali dimintai bantuan untuk melakukan rescue ular yang berada di rumah-rumah warga, terlebih saat musim hujan yang rawan banjir seperti belakangan ini.
“Selama masih di daerah Tuban kota, Semanding, Palang, temen- temen TRC dan saya pribadi siap kalau sedang tidak berhalangan. Kalau di daerah lain kita koordinasikan ke teman yang rumahnya dekat dengan daerah tersebut,” ungkapnya.
Menurut Dimas, ular, terlebih jenis piton tidak tahan dengan air sehingga ketika ada banjir pasti kepalanya akan muncul.
“Kemarin di Semanding ada empat ekor ular yang direscue, satu dari TRC yang tiga lainnya direscue teman pecinta reptile tapi bukan anggota,” terangnya.
Ular-ular yang berhasil direscue oleh komunitas TRC akan dikembalikan kembali ke alam liar. Apabila tidak berbisa dan tidak terlalu berbahaya, namun untuk jenis ular yang berbisa akan diadopsi terlebih dahulu.
“Kalau yang nggak berbisa, kita lepaskan ke daerah yang tentunya jauh dari pemukiman dan sekiranya ada stok makanan, biasanya di hutan Plumpang. Kalau yang berbisa kita adopsi sambil mikir mau dilepas ke mana karena bahaya kalau asal dilepas nanti bisa gigit orang,” jelasnya.
Dimas mengaku sebenarnya ingin merawat ular-ular hasil rescue agar populasi ular ini tetap terjaga. Kendati demikian, komunitasnya terkendala beberapa hal, satu kalau minim dukungan dari pemangku kebijakan di Tuban. Ditambah biaya dan membuat kandang juga tidak murah.
Waktu di SDN 1 Semanding tersebut, ia juga membagikan tips jika menemukan ular di rumah. Hal pertama yang dilakukan adalah untuk tetap tenang dan jangan mendekat. Kemudian, segera menghubungi TRC atau damkar untuk meminta bantuan dan memberi tahu lokasi ular tersebut ada di mana agar proses rescue bisa lebih cepat selesai.
“Kemarin saya sempat rescue di Semanding, posisi ularnya itu ada di plafon. Pemilik rumahnya bilang suruh njebol aja tapi kita kan seminimal mungkin nggak mau ngerusak
fasilitas pemilik rumah jadi kita bongkar genteng dulu baru diambil,” ceritanya.
Komunitas TRC tidak memungut biaya apabila ada yang meminta tolong untuk mengambil ular yang masuk ke rumah-rumah warga.
“Kita kan bentuknya komunitas, jadi memang sukarela. Kalau dikasih ya diterima, nggak ya nggak papa karena itu tadi niatnya kita untuk menolong. Tapi kalau ndadak gitu, ketika sedang ada kerjaan ya mohon maaf nggak bisa membantu. Kita nggak 24 jam melayani juga, tapi kalau bisa dan selama jaraknya masih sanggup dijangkau, kami siap membantu,” pungkasnya. [din/ono]