Reporter: Dina Zahrotul Aisyi
blokTuban.com- Sejak pandemi Covid-19 dan banyaknya peraturan pemerintah terkait pembatasan sosial antar masyarakat menjadikan banyak sektor terhambat, termasuk sektor ekonomi. Banyak masyarakat yang kesulitan mencari kerja atau bahkan kehilangan pekerjaanya saat pandemi, oleh karena itu, banyak pula usaha-usaha baru yang dimulai saat pandemi.
Seperti halnya usaha milik Mas Bajul, sapaan terkenalnya. Ia memulai usaha berjualan kaos kurang lebih sejak satu tahun yang lalu. Sebelum berdagang kaos, Ia berjualan masker, akan tetapi karena semakin sepi pembeli Ia memutuskan untuk mencari peluang dari berjualan kaos.
Pria asal Desa Bejagung, Kecamatan Semanding, Kabupaten Tuban tersebut menjual kaos dengan harga yang sangat murah, yakni hanya dengan Rp100.000 sudah bisa mendapatkan 5 biji kaos dengan berbagai pilihan motif dan warna.
“Sekarang kan masih pandemi, musim cari uang sulit, jadi saya jual kaos yang murah meriah, biar pembeli itu nggak males lihat,” ujarnya saat ditemui blokTuban.com di lapaknya yang berlokasi di pertigaan Jalan Pemuda pada Senin (1/11/21).
Meskipun kaos-kaos yang dijualnya tergolong murah, Ia tetap mengutamakan kenyamanan pelanggan, sehingga kualitas barang yang dijualnya juga tidak jelek. Pembeli kaos Mas Bajul juga dari berbagai kalangan, baik laki-laki maupun perempuan karena banyak sekali motif dan warna sehingga marketnya general.
Selain itu, karena lokasi lapaknya yang strategis menjadikan orang-orang banyak yang mengetahui keberadaan daganganya dan tertarik dengan harga 100 ribu mendapat 5 kaos.
“Ini kaosnya murah, tapi masih bagus buat santai-santai di rumah atau ngopi-ngopi juga pantes, banyak yang pakai,” jelasnya.
Menurutnya, kebanyakan warna kaos yang diincar pembeli adalah warna-warna netral seperti, hitam, biru donker, dan abu-abu.
Mas Bajul mengaku mengambil stok-stok kaos tersebut dari Yogyakarta. Sebelumnya Ia mensurvei sendiri ke Yogyakarta untuk mencari konveksi yang pas dan pelayanannya bagus, agar para pelanggannya nanti tidak kecewa.
“Saya awal survei sendiri, karena tiap konveksi kadang bahannya beda-beda ada yang tipis, ada yang tebal. Kalau sudah cocok dan pelayanannya bagus saya pakai konveksi tersebut,” jelasnya.
Mas Bajul biasa melapak mulai pukul 09.30 pagi sampai jam 16.00 sore apabila cuaca mendukung, karena baju-baju yang dijualnya hanya beralaskan terpal, sehingga apabila sedang hujan tidak bisa melapak. Selain melapak di pertigaan Jalan Pemuda, Ia juga melayani pembeli grosir dari pedagang-pedagang kecil lain di rumahnya.
“Biasanya dari agen-agen kecil juga membeli di saya buat dijual serba 35 ribu, jadi campuran toko mereka. Kalau grosir di rumah yang ngelayani istri saya, saya bagian di lapangan,” ujarnya.
Omzet yang dihasilkan dari berjualan kaos tersebut juga terhitung sangat menjanjikan. Mas Bajul mengatakan bahwa dalam sehari untuk mendapatkan omzet bersih Rp500.000 tergolong mudah. Ia juga membeberkan bahwa dalam sehari paling tidak bisa menjual sebanyak 120 biji kaos saat melapak.
“Kalau cuaca mendukung bisa terjual segitu dalam sehari karena yang beli kan kebanyakan satu orang langsung 5 biji, jadi cepat habis,” jelasnya.
Dalam satu bulan, pria berusia 32 tahun tersebut bisa sampai empat kali merestock kaos-kaos yang dijualnya. Setiap kali restock, Ia mengatakan bisa sampai 3.000 kaos. Menurutnya, apabila tidak mengambil dalam jumlah banyak akan rugi di ongkos kirim karena barang-barangnya dikirim dari Yogyakarta, namun apabila mengambil banyak stok maka tidak perlu membayar ongkir.
“Kaos 3000 buah itu paling bisa habis dalam satu minggu karena ya itu tadi, selain melapak banyak juga yang beli grosir,” ungkapnya.
Kaos-kaos yang dijual Mas Bajul juga bisa dibeli secara ecer, meskipun terdapat perbedaan harga dibandingkan dengan jika membeli langsung banyak. Satu biji kaos dijual dengan harga Rp25.000, untuk dua biji kaos Rp45.000.
“Semakin sedikit beli itungannya semakin mahal, meskipun perbedaanya cuma Rp5000,” jelasnya.
Sepanjang kurang lebih satu tahun ini, Mas Bajul tidak hanya melapak di satu tempat, melainkan di berbagai kota. Ia telah melapak sampai Lamongan, Bojonegoro, Rembang, dan berencana untuk ke Gresik.
“Saya kalau melapak di kota lain biasanya bawa 500 biji, cuma dua hari aja. Biasanya dua hari sudah habis separuhnya terus pulang karena kalau sudah habis separuh motif dan warnanya tinggal itu-itu aja,” pungkasnya. [din/ono]