Oleh: Suhendra Mulia, M.Si.
Pemanasan global (global warming) adalah suatu bentuk ketidakseimbangan ekosistem di bumi akibat terjadinya proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan di bumi. Apa sebenarnya yang menyebabkan bumi ini semakin panas? Dan mengapa bumi bisa mengalami kenaikan suhu?.
Perubahan iklim sebagai fenomena pemanasan global, dimana terjadi peningkatan gas rumah kaca pada lapisan atmosfer dan berlangsung untuk jangka waktu tertentu. Penyebab perubahan iklim dan pemanasan global terdiri dari berbagai faktor yang berbeda serta menimbulkan dampak bagi kehidupan manusia.
Efek rumah kaca, dimana karbon dioksida atau CO2 yang dihasilkan oleh kegiatan di bumi ini seperti pernafasan dan hasil pembakaran bahan bakar menyelubungi bumi . Karena kadarnya sudah berlebihan maka CO2 seolah seperti kaca yang menutup permukaan bumi. Selain karbon dioksida juga sulfur dioksida dan metana pun sama seperti CO2 menyelubungi bumi. Dan layaknya sifat kaca, gas-gas yang melapisi tadi akan memantulkan infrared dari matahari yang seharusnya dikembalikan lagi ke angkasa (Infrared terperangkap di bumi).
Menurut Aan Johan Wahyudi, peneliti Biogeokimia, Pusat Penelitian Oseanografi LIPI, bidang biogeokimia lebih fokus pada mengkaji atau meneliti tentang transfer materi seperti unsur kimia ada karbon, nitrogen dan lain-lain.
Biogeokimia ini mempelajari transfer-transfer materi itu ke system biosphere, geosphere, makanya ada kata bio dan geonya dan disebut cabang kimia yang mempelajari transfer materi.
Ilmu transfer materi, seperti contoh tanaman atau tumbuhan bisa melakukan fotosintesis menyerap carbon dioksida di udara, kemudian dibuat menjadi unsur karbohidrat ditubuh ditumbuhan tersebut, dan tumbuhan itu nantinya akan dimakan oleh hewan, seterusnya sampai ke jaring makanan.
Tumbuhan dan hewan tersebut nantinya mati, dan ketika mati membusuk atau kembali ke tanah, kira-kira model transfer materinya seperti itu.
Seperti diketahui sejauh ini telah terjadi kesepakatan antar negara di dunia terkait dengan carbon dan juga perubahan iklim. Kyoto protocol, Paris Aggrement yang pada intinya tiap negara berkomitmen untuk menurunkan emisi carbon. Setiap aktivitas manusia mengeluarkan carbon, seperti kendaraan bermotor dan pabrik-pabrik industri.
Termasuk energi listrik yang dipakai sehari-hari itu berdampak pada emisi carbon, semakin banyak mobil yang dipakai disatu negara maka emisi dari sektor transportasi meningkat, termasuk industrimya semakin banyak, maka emisi yang dihasilkan meningkat karena ada pembakaran bahan bakar fosil di situ.
Aan Johan Wahyudi menyampaikan bahwa Indonesia mampu menurunkan emisi sebanyak 29 persen secara mandiri, jika ada bantuan dari Luar negeri ditargetkan lebih besar lagi sebanyak 41 persen emisi yang mampu diturunkan.
Indonesia masih berpotensi untuk mengurangi laju emisi dengan laut dan lahan hijaunya yang luas, bukan dari transportasi dan industry tetapi dengan alih fungsi banyak hutan yang dikonversi menjadi atau ditebang dijadikan macam-macam, dan ada ekosistem di pesisir seperti hutan mangrove, padang lamun yang kemudian di reklamasi/dikonversi dijadikan macam-macam produk karena memang untuk keperluan pembangunan.
Seperti kita ketahui emisi disumbangkan dari aktivitas-aktivitas mengkonversi lahan, mengubah guna lahan awalnya hijau karena dialihfungsikan jadi perumahan dan sebagainya itu jadi berkurang luasnya.
Semakin tinggi jumlah penduduk suatu negara, maka jumlah populasi semakin tinggi, maka kebutuhan energinya semakin meningkat, kebutuhan pangan semakin meningkat, untuk memenuhi kebutuhan itu pasti akan banyak yang ikut meningkat, termasuk keperluan lahannya dan berindikasi pada peningkatan emisi. Faktor langsung yang meningkatkan emisi seperti gaya hidup, perilaku, pola pembangunan di suatu negara dan sebagainya.
Aan Johan Wahyudi lebih lanjut menegaskan bahwa pengelolaan limbah dan sampah yang merupakan faktor utama penyumbang carbon, sehingga di Indonesia termasuk sektor utama yang harus dikelola.
Dampak langsungnya perlu kebijakan pengelolaan sampah, misalnya jumlah penduduk yang sama di dua negara yang 1 memiliki pengelolaan sampah yang bagus, grade 9 dibanding grade yang 5, pasti yang grade 5 emisinya lebih banyak, imbuhnya.
Harapan-nya di lautan Indonesia yang kaya dengan aneka tumbuhan laut, maka tim Biogeokimia Pusat Penelitian Oseanografi LIPI lebih focus mencari alternatif-alternatif yang berpotensi untuk menyerap carbon dan menyimpannya kembali di dasar laut.
Selain itu masih ada tumbuhan yang bisa mengurangi laju emisi seperti mangrove dan lamun. Dan tanaman lainnya yang saat ini disinyalir berpotensi untuk mengurangi laju emisi carbon adalah ganggang laut.
Pengetahuan ini bermanfaat bagi masyarakat khususnya anak-anak agar ikut melestarikan lingkungan dan juga mengetahui tanaman apa saja yang sangat bermanfaat bagi kelangsungan hidup manusia/makhluk hidup lainnya. Masyarakat perlu diperkenalkan jenis-jenis tanaman yang mempunyai potensi sangat bermanfaat baik untuk manusia itu sendiri ataupun lingkungannya.
Kita perlu memberikan pengayaan atau memberikan komunikasi publik yang baik secara tepat, cepat dan akurat agar masyarakat semakin update informasi khususnya pada pendidikan lingkungan. Hal inilah yang akan membantu pemerintah, komunitas dan lain sebagainya agar bekerja semakin lebih mudah dan lebih bersemangat lagi.[*]