Oleh : Mutiara Syaharani Hapsari
blokTuban.com -Sudah lebih dari satu tahun, pandemi Covid-19 ini ada di Indonesia. Kegiatan banyak yang dilumpuhkan untuk menghindari kerumunan. Protokol kesehatan diperketat untuk menjaga kesehatan dan memperpendek alur penyebaran.
Wisata banyak yang sepi, banyak orang mengalami rugi. Tak terkecuali wisata-wisata di KotaTuban, Provinsi Jawa Timur pun juga sepi. Kota ini dikenal dengan sebutan Tuban Bumi Wali.
Disebut demikian karena di sini banyak terdapat makam para wali, orang yang berpengaruh dan berjasa dalam penyebaran agama Islam. Salah satu yang terkenal dan menjadi ikonic kota ini adalah Makam Sunan Bonang. Makamnya terletak di belakang Masjid Agung Tuban, dekat Alun-Alun Kota Tuban.
Masa pandemi membuat kunjungan ke Makam Sunang Bonang berkurang tidak seperti biasanya. Bisa dikatakan tempat ini masih ramai pengunjung.
"Sekarang sudah ramai seperti biasa, tetapi memang ramainya jelas tidak seperti sebelum pandemic," sebut Endang koordinator juru pelestari cagar budaya wilayah Kabupaten Tuban.
Waktu yang diperbolehkan untuk berkunjung ke makam yaitu pagi hingga malam waktu setempat. Pada kondisi saat ini, disediakan tempat cuci tangan dan handsanitizer.
Semua pengunjung dan penjaga diwajibkan untuk memakai masker. Sebab, pandemic ini pun belum usai sepenuhnya. Jadi, semua orang diminta untuk tetap menjaga protocol kesehatan untuk menghindari hal yang tidak diinginkan.
Jika berkunjung ke makam Sunan Bonang, peziarah akan melihat adanya tiga gapura. Yang pertama berbentuk regol dan sisanya berbentuk paduraksa. Gapura – gapura tersebut menandakan wilayah ini sebagai kompleks tempat suci.
Pada gapura kedua, peziarah akan menemui Masjid Astana bonang yang dahulu digunakan Sunan Bonang untuk kajian dan pendalaman ilmu agama. Apabila melihat ke utara masjid ada bangunan gapura ketiga.
Pada dua gapura terakhir, terdapat hiasan piring dengan tulisan Arab dan ornament bermotif bunga. Tulisan yang ada di piring tersebut ialah nama – nama empat khalifah dalam Islam, yaitu Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali. Terdapat lebih dari 30 piring berornamen bunga di sekeliling gapura kedua dan ketiga.
Setelah melewati ketiga gapura, terdapat ratusan makam beratap dan petunjuk arah menuju tempat Makam Sunan Bonang. Pada Makam Sunan Bonan sendiri, ada tangga kecil yang terbuat dari batu dan pintu jati untuk masuk ke dalam makamnya.
Biasanya, para peziarah datang untuk membacakan surat Yasin dan Tahlil di Makam Sunan Bonang.
Di sekitaran area makam, terdapat peninggalan Sunan Bonang seperti pendopo rante, tajuk, dan paseban yang biasa digunakan untuk menyiarkan agama.
Pendopo tersebut berbentuk limas dengan umpak berwarna putih yang dibuat dari tulang ikan. Ditambah adanya pendopo rante yang berisi ukiran – ukiran kesukaan Sunan Bonang dan peninggalan zaman dahulu seperti tempayan dan peti batu.
Sunan Bonang sangat dihormati dan disegani oleh banyak orang. Sunan Bonang yang memiliki nama lain Syekh Maulana Makhdum Ibrahim merupakan anak dari Sunan Ampel dan Dewi Candra Wati atau biasa disebut Nyai Ageng Manila dalam karangan Jawa.
Ia dikenal sebagai penyebar agama Islam di Jawa pada abad 14. Selama menyebarkan agama Islam, Sunan Bonang menggunakan pendekatan melalui seni dan sastra. Cara menarik hati masyarakat ia lakukan dengan menggunakan alat musik gamelan, kesenian wayang, dan sastra jawa.(*/ep)