Oleh: Siti Nopa Yuliati *)
Takdir Tuhan memang tidak bisa ditebak. Dan setiap makhluk tidak ada yang dapat menghindari takdir mereka. Tak terkecuali manusia, sehebat apapun manusia tidak akan bisa melawan apa yang sudah di gariskan.
Takdir Tuhan bermacam-macam. Ada yang menyenangkan, ada pula yang membutuhkan kesabaran. Ada kalanya juga ketika manusia sudah berusaha, sudah berdoa akan tetapi hasil akhir tidak sesuai dengan apa yang kita minta.
Apakah kita sebagai makhluk Tuhan akan menyalahkan Tuhan? Tentu saja tidak. Untuk kalian yang gagal masuk kuliah, untuk kalian yang gagal mendapatkan pekerjaan impian, untuk kalian yang ditolak sebelum menyatakan cinta.
Jangan benci Tuhanmu. Anggaplah kegagalan itu sebagai anugrah yang Tuhan berikan kepada kita. Tuhan menganugerahkan suatu kegagalan kepada kita sebagai jalan terbaik. Sedih memang jika diingat,itu wajar dan manusiawi.
Mau bagaimana lagi? Ini yang telah dipilihkan Tuhan untuk kita agar kita belajar. Belajar tentang arti mengikhlaskan. Belajar menerima apa yang sudah menjadi ketetapan dan ketentuan yang sama sekali tidak diharapkan.
Manusia memang pandai berharap. Akan tetapi jika dipilah, manusia dengan harapan-harapannya atau manusia dengan beban-bebannya? Acapkali harapan yang tinggi membuat manusia bertambah bebannya.
"Aku harus sukses" dengan kalimat tersebut manusia sering menjadi budak atas harapannya sendiri. Mereka mengartikan sukses dengan bermacam-macam. Harus punya mobil, harus punya rumah, tabungan yang melimpah dan aset lainnya.
Untuk itu semua apa yang mereka tempuh? Bekerja. Ya, dengan cara itulah mereka akan memenuhi keinginan untuk sukses. Tapi apakah pekerjaannya itu sudah sesuai dengan apa yang diinginkan?
Itulah titik beban yang ditanggung oleh manusia. Tidak semua mendapatkan pekerjaan yang mereka sukai. Dan tak jarang juga pekerjaan membuat stress dan depresi. Terlebih apabila sudah datang yang namanya "cicilan" , "angsuran", "tagihan".
Harapan yang terlalu, kadang juga membuat kita berani berangan "oh, andai saja", "seandainya nanti aku..." inilah yang dibenci Tuhan.
Itu menyalahi ketetapan atau takdir Tuhan. Lalu bagaimana kita menyikapi takdir yang tidak kita inginkan?
Ikhlaslah. Selain itu rasa selalu bersyukur juga perlu ditanamkan pada diri kita. Memang sulit dan sakit tapi ketika kau percaya sepenuhnya akan Tuhanmu kau tidak akan merasa khawatir ataupun ragu.
Kita gagal? Coba lagi. Gagal lagi? Move on lagi. Seperti halnya yang belum menjadi jodohmu. Tuhan menakdirkan cara mempertemukan Tuhan juga pasti akan menakdirkan bagaimana caranya memisahkan.
Jarang sekali manusia yang mampu berpikir seperti itu. Ketika sudah putus hubungan, makan jadi enggan, melamun saat ditanya orang, orang tua jadi bimbang.
Ya, pastinya orang tua akan merasa bingung dengan anaknya yang biasa tiap hari ceria lalu tiba-tiba murung raut wajah mendung. Sedih melihat anak yang dicinta menangis sepanjang hari. Apakah sejauh itu kau mengabdikan dirimu pada pacarmu? Jangan bodoh ! Sayangi hatimu, sayangi jiwamu dan sayangi orang-orang yang menyayangimu.
Ketika kau sudah mampu menyayangi dirimu sendiri orang lain pun akan dapat menyayangimu juga. Jangan siksa batinmu dengan hal-hal yang tabu dan tidak pasti.
Bagaimana dengan yang sudah terlanjur sakit hati karena disakiti? Sangat sedih. Jangan terlalu dalam untuk meratapi. Begitupun dengan cita. Banyak jalan menuju Roma.
Ayolah manusia, gunakanlah apa yang kamu punya bernilai manfaat. Untuk yang menyukai karya tulis, sesekali tuangkan idemu dalam sebuah tulisan. Baik itu apa yang kamu alami sendiri ataupun unek-unek dalam hati.
Dengan menuliskan apa yang kita rasakan, entah bahagia, sedih, susah maupun gelisah akan membuat kita jauh lebih lega. Yang kadang membutuhkan tempat curhat, curhatlah pada kertas melalui tinta pena.
Ungkapkan apa yang kamu ingin katakan melalui tulisan-tulisanmu. Tinggalkan yang menyakitimu.
Bangkitlah dan kejar mimpimu. Sukseslah dengan apa yang kamu sukai. Tentunya dengan jalan yang diridhoi. Buatlah tulisan-tulisan inspirasi. Dan mulailah sekarang! [*]
*Kader Literasi PERTALIT Desa Remen, Kecamatan Jenu